Penyakit Ayang

54 5 0
                                    

"Auuuh ..." keluh lelaki bening meratapi bakso bakarnya yang baru saja menggelinding. Dengan catatan: bakso ke tiganya.

"Nui, sial banget deh." Kawan-kawannya tidak ada rasa simpati sama sekali dengan peristiwa yang menimpa Nui.

>>××<<

"Oopss."

"Tisu tisu. Celana Nui kena es krim tuh." Si korban es krim menekuk wajahnya bukan karna bekas tumpahan yang kemungkinan membekas, namun karena satu suap es krim yang terbuang sia-sia.

>>××<<

"Ikan asam manisnya habis."

"Sup iga aja deh, bu."

"Waduh, itu juga habis."

"Bakso tulang rangu."

"Bentar." Si ibu pelayanan berteriak pada bagian dapur. "Bakso rangu masih, kang!?"

"Habis!!!"

"He-he-he bakso tulang rangu juga habis, mas." Nui menahan geramannya.

"Eerrggh yaudah nasi goreng. Gak mungkin nasi juga habis kan, bu. Kaya nggak niat jualan."

"Nui!" tegur salah seorang kawannya.

Meski ia juga sama kesalnya dengan Nui mengetahui menu-menu tadi sudah ludes.

"Ada ko, mas. Tenang."

"Es buah, bu."

"Es buah kosong."

"Buuu!!!!! aargh—"

"Nui! Nui! Sabar-sabar."

>>××<<

"Lho, tumben jam segini udah pulang, dek." Pelontar pertanyaan yang sedang bersantai di ruang tengah mengarahkan pandangan sesuai dengan berpindahnya sang target.

Pernyataan bagai angin lalu. Tipum abai total dengan keberadaan Tewan di sofa.

"Pum? Oi, dek Tipum!" Nol zero tidak ada tanggapan hanya suara bantingan pintu yang menggema. "Bukannya habis jajan sama gengnya dia happy. Kok malah jelek gitu."

Merasa tidak beres, ia segera mencari informasi A1.

Calling Gumawan.....

Tok tok tok

"Tipum, mas mau masuk." Tidak ada jawaban, tidak menghalangi Tewan untuk tetap masuk kamar tersebut.

"Ekhm."

Masih tidak ada respons.

"Tipum ... kenapa cemberut gitu. Cerita sama mas dulu." Secara perlahan ia mendekati Tipum yang murung di ranjang.

"Jangan deket-deket, mas. Aku nggak suka!"

"Heeh, kok gitu sih?"

"Jangan ya jangan pokoknya."

"Mas dikasih penjelasan dulu biar paham."

Tipum bergerak tak nyaman dalam posisinya. Tewan itu ... bukannya emosi dengan tingkah tidak jelas Tipum, tapi malah dengan halus meminta penjelasan. Mana bisa Tipum jika dibegitukan.

"Mas dengerin apapun itu."

Tipum akhirnya buka suara. Ia sebal dengan harinya yang terasa sial. Parahnya ia berspekulasi jika kesialan-kesialan yang menimpa dirinya adalah akibat terlalu sering bergaul dengan Tewan. Tidak ada yang heran jika Tewan tertimpa kesialan bahkan hal remeh, namun kalau menimpa Tipum? Bahkan tidak hanya sekali, tapi seharian. Hari yang seharusnya membuat dirinya senang justru membuat dirinya sebal.

"Aha-ha-ha astaga."

"Ketawa kamu, mas."

"Aduh-aduh, maafin mas. Habisnya lucu banget kamu."

"Nggak lucu sama sekali!"

"Jadi ceritanya kamu nggak mau deket-deket mas lagi biar ilang sialnya?" Melihat Tewan yang masih berusaha menahan tawanya hanya membuat Tipum makin sebal. "Jangan cemberut, dong."

*cup

Tipum langsung mendorong lelaki suka nyosor itu.

"Bukan salah mas, lho." Tewan terkekeh.

"Terus salah aku!?"

"Ya enggak. Anggap aja hari ini bukan harimu. Masih ada besok dan besoknya lagi."

"Tapi aku tetep sebel."

"Jangan gemes-gemes gini. Mas nggak tahan."

"Bodo amat. Jauh-jauh sana." Tipum mendorong Tewan lebih jauh darinya.

"Mas biarin kamu ngadem dulu, deh. Mas ada di ruang tengah, ya."

"Hmm."

Tamat, tapi...

(Opsional) MATURE CONTENT - KONTEN DEWASA

Tangan Tipum lantas ditangkap oleh Tewan. Bibirnya tampak tersenyum normal, tapi bagi Tipum itu bukan hal normal.

"Masss, nggak mau. Aku baru marah, lho."

"Mas bilang jangan gemes-gemes makanya." Secepat kilat Tewan sudah mengukung Tipum di bawahnya.

Tipum masih berusaha melepas diri, namun usahanya tak bertahan lama. Sudah dibilang jika Tewan itu suka nyosor. Sekarang ia sedang meraup bibir Tipum habis-habisan. Seperti tidak ikhlas ada udara terselip diantara mereka. Jika saja Tipum tidak mendorong Tewan untuk bernapas, mungkin ia bisa pingsan. Tak berhenti di sana untuk menunggu Tipum bernapas, Tewan menjelajahi leher putih itu.

"N–no kiss mark, Te."

"Sure." Tewan menepati janjinya.

Tidak ada kiss mark di area leher Tipum, namun ia membabo buta memberi kiss mark penuh di dada Tipum.

"Aku tahu terkadang kau memakai nip patch," goda Tewan pada Tipum.

"Salah siapa, bastard." Tipum menduga jika Tewan memiliki fetish terhadap dadanya, terlebih pada putingnya. "Shit!" Ia menggelinjang dengan permainan lidah Tewan di sekitar areolanya.

"You might produce milk at this rate." Mulutnya tak tinggal diam begitu pula tangannya.

Tewan bersyukur jika Tipum jarang mengenakan celana ketat, apabila tidak ia pasti sedang kesusahan untuk melepas kain yang menutup tubuh bagian bawah Tipum. Tiada akhir, Tewan mengagumi keindahan tubuh Tipum. Jika dulunya ia jatuh hati karena perasaan nyaman, sekarang ia tanpa malu akan mendeklarasikan bahwa dirinya mencintai Tipum karena tubuhnya. Sudah pasti ia mendapat pukulan dari Tipum ketika mengatakan hal itu.

"Ghost, Tipum you're so hot."

"Bacot, Te. Cepat selesaikan."

"So eager. Where's your manner, hm? Not calling me 'mas'."

"You ain't my brother."

Just in case orang-orang perlu diingatkan tentang "you're kittypoom is dead". Sekarang di bawah Tewan hanya ada naughtypoom yang terus berusaha menggoda miliknya.

"Aku masuk."

"Yes, daddy."

"Fuck, bukankah belum lama kita melakukan ini? You're so tight, Tipum."

"Lagi, Te. Deeper." Suara desah saling bersautan bagai lagu yang mengiringi kegiatan mereka.

Tewan tak akan tinggal diam jika Tipum sudah bertingkah binal seperti ini. Tubuh mereka berdinamika seakan keduanya ditakdirkan untuk hal itu. Tewan hafal di luar kepala bagaimana tubuh Tipum, setiap titik, setiap inci tubuh Tipum.

"Ready to get pregnant, Dear."

"Shit! Shit! Don't stop, faster—"

They come together.

"I love you."

"Love you too, Te."

Tamat

Waduh. Kalian pernah gak sih nulis/baca pas baru adegan "itu", tapi trus ditinggal-tinggal. It's me. Jadi kalau awkward atau aneh ya begitulah.

Beribu Alasan (TayNew) kumpulan oneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang