11. INGIN MENYENTUH

1.3K 81 0
                                    

Dilihat dari cahaya terang sinar mentari yang menembus korden jendela, Sean yakin saat ini sudah memasuki waktu pagi. Sean dalam keadaan tidak sadar saat Jojo membawanya pergi entah kemana semalam. Sean yakin jika Jojo tidak mengantarkannya pulang. Sean menduga Jojo membawanya pergi ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain seperti klinik atau sejenisnya. Semua dapat Sean ketahui dari bau obat-obatan dan disinfektan yang tercium menyengat saat pertama kali ia membuka mata.

Sean lebih banyak diam saat melihat Jojo sibuk menyiapkan piyama rumah sakit untuk baju ganti Sean. Ia juga menyiapkan sebaskom air hangat yang Sean yakini akan digunakan Jojo untuk membasuh tubuhnya. Jojo saat ini mengenakan seragam sekolah yang sepertinya ia akan berniat berangkat ke sekolah setelah merawatnya. Dia nampak begitu bersemangat hingga membuat Sean seketika menatapnya dengan perasaan bersalah. Andai saja Sean bisa mencintai Jojo layaknya seorang homo seperti yang diinginkan Jojo. Mungkin, semuanya tidak akan semenyedihkan ini.

Beberapa detik kemudian, Sean meringis nyeri. Ia merasa kedua tangannya terasa berat untuk digerakkan. Saat ia mendongak, Sean baru menyadari ada dua kantong cairan yang menggantung tak jauh dari tempatnya berbaring. Satu kantong berisi cairan darah dan satu kantong yang lain berisi cairan infus. Keduanya terhubung dengan dua selang kecil dan masing-masing tertancap di bagian pembuluh darah tangannya menggunakan dua buah jarum. Jika Sean mau berkata jujur, rasanya sakit sekali.

"Gue dimana?" tanya Sean pada Jojo yang saat ini menghampirinya dengan sebaskom air hangat dan sebuah handuk kecil.

"Klinik. Semalam lo pingsan."

Sean tak banyak bertanya lagi. Tangan Jojo terjulur untuk membuka kancing piyama rumah sakit yang dikenakan Sean dan berniat menggantinya dengan piyama rumah sakit yang baru, tapi Sean segera menolaknya dengan menggerakkan tangan kanannya yang terbebas dari jarum infus dan jarum tranfusi untuk menahan tangan Jojo.

"Lo mau ngapain?" tanyanya masih dengan nada lemah dan tatapan mata horror.

"Ngelepasin piyama rumah sakit lo. Habis itu gue mau elap tubuh lo pakai air anget. Piyama rumah sakit lo perlu diganti dengan yang baru biar lo merasa nyaman," jelas Jojo dengan nada sabar.

Reflek Sean bangkit duduk meski gerakannya masih terlihat lemah, mundur perlahan buat menjaga jarak dari Jojo hingga punggungnya membentur pelan pada kepala brangkar, lalu ngambil bantal dan diletakkannya tepat di depan dadanya.

"Nggak usah. Gue bisa ganti sendiri," jawab Sean ketus. Wajahnya terlihat merah karena menahan malu. Sean memilih berpaling ke arah lain untuk menyembunyikan wajahnya yang terlihat memerah.

"Tangan lo ada jarum infusan sama jarum transfusi, kalau lo ngelakuin sendiri yang ada malah jarumnya bisa saja lepas. Nurut sama gue, ya? Gue janji nggak akan ngapa-ngapain lo kok," tawar Jojo lembut. Akhirnya Sean pasrah karena pada kenyataannya ia juga masih merasa lemas dan itu tidak memungkinkan untuknya melakukan kegiatan itu sendiri.

Jojo mulai membuka piyama rumah sakit yang dikenakan Sean, mengelap tubuh Sean dengan air hangat secara telaten, lalu memakaikan Sean dengan piyama rumah sakit yang baru.

Perasaan Jojo sempat berdesir saat tak sengaja melihat gundukan kecil di bagian perut Sean. Jojo ingin menyentuhnya selesai ia memakaikan piyama rumah sakit Sean, tapi urung karena Jojo takut Sean akan tidak menyukainya. Jojo ingin menyentuh gundukan itu hanya sekedar untuk menyapa calon buah hatinya. Jojo ingin sekali melakukannya.

"Ngapain lo lihat-lihat perut gue? Lo mau ngeledekin gue karena perut gue aneh, ya?" tanya Sean tersinggung. Jojo buru-buru menggelengkan kepala sebagai jawabannya. Ia berpikir sepertinya Sean mulai salah paham.

"Nggak kok. Justru lo cowok hebat karena bisa ngelewatin semua ini. Semalam, gue sama Bruno panik banget pas tahu lo pingsan dan mimisan banyak banget. Tapi, sekarang gue senang lo udah baik-baik aja. Bruno barusaja balik buat persiapan berangkat sekolah. O
Kedua orang tua lo akan datang sebentar lagi." Jojo menceritakan panjang lebar tentang pengalamannya semalam ketika menemukan Sean. Ia juga memberitahukan pada Sean kalau sebentar lagi orang tua Sean akan datang.

Sean hanya diam. Jojo kemudian berbicara lagi sembari menatap bagian perut Sean.

"Boleh nggak gue nyentuh dedek bayinya?" tanya Jojo penuh harap. Ia ingin sekali menyentuh perut Sean sudah sejak pertama kali saat ia mengetahui Sean hamil. Akan tetapi, keinginan itu hanya bisa ditahannya saja karena Sean selalu saja menghindarinya.

Sean tidak memberikan jawaban, dengan gerakan cepat segera menutupi bagian perutnya sendiri untuk menghalangi Jojo agar tidak bisa menyentuh bagian perutnya.

"Kenapa nggak boleh?" tanya Jojo kecewa. Sean lagi-lagi tidak menjawab. Ia malah berbaring miring memunggungi Jojo dengan menahan airmatanya agar tidak terjatuh. Sean malu. Mereka berdua sama-sama lelaki, kenapa Sean terlihat berbeda. Kenapa Sean harus mengalami kehamilan seperti ini yang seharusnya dialami oleh seorang wanita, sementara Jojo menjadi lelaki normal seperti yang lainnya.

"Sean... Gue sayang sama dedek bayi. Ijinin gue buat nyentuh dia, ya?" ijin Jojo sekali lagi dengan nada sedih dan penuh harap.

Sean bergeming.

"Nggak boleh. Mending lo pergi deh. Gue lagi pengen sendiri," jawab Sean dingin.

"Pliss.. Sean.." Jojo berusaha memohon.

"Sekali gue bilang enggak ya enggak! Kenapa lo maksa banget sih. Lo sengaja mau ngeledekin gue 'kan karena perut gue mulai menggunduk kaya gini? Pasti di mata lo gue terlihat lucu dan aneh. Makanya lo mau nyentuh cuma sekedar mau ngetawain doang. Terus lo mikir gue adalah seorang homophobic yang udah kena kutukan. Seneng 'kan lo sekarang? Gue bilang lo pergi sekarang!! PERGI!!" ujar Sean tanpa memberi kesempatan Jojo untuk menjelaskan.

Sean lantas melempar bantal ke arah Jojo dengan cukup kesal. Jojo mengambil bantal itu dan meletakkannya kembali ke atas berangkar di dekat Sean, lalu melangkah lesu meninggalkan ruangan.

Di luar ruangan, Jojo duduk seorang diri di ruang tunggu dengan segala pemikirannya. Jojo merenung lama. Ia juga sempat berdo'a agar suatu waktu Tuhan berkenan melunakkan hati Sean. Jojo ingin terus bersama Sean. Berharap suatu saat nanti bisa membina keluarga kecilnya bersama Sean dan membesarkan buah hati mereka bersama-sama.

Di lain sisi, di dalam ruangan, sepertinya Sean mulai tertidur. Jojo lekas menghampirinya karena ia juga akan segera berangkat ke sekolah. Diambilnya bantal yang sempat dilempar Sean dan diletakkannya kembali di bawah kepala Sean dengan hati-hati. Jojo takut gerakannya akan membangunkannya.

Jojo menatap sedih Sean. Dengan segala ketulusan, dikecupnya kening Sean sebagai tanda sayang. Jojo tidak takut Sean terbangun dan marah lagi. Entah kenapa Jojo begitu yakin untuk melakukannya. Setelahnya, tangan kanannya terulur untuk meraba bagian perut Sean dimana calon bayinya berada. Jojo akhirnya bisa tersenyum dan bernapas lega.

Sesungguhnya, Sean hanya berpura-pura tidur. Ia tahu apa yang sedang Jojo lakukan padanya. Detak jantungnya berdegup kencang saat merasakan Jojo mengecup keningnya. Sean justru merasa nyaman saat merasakan Jojo menyentuh bagian perutnya.

"Selamat tidur Sean... Baik-baik sama dedek bayi, ya? Gue berangkat sekolah dulu. I love you. Gue sayang banget sama lo," katanya sambil mengecup kening Sean lama sekali lagi.

Sean nggak ngerti perasaan apa yang sedang dirasakannya saat ini. Waktu Jojo mengecup lama keningnya sembari mengucapkan cinta, Sean merasa nyaman dan begitu bahagia, tetapi entah kenapa terlalu sulit bagi Sean untuk mengatakan perasaan yang sama.

[]

Tbc

TEST_PACK [R18+] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang