02

6 0 1
                                    

Ketika terbangun, Ray berdesis ingin beranjak tetapi pegal, nyeri, dan seperti remuk. Buktinya, kembali meringkuk sesekali berguling.

Baru ingat, ini berada di kos Bryan, sedangkan si pemilik kos lenyap entah ke mana. Ah iya, Bryan memiliki pekerjaan. Berbanding terbalik dengan dirinya, memilih di rumah, dan bisa saja bekerja freelance tanpa identitas.

Ray mendadak termenung, memikirkan apa yang terjadi. Tak mengira akan ikut terjerumus hubungan tabu ini. Bahkan, menjadi pihak bawah untuk Bryan.

"Pastinya bermasalah."

Sementara itu, Bryan sengaja tidak membangunkan Ray karena tahu masih lelah setelah melayaninya.

Soal penyimpangan seksualitasnya, Bryan selalu memendam sendiri. Tak pernah diketahui oleh orang tuanya, bahkan siapapun yang mengenalnya.

Berhasil tertarik dan menemukan orang yang sesuai, itu adalah Ray. Masih tak habis pikir, berawal menganganggap sebagai kakak, berakhir menjadi ketertarikan lain.

"Baru sebentar, padahal bisa bertemu dengan mudah. Tetap saja nggak puas." Bryan kesal sendiri, mendadak jadi nafsuan sekali dengan Ray.

Ray akhirnya bisa beranjak untuk membersihkan diri, kembali termenung karena hal lain. Ya, orang tuanya kembali menghubungi dan menanyakan dirinya apakah sungguhan tak ingin ikut pindah.

"Kenapa?"

Ray tidak menggubris, bahkan bergeming ketika Bryan kembali memeluk posesif.

Bryan mendengkus, karena diabaikan. Akhirnya, memilih menikmati—mendusel dan menghirup aroma khas dari tubuh Ray.

Ray kembali abai, tetapi terusik saat mendapatkan pesan singkat. 

Kali ini Bryan berhasil mengintip. Detik itu juga, tidak rela bila Ray meninggalkannya.

"Aku tau ini bermasalah."

"Kau yang memulai." Akhirnya, Ray mau merespon.

"Mungkin sulit dan ya akhirnya harus menerima, tapi …." Bryan melirik intens Ray. "Aku penasaran, kau terpaksa atau memang sama denganku?"

Ray kembali diam.

Tidak disangka, orang tua mereka berdua muncul. Sama-sama memicu konflik karena tak habis pikir anak mereka malah menjalin hubungan tabu.

"Aku yang memulai, bukan anakmu." Bryan mengakui.

Benar, Ray dibawa untuk ikut pindah. Sedangkan Bryan memang harus bisa menerima, dan berusaha kembali normal. Walau sulit, bahkan orang tuanya menyarankan untuk berobat.

Ray memang diam karena malas berdebat, pada dasarnya memang tak memulai masalah, dan terbiasa abai dalam hal apapun.

Bahkan, memilih mengurung diri. Namun, orang tuanya menganggap dirinya emosi karena dipisahkan dari Bryan.

"Kenapa kau begitu, Nak?"

"Aku tidak begitu." Ray membantah dengan lantang. "Justru dia yang seksualitasnya lain, dan aku di sini sebagai korban. Aku tak mengerti setelah masalah itu selesai, dia mengutarakan dan melakukan itu padaku."

"Kau pi-pihak ba—"

"Ya." Setelahnya, Ray kembali ke kamar.

Di sisi lain, Bryan masih memilih tinggal sendiri. Hanya akan pulang, bila dijadwalkan untuk berobat.

"Jadi?"

Bryan menarik napas sejenak. "Awalnya aku menganggap rasa itu, sebagai kakak. Mengingat, Ray itu lebih tua dariku. Ya, aku senang dan nyaman, meskipun dia sikapnya abai padaku, tapi perlakuannya itu membuatku tertarik dan nggak mau menjauh darinya. Aku tau ini salah."

Suddenly (Drabble)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang