1 𓄿

3 1 0
                                    

[ℭ𝔥𝔞𝔭𝔱𝔢𝔯 𝟙]


𝕿aman dengan hamparan bunga Edelweis yang mekar. Warna putihnya terlintas tergambar pada pupil Karen yang senantiasa memandanginya tanpa menoleh sedikitpun. Hingga melewati pepohonan yang menjulang tinggi ke langit, dengan daunnya yang rimbun.

Sorot mata Luc tertuju pada bunga berwarna putih yang menunduk, diantara banyaknya pohon di sampingnya. Dia yang mencolok bagi mata Luc. Kelopaknya yang berwarna putih mendayu-dayu di terpa oleh angin semerbak, yang juga di rasakan oleh dedaunan di pepohonan.

Sekilas terlihat sosok berjubah hitam bersembunyi di dekat pepohonan. Yang kemudian menghilang, begitu saja. Luc tak tau, ia memperhatikan awan gelap yang sebentar lagi akan hujan. Di tambah dengan gemuruh awan yang kian menggelap.

♬♩○○♩♬ •

Sebuah ruangan yang bercahaya kan kayu bakar, menghangatkan sekelompok orang-orang yang berada di dalamnya. Seorang wanita dengan senyuman yang menghiasi wajah keriputnya, yang tak lain adalah kepala sekolah.

Kepalanya menunduk. Dan tangannya yang senantiasa membalik halaman kertas yang berada di meja kerjanya.

Wanita itu mendongak, menatap ke tiga orang yang berada di depannya, "Lucius sebuah nama yang unik. Karen," Pujinya masih dengan senyum yang melekat pada wajahnya.

Karen tersenyum hangat, "terimakasih," Balasnya.

Wanita itu sedikit menatap Luc dengan lekat, "kalau begitu, mari pilih tongkat mu," Ujarnya mengeluarkan beberapa kotak yang berisi tongkat sihir di dalamnya.

"Pilih mana saja yang kau suka," Sambungnya, mempersilahkan Luc.

Dengan jeli Lucius melihat satu-persatu tongkat yang berada di hadapannya. Sorot matanya tertuju pada tongkat yang berada di pinggir dengan warna hitam pekat dan warna merah menyala sebagai hiasan pada pegangan tongkat itu.

Ia mengambil tongkat itu. Seketika cahaya putih cerah terpancar ketika Lucius memegangnya. Semua orang tercengang dengan cahaya itu. Yang lama kelamaan meredup. Tergantikan dengan cahaya hitam yang kian memudar. Lucius masih memegangnya. Sepertinya Luc suka dengan itu.

Kepala sekolah terdiam sejenak, "sangat jarang, bahkan hampir tak pernah. Tongkat memancarkan cahaya hitam," Timpalnya.

"Apakah itu buruk?." Tanya Luc mendengar ucapan wanita itu.

"Tidak, hanya sangat jarang," Ujarnya kemudian bangun dari duduknya menuju ke arah Luc, "mari kita lihat. Buka mulutmu," Titahnya, Luc membuka mulutnya, kemudian wanita itu berganti ke telinga Luc yang mulai memanjang sedikit.

"Sepertinya kau adalah Elf Lucius," Ujarnya, seketika membuat orang tua Luc di belakang saling berpelukan bahagia. "Dan kau masuk asrama Percival. Asrama untuk pada Elf," Sambungnya.

Lucius hanya diam, tak tau apa yang sedang di maksud, Elf? Mahluk apa itu?. Kira-kira itulah yang dipikirkan oleh Luc di benaknya.

"Oh benar!. Tolong ucapkan Ophoile, untuk mengetes apakah tongkat itu bekerja dengan pemiliknya," Titahnya.

Lucius mengambil tongkat nya lalu mengucapkan mantra tersebut, "Ophoile!, " Ucap Luc, kemudian terbentuklah asap hitam tebal. Membentuk seekor burung gagak dengan netra merahnya menatap Luc lekat tanpa memalingkan pandangan nya, hingga wajah Luc terukir pada bola matanya.

𝕯𝖊𝖛𝖆𝖓𝖔 𝕷𝖚𝖈𝖎𝖚𝖘 || 𝙾𝚗 𝙶𝚘𝚒𝚗𝚐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang