2 𓄿

3 1 0
                                    


[𝕮𝖍𝖆𝖕𝖙𝖊𝖗 𝟚]

𝕾epatu yang di hentak kan ke lantai. Membuat suaranya agak kencang, dari seorang laki-laki yang berjalan di Koridor menuju jalan kamar mandi pria dengan langkah yang keras.

Melewati pilar-pilar yang berjejer dengan pembatas di setiap sisinya. Dengan pemandangan yang cukup indah. Dengan danau dan hutan-hutan yang gelap.

Banyak murid-murid yang berlalu lalang. Juga beberapa yang sedikit berbincang ringan bersandar pada pilar-pilar dan pembatas yang mereka duduki.

Entah kenapa mereka tidak terjatuh darinya.

Sampai pada tempat tujuan Lucius. Kamar mandi. Ia memasuki salah satu ruang yang tak terkunci, melakukan kegiatannya di dalam. Setelah selesai ia keluar lalu mencuci tangannya.

Saat ingin keluar ia merasakan hawa tak mengenakan dari sudut kamar mandi. Perlahan Lucius menoleh ke arahnya, mendapati sosok dengan bayangan hitam mengelilingi dirinya.

Perlahan sosok itu mendekati Lucius yang membatu. Bayangan yang menyelimuti nya perlahan menghilang menunjukkan wajah seorang anak laki-laki beserta kawan-kawan nya, yang entah datang dari mana.

Lucius sedikit memundurkan dirinya. "Hei. Kau," Panggilnya dengan menunjuk Lucius yang masih membatu di tempat. Lucius tak menjawab hanya memandanginya yang kian lama semakin mendekat.

Sebuah senyuman kecil terukir di wajah putihnya, orang itu semakin mendekat, mengarah pada Lucius. "Kau murid baru yang datang pagi tadi?." Tanyanya yang kini hanya di balas anggukkan oleh Lucius.

Orang itu menyilangkan tangannya di depan dada. Menatap Lucius dari bawah hingga atas. "Devano Lucius," Ucapnya berjalan mengelilingi Lucius dengan mata yang senantiasa memandanginya. "Anak aneh yang membunuh teman sekelasnya," Lanjutnya bersandar pada wastafel. "Dia kakak kelas," Timpal Lucius, meliriknya tajam.

Orang itu sedikit berhenti ketika berada di belakang Lucius lalu kembali berjalan mengarah pada orang yang masih membatu, entah kenapa rasanya sangat sulit untuk bergerak sekarang. "Perkenalkan nama ku Darren Valerian. Senang bertemu," Ujarnya mengajukan tangannya, untuk bersalaman.

Lucius 'tak meraihnya, ia memilih untuk pergi meninggalkan nya dan teman-temannya, mengarah pada pintu kamar mandi untuk keluar. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Darren dari belakangnya. "Aku tidak suka di abaikan kau tau?." Katanya. "Maka dari itu aku akan membuat mu tidak akan mengabaikan ku lagi. Ingat itu," Lanjutnya menuju teman-temannya yang masih berada di sudut kamar mandi. Kemudian menghilang dengan asap hitam tebal yang datang mengelilingi tubuh Lucius.

Lucius menatap nya bingung. Inikah sihir? Tanya Lucius pada dirinya sendiri. Menarik. Batinnya, berjalan cepat keluar dari kamar mandi.

♬♩○○♩♬ •

Malam itu bulan yang membulat sempurna terukir di bola mata indah Lucius yang berwarna hitam pekat, yang tak henti-hentinya memandangi bulan yang bersinar di malam itu.

Cahaya yang di pancarkan oleh sang surya yang telah tenggelam mengenai bulan gelap yang kemudian memancarkan cahayanya tepat pada bola mata Lucius. Sesekali ia mengedipkan kelopak matanya lalu kembali menatap bulan di hadapannya. Walau ia tau jaraknya itu sangat lah jauh.

Hanya bulan yang berhasil membuat Lucius nyaman pada setiap kondisi.

Suara decitan pintu berhasil membuat Lucius mengalihkan pandangannya dari sang Rembulan. Menatap ke arah pintu kamar yang terbuka, menampilkan sosok anak laki-laki dengan surai hitam agak kecoklatan. Masuk ke dalam, berniat untuk tidur karena sudah malam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝕯𝖊𝖛𝖆𝖓𝖔 𝕷𝖚𝖈𝖎𝖚𝖘 || 𝙾𝚗 𝙶𝚘𝚒𝚗𝚐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang