2

316 18 4
                                    

TW // suicide, death, selfharming

---

Bali, Indonesia

Speedometer mobil honda civic yang sedang dikendarai oleh seorang perempuan menunjukkan angka 140 km/jam. Mobil kecil itu dengan lihai membelah jalan raya Kecamatan Bangli yang gelap karena jarangnya lampu jalan. Hanya sedikit kendaraan yang berpapasan dengan mobil itu, tetapi pengendara yang berpapasan dengan mobil tersebut pasti men-judge pengendara mobil tersebut sudah kehilangan kewarasannya.

Pengendara itu adalah Caca. Perempuan itu ingin mengusir segala suara yang ada di kepalanya. Ia mencengkram kemudi dengan erat dan menekan pedal gas kuat-kuat untuk meredam segala emosi yang ingin meledak. Dirinya ingin terus menambah kecepatan mobilnya sampai maksimal tanpa takut menabrak pengendara lain ataupun jatuh ke jurang yang ada di samping kanan dan kiri jalan raya.

Setelah 45 menit mobilnya menari-nari di jalanan, Caca akhirnya menekan pedal rem dan mengubah posisi tuasnya menjadi netral. Ia mengatur napasnya yang sedari tadi tidak beraturan, kemudian menarik tuas rem tangan untuk memastikan mobilnya benar benar berhenti.

Warna oranye sorotan lampu di dermaga yang ada di atasnya menyorot wajah Caca. Jaket kulit berwana hitam yang dipakai Caca membuat wajah putih miliknya sangat terlihat. Wajah cantiknya malam ini terlihat sangat-sangat berantakan. Pipi Caca masih basah dan lengket akibat air mata yang mengering dengan sendirinya. Bibirnya pucat kering tanpa olesan pewarna bibir. Rambut perempuan tersebut pun terurai berantakan.

Caca terdiam melihat derasnya ombak air laut yang berbenturan dengan dinding dermaga. Ia dapat melihat dengan jelas buih air laut yang berpencar akibat pecahan ombak. Buih-buih berwarna putih tersebut saling menjauh hingga akhirnya kembali bersatu dengan air laut. Suara ombak yang masuk ke kedua telinga Caca membuat emosi yang ditahannya mulai mereda.

---

"Kakak tau nggak persamaan kakak sama suara ombak?" Tanya Ziva tiba-tiba. Ia mengalihkan perhatiannya dari air laut ke arah Caca yang berdiri di sampingnya sambil memegang segelas kopi.

Caca menoleh pada adiknya itu, ia memiringkan kepalanya dan mengangkat sebelah alisnya, "Nggak. Apa emang, de?"

Ziva tertawa, perempuan itu kembali memberikan atensinya pada gulungan ombak air laut di depan mereka. "Kakak sama suara ombak tuh sama... Sama-sama suka bikin dede tenang. Dede nggak takut sama banyak hal karena dede tau, dede punya kakak yang sayang banget sama dede dan akan selalu lindungin dede. Setiap dede khawatirin satu hal, kakak pasti ngomong 'Dede tenang aja, ya. Kan ada kakak'. Kalimat kakak yang satu itu kayak mantra, ajaib banget selalu bisa nenangin dede."

Caca tersenyum mendengar penjelasan adiknya itu. Ia terharu sekaligus senang mendengar adiknya yang pendiam dan tidak banyak bicara justru dengan lancar mengutarakan perasaannya kepada Caca. Caca menggeser tubuhnya ke kanan, ia mempersempit jarak antara dirinya dengan Ziva. Tangan kanan Caca meraih pundak Ziva untuk ia rangkul, sedang tangan kirinya ia pakai untuk meneguk segelas kopi demi menghindari butir air yang jatuh dari kelopak matanya.

---

Caca membuang nafasnya kasar. Ia menelan ludahnya. "Maafin kakak ya, de. Ternyata kakak nggak selalu bisa lindungin dede."

Memori tentang adiknya memenuhi kepala Caca sekarang. Caca dapat merasakan aliran darahnya yang menaik dan menumpuk di kepala. Emosinya memuncak. Perasaan kesal dan benci terhadap dirinya sendiri yang sudah habis-habisan ia buang pun muncul kembali. Ia marah, marah terhadap banyak hal, termasuk kepada dirinya sendiri.

Perempuan itu tertawa miris, ia mengubah posisi rem tangan, kemudian memindahkan tuas dari N menjadi D1. Pelan-pelan Caca mengangkat kakinya dari pedal rem, kemudian menginjak pedal gas. Dengan perlahan, semakin dekat dengan perbatasan antara air laut dan dermaga, tuasnya ia ubah lagi menjadi D2, dan semakin lama menjadi D3. Mobil yang dikendarai oleh Caca sudah siap melompati dermaga menuju air laut, hingga-

"Berhenti!" Seorang perempuan menahan laju mobil Caca dengan kedua tangannya. Caca yang kaget melihat sosok perempuan tersebut pun sempat mengangkan kakinya dari pedal gas. Tetapi ia kembali menekan pedal gas dengan lebih kuat setelah tahu bahwa perempuan tersebut menghalangi rencananya.

"Berhenti! Tolong jangan bunuh diri! " Teriak perempuan tersebut memacu emosi Caca. Caca masih dengan kuat menekan pedal gas, berusaha membuat mobilnya melaju. Begitu juga dengan perempuan di depannya yang malah semakin kuat menahan mobil Caca.

"Tolong berhenti. Saya mohon berhenti" Lagi, teriak perempuan tersebut membuat Caca semakin marah. Ia mulai menangis sambil terus menginjak pedal gas. Namun, perempuan yang mencegah Caca juga tidak melepaskan tangannya dari mobil Caca.

"Please..." Teriak perempuan tersebut lirih. Caca dapat melihat wajah perempuan tersebut tak sekuat tadi. Suara perempuan itu juga melemah, tidak sekeras tadi. Caca yang melihat pemandangan yang ada di depannya itu malah mengendurkan injakannya pada pegal gas, ia segera memindahkan kakinya dan menginjak pedal rem. Setelah mobilnya benar-benar berhenti, Caca memindahkan tugas menjadi netral dan menarik rem tangan.

"Arrgghhh!" Teriak Caca sambil menangis. Ia memukul stir mobilnya dengan kencang.

Sedang perempuan di depannya itu membuang nafas lega melihat Caca membatalkan niatnya untuk menenggelamkan dirinya sendiri bersama mobilnya.

---

to be continue

HUFT WKWKWK, beneran draining banget ya nulis adegan berbahaya kayak gini T.T

makasih udah baca yaa<3

EROS - Summerz [ON GOING] / NCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang