18. BELAJAR MENERIMA KENYATAAN

20 1 0
                                    

hallo....

Kedua nya melihat ke arah kamar yang tak terlalu besar itu. Tak lama Ibu melirik sekilas wajah ayah yang terlihat sangat khawatir, "oke, Ibu setuju. Mungkin ini cara yang baik" Ucapnya dengan lirih, lalu kembali menatap kamar yang sepi itu.

Keesokan harinya ke 5 temannya datang berkunjung ke rumah Alea, namun saat ini lebih tepatnya rumah Dhilah. Tapi ternyata mereka tak berlima, namun ber - enam. Ya, ada Angkasa, Shaka, Mahen, Kelvin, Marvel, dan seorang dokter cantik yang biasa di panggil dengan sebutan, "psikolog".

Memang sebelumnya kedua orangtua Dhilah sudah bekerja sama dengan teman teman Dhilah. Ia membutuhkan bantuan dari mereka, terutama Shaka. Shaka sudah kenal dengan Dhilah sejak mereka masih kecil.

"Pagi Bu, Pak. Dimana pasien nya? bisa antar saya?" ucap seorang dokter cantik yang menggunakan jas putih.

"Eh iya, mari dok, saya antar" jawab Ibu dan di anggukan oleh dokter.

Kedua wanita itupun pergi menuju kamar Dhilah yang di ikuti oleh 6 pria di belakangnya. Saat ini terlihat Dhilah yang sedang melamun dengan menatap ke arah jendela, seperti sedang menunggu kepulangan seseorang. Dokter itupun masuk tak lupa ia mengetuk pintu terlebih dahulu.

Namun Dhilah tak menanggapi nya, ia berpikir itu adalah kedua orangtuanya yang sedang mengantarkan makanan, mungkin (?).

Perlahan lahan dokter itu menghampiri Dhilah dengan senyuman yang ia pasang di wajah cantiknya itu.

Dokter itu duduk di samping Dhilah yang saat ini sedang melamun, sangat terlihat di mata nya, bahwa pikiran nya saat ini sedang kacau, dan berisik, "halo, adik kecil...." sapa dokter cantik itu sembari tersenyum lebar.

Dhilah yang kaget mendengar suara itupun, menoleh dan dapat ia lihat saat ini di sampingnya ada seseorang yang memakai jas putih, dan bertulisan psychologist.

Kaget bukan main, Dhilah seketika diam mematung dengan kondisi melihat ke depan, ia berpikir mengapa ada seorang psikologi disini? siapa yang memanggil nya?

Namun belum sempat ia menanyakan nya dokter cantik itu sudah duluan memberitahu maksud ia datang ke rumah - nya, "dokter kesini pengen ketemu Dhilah, pengen berbagi cerita sama Dhilah"
"dokter juga pengen dengerin apasi masalah Dhilah? sampe sampe Dhilah jadi seperti ini? apa masalahnya terlalu berat untuk Dhilah?" dokter itu bertanya dengan sangat lembut, namun Dhilah tak langsung menjawabnya.

"Dhilah tipikal orang yang selalu mendam masalah sendirian ya?, jangan dong ga baik buat diri kamu" ucap dokter itu supaya Dhilah menceritakan masalahnya, walaupun hanya sedikit.

Dokter itu dengan sabar menunggu jawaban dari anak remaja cantik di depannya, ia menunggu nya dengan senyuman yang terus menempel pada wajah cantiknya itu.

Tak lama Dhilah mulai menaik - an kepalanya lagi, "Dhilah takut buat cerita masalah Dhilah selain ke Alea" ucapnya gemetar.

Namun dokter tak menyerah menanyakan keadaan Dhilah saat ini, supaya ia tau apa masalahnya, dan bagaimana cara mengobatinya.

Kini terlihat dokter itu berdiri dari duduknya, dan pergi menuju ke arah jendela yang terdapat di dalam kamar anak remaja itu, "Dhilah..." panggilannya untuk mengawali pembicaraan, "Dhilah, lihat langit itu"

Kini Dhilah beranjak menghampiri dimana dokter itu berdiri, sembari menunjuk ke arah langit indah, "cantik dok, sangat cantik" puji nya kepada langit, dengan tambahan senyuman indah yang terukir di wajahnya.

"jika saja, langit itu di temani oleh awan gelap, yang sangat gelap. Apakah itu masih akan terlihat sangat cantik?" tanya sang dokter, dengan perlahan menurunkan tangannya, "ga, itu akan terlihat kurang menarik, dan tak akan lama lagi akan menurunkan hujan. Tapi saat turun hujan, semua anak kecil akan terlihat sangat gembira," terlihat kini tatapan Dhilah terus tertuju pada langit.

"memang saat hujan turun, semua orang akan sangat gembira, tapi jika hujan itu di temani oleh petir apakah orang orang akan masih terlihat gembira, Dhilah?"

Dhilah menggeleng, "tidak, semua orang akan ketakutan"

"nah itu dia masalah nya"
"jika Dhilah, terus menerus memendam masalah, dan tak mau berbagi pada orang lain, itu akan membuat kepribadian Dhilah berubah drastis, dan akan membuat orang-orang takut untuk berteman dengan Dhilah. Saat Dhilah terus menerus menutup masalahnya dengan rapat, dan tak boleh seorangpun tau masalah Dhilah, itu sama saja Dhilah menimbulkan rasa mood yang tak akan pernah teratur,"
"seperti, akan lebih sering emosi, itu akan membuat Dhilah di jauhi oleh oranglain, dan mungkin orang-orang juga akan takut berteman dengan Dhilah" jelas panjang lebar dari sang dokter. Dan kini dokter cantik itu membalikan badannya, dan menatap tubuh Dhilah yang sudah mulai terlihat lemas, karena mungkin itu adalah efek dari ucapan yang barusan ia katakan.

Saat ini dokter tersenyum manis, dan sedikit membungkuk untuk menyamakan tinggi badannya dengan anak remaja di depan nya ini, "sudah tidak usah terlalu di pikirkan," tak lama dokter itupun memeluk erat tubuh Dhilah.

Dhilah hanya diam mematung, entah apa yang ia pikirkan, tetapi tiba tiba ia menangis, "dok.." panggilnya dengan nada lesuh yang datang bersamaan dengan tangis.

Dokter yang berada di depannya hanya tersenyum dan menaikanan alisnya, "Dhilah boleh cerita sedikit?" kini ucapan yang di tunggu tunggu oleh dokter pun akhirnya keluar dari mulut Dhilah, "tentu saja"

~~~~~~

Dia bercerita dari awal hingga akhir. Dokter hanya mengangguk atas cerita yang di lontarkan oleh Dhilah, "jadi... sekarang apa si yang di rasakan oleh Dhilah, setelah kepergian Alea?"

"..." ia diam sebentar untuk mengumpulkan keberanian nya, agar ia bisa bercerita lebih lanjut kepada dokter cantik di depannya, "semenjak kepergian Alea... Dhilah jadi merasa seperti mati, semua semangat Dhilah untuk hidup juga semakin berkurang, Dhilah merasa sudah tak ada alasan lagi untul Dhilah hidup (?)"

Dokter psikologi itu diam sejenak setelah mendengar perkataan Dhilah itu, sepenting itu kah Alea dalam hidup Dhilah (?), "Dhilah... meskipun Alea sudah pergi meninggalkan Dhilah untuk selamanya... tapi ingat, disini ada ayah, ibu, dan teman teman Dhilah yang selalu ada buat Dhilah. Coba bayangkan jika Dhilah pergi meninggalkan semuanya?, apakah Dhilah sanggup melihat mereka menangis?, terlebih lagi ayah, dan ibu?,"

Perkataan dokter berhasil membuat Dhilah diam, saat ini air mata sudah mulai berjatuhan ke pipi mulus Dhilah, "...."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


𓆩༺༻𓆪

𓆩༺༻𓆪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Oddities In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang