Wisuda merupakan momen penting dan berharga bagi para siswa yang telah lama mengenyam pendidikan. 3 tahun telah berakhir dan kini para siswa SMP Negeri 127 Jakarta angkatan 2023 harus berpisah untuk memasuki tingkat sekolah yang lebih tinggi.
Alfa Danendra merupakan putra dari 2 bersaudara dan ayahnya adalah seorang pekerja tenaga honorer di instansi pemerintah.
Memiliki tubuh atletis dan wajah yang manis membuat para siswi begitu tertarik padanya.
Walaupun sifatnya polos tapi ia merupakan andalan bagi teman - teman sekelasnya saat pelajaran matematika.
"Rencananya lu mau masuk SMA mana Fa?" Tanya Hanif teman sekelasnya.
"Entahlah, gue sih pengennya masuk negeri." Jawab Alfa.
"SMK aja Fa, biar bisa langsung kerja." Kata Bayu menyarankan.
"Emang gue maunya juga begitu." Balas Alfa.
"Alfa, ayo pulang yuk! Bunda mau masak nih, sebentar lagi Radit pulang." Kata ibunya yang menghampirinya.
Lantas Alfa langsung menuruti ajakan ibunya tersebut.
"Gue duluan ya!" Kata Alfa sambil melambaikan tangannya.
"Iya Fa, jangan lupa sering kontakan." Kata Hanif dan tampak Alfa mengacungkan jempolnya sambil melangkah.
Sesampainya di rumah tiba - tiba seorang pria datang membawa seragam sekolah yang masih terbungkus plastik seperti habis di laundry.
"Permisi bu, saya mau antar seragam sekolah untuk Alfa Danendra."
"Oh, udah dateng ya?"
"Seragam apa bun?"
"Seragam sekolah kamu lah." Jawab ibunya membuat Alfa tampak bingung.
"Kalau begitu saya permisi, selamat siang."
Lantas pria itu langsung masuk ke dalam mobil dan lekas pergi.
"Sekolah Tinggi Publik Jakarta."
Alfa membaca bed yang terjahit rapih di almamaternya.
"Coba kamu cobain dulu itu, kebesaran apa enggak?" Suruh ibunya.
Lantas Alfa langsung membuka bajunya untuk mencoba seragam sekolah yang akan ia pakai nanti.
"Ini seragam apa bun? SMA?"
"Ya iyalah. Ayah daftarin kamu ke sekolah khusus anak - anak pemda, jadi nanti yang sekolah disana itu anak - anak pegawai semua."
"Pegawai? Tapi kan ayah cuma tenaga honorer bun."
"Iya, tapi disana kan juga ada kelas untuk anak - anak honorer."
"Gratis bun?"
"Ya gratis lah, sekolah pemerintah masa bayar? Gimana sih kamu?"
Memang seragam tersebut tampak sangat bagus seperti seragam dari sekolah mahal terlebih lagi tubuh Alfa yang terbilang atletis membuat penampilannya terlihat tampan.
"Udah ganti baju sana, taruh di lemari." Suruh ibunya.
Lantas Alfa langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya.
"Hhhh."
Alfa mendesah tanda bahwa ia sedang bingung. Ia lantas mencoba mencari tahu tentang sekolah barunya itu di internet.
"Sekolah terbaik di Jakarta."
"Pengen banget anak masuk sekolah sana, tapi sayang suami kerja di swasta."
"Beruntung banget yang bisa sekolah disana."
"Fasilitas lengkap dan tenaga pengajarnya juga lulusan terbaik. The best lah."
"Sekolah elite, fasilitas lengkap, siswa - siswanya juga pada ganteng dan cantik."
"Ini sekolah negeri atau swasta ya?"
"Sekolah negeri rasa internasional."
Ulasan - ulasan tentang sekolah tersebut membuat Alfa membesarkan matanya seraya terkejut dan tak percaya.
"Beneran ini?" Tanyanya sambil terus menggeser layarnya untuk mendapatkan informasi tentang sekolahnya.
"Banyak yang pengen masuk sekolah sini tapi harus punya koneksi."
"Good!"
Suara ketikan keyboard terdengar menggema di dalam ruangan bimbingan konseling.
"Kamu gak mau ngomong Aksa?"
Pertanyaan seorang guru bimbingan kepadanya sama sekali tak di hiraukan olehnya. Siswa laki - laki itu sibuk memainkan ponselnya yang bernilai belasan juta tersebut.
Aksa Amartya, merupakan siswa dari kelas kehormatan lantaran ayahnya adalah seorang gubernur.
Wajahnya yang datar dan sikapnya yang dingin membuat para siswa takut padanya.
Di tambah lagi parasnya yang rupawan bak karakter komik yang hidup dan selalu mendapat peringkat teratas karena otaknya yang pintar.
"Kamu pikir mentang - mentang ayah kamu pejabat kamu bisa seenaknya melakukan bullying?"
"Hhhh." Aksa mendesah karena merasa lelah.
"Memangnya bapak ada bukti kalau saya melakukan bullying terhadap anak - anak kelas PJLP? Hm?" Jawab Aksa dengan santai.
"Saya cuma kasih peringatan ke mereka itu aja." Lanjutnya.
"Peringatan? Peringatan macam apa sampai mereka harus nyebur ke kolam renang?"
Semakin lama emosinya semakin memuncak. Ada rasa ingin mengeluarkan umpatan namun Aksa memilih untuk menahannya dan menatapnya dengan sorot mata yang tajam.
Namun entah apa yang terjadi tiba - tiba saja Aksa malah mengendus dan tertawa.
"Heh! Kenapa kamu ketawa?"
"Bapak mau buktiin kalau saya yang salah? Silakan saja." Jawab Aksa sambil tersenyum.
Tiba - tiba saja seorang staff tata usaha masuk dan langsung menghampirinya. Entah apa yang ia sampaikan lewat bisikannya mata guru itu langsung membesar.
"Sekarang bapak sudah tahu kan siapa yang salah? Bapak ini terlalu menganggap enteng koneksi seorang pejabat."
Lantas pria itu hanya bisa mengendus seraya tak percaya dengan kekuatan koneksi yang Aksa punya.
"Saya dengar istri bapak sedang mencalonkan diri untuk menjadi Kepala Unit Suku Badan Pajak. Apa bapak mau saya rekomendasikan ke ayah saya untuk mengangkat istri bapak langsung tanpa perlu ikut ujian?"
Mendengar perkataannya yang terdengar seperti sedang merendahkan dan menjatuhkan harga dirinya pria itu hanya bisa mengepalkan tangannya.
"Ini kesempatan eksklusif untuk bapak, ada begitu banyak orang yang ingin bertemu dengan ayah saya hanya untuk minta naikkan jabatan mereka di kantor. Jadi bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tally
Teen FictionSekolah Tinggi Publik merupakan sekolah yang di bangun oleh pemerintah khusus untuk anak - anak yang orang tuanya bekerja di lingkungan pemerintah. Alfa terpaksa masuk ke sekolah Tinggi Publik karena keinginan sang ayah agar keluarganya bisa di pand...