ㅤ ㅤㅤ ㅤ𝗽𝗲𝗿𝗺𝗶𝘁𝘀

179 155 91
                                    

"Orang tua gue nggak bisa dihubungi, jadi kayaknya gue bakal izin ke Tuan dan Nyonya Matsuda," Noah menjelaskan dengan nada serius.

Januar langsung bersorak kecil, "Nice! Berarti kalau mereka ngasih lampu hijau, udah ada dua orang yang bakalan join!"

Jaden berujar sambil mengusap dagunya, "Eh, kenapa nggak sekalian aja kita semua bilang ke orang tua kita, kita bakal cabut... hmm, bentar, ini hari apa, sih?"

Eric menjawab santai, "Minggu, Den. Santai banget, kan."

Jaden kemudian mengusulkan, "Kalau gitu, gimana kalau kita bilang mau cabut Selasa terus baliknya Selasa depan? Jadi kesannya kayak liburan singkat gitu, nggak berlebihan, kan?"

Mereka semua saling bertukar pandang, memastikan tidak ada yang keberatan. Masing-masing wajah menyiratkan ekspresi penuh harapan bercampur gugup, seolah-olah mereka tahu ini mungkin ide brilian, atau sebaliknya, rencana paling konyol yang pernah mereka buat.

Begitu tidak ada yang angkat tangan untuk protes, Davin dengan senyum lebar berkata, "Oke, kalau nggak ada yang menolak, berarti kita jalanin aja sesuai rencana Jaden. Gimana, setuju?"

Delapan kepala mengangguk penuh semangat, seakan sebuah perjanjian tak tertulis baru saja ditandatangani. Shaga dengan gerakan penuh percaya diri lalu memimpin rombongan kecil itu keluar dari kamarnya menuju pintu depan.

"Alright, kita tinggal stand by di grup aja ya. Info lengkapnya drop di situ," Johan menegaskan, memastikan semuanya satu frekuensi.

Hangga menimpali, "Eh guys, kalian ajak yang lain juga! Semakin rame, makin pecah vibe-nya, kan?"

Januar tiba-tiba melontarkan, "Tapi seriusan ya, kalo sampe ada yang beneran diculik hantu, alien, atau makhluk random gitu, gue nggak ikutan nanggung, ya. Gue fix langsung manggil media, biar cepet viral!"

Tawa mereka pecah seketika, membayangkan skenario absurd itu. Axel, yang jago bikin punchline, berceletuk, "Asli, bro. Gue bisa jadi produser dadakan, bikin film horor based on true story. Langsung meledak dan trending berhari-hari, trust me!"

Eric, yang selalu punya otak logis tapi juga drama, angkat bahu santai, "Gue tuh nggak takut sama hantu, tapi lo tau yang bikin parno? Kalo sinyal HP tiba-tiba drop saat momen paling krusial. Asli, itu sih horor!"

Johan ikut ketawa sambil menggeleng-geleng, "Bener lagi! Bayangin, lo lagi duduk sendirian di ujung lorong gelap, sinyal nggak ada, terus tiba-tiba dari belakang lo ada suara... 'sreeek!' Auto lempar HP sambil loncat dari jendela tanpa mikir, sih."

Obrolan terus mengalir riuh rendah, dipenuhi canda dan tawa. Di tengah antusiasme itu, Shaga menyadari betapa anehnya rasa hangat yang menyelinap di dadanya. Musim panas esok, entah akan menjadi petualangan yang luar biasa atau penuh kekacauan tak terduga, dia tahu, mereka semua akan mengingatnya selamanya.

━━━━━━━━ 🏚 ━━━━━━━━

Setelah berinteraksi dengan teman-temannya, Shaga dan Noah melangkah pulang ke rumah. Mereka menemui ibu Shaga, Sakura, tengah asyik berkutat di dapur. Shaga menutup pintu dengan lembut, matanya bertemu dengan Noah dan mereka saling bertukar pandang, seolah mengisyaratkan berbagai hal tak terucap.

Sakura yang sedang membolak-balik halaman buku masak dengan seksama, akhirnya menoleh ke arah mereka.

"Tentang apa itu. Sayang?"

"Teman-temanku berencana pergi berkemah selama seminggu, dan itu dimulai pada hari Selasa. Mereka penasaran apakah aku dan Noah bisa pergi atau tidak," tutur Shaga.

⨾ ⠀𝐂𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀 𝐍𝐎𝐂𝐓𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang