Kegaduhan

1K 269 243
                                    

Pada hari Sabtu yang panas ini, terlihat beberapa pemuda sibuk mengangkut barang-barang dari dalam mobil kontainer ke dalam rumah tumbuh yang berukuran kecil namun terlihat elegan. Di halaman rumah itu, seorang pria gagah berdiri, dan pandangannya terus memperhatikan gerak-gerik para pemuda dari agen pindah rumah. Ia khawatir barang-barangnya akan jatuh dan rusak, itulah mengapa ia terus mengawasinya.

Sedari tadi, para ibu-ibu tetangga terus melontarkan pertanyaan dan pernyataan ketika mereka melihat kedatangan Pria Gagah ini ke dalam Komplek perumahan.

"Eh, dari Komplek mana, Mas?" Tanya seorang ibu tetangga.

"Sudah berkeluarga, Mas? Kok kelihatannya sendirian saja." Sambung ibu tetangga yang lain.

"Rumah ini walaupun kecil tapi harganya sangat mahal. Dimana Mas bekerja? Kenapa bisa beli Rumah kecil tapi harganya selangit seperti ini?" Tanya seorang ibu tetangga lainnya.

"Siapa namanya, Mas? Kalau boleh jujur Mas ini tampan sekali, anak saya pasti akan suka sama Mas. Kalau ada waktu, silakan datang ke rumah kami. Siapa tahu bisa menjadi calon menantu!"

"Mas ini tampan seperti artis Korea, Masnya asli WNI, bukan?"

Begitu banyak pertanyaan dan pernyataan dilemparkan oleh para ibu tetangga, namun tak ada satu pun yang mendapatkan tanggapan dari Pria Gagah itu. Sikapnya membuat mereka merasa diabaikan, seperti sekumpulan lalat pengganggu yang tak seharusnya dihiraukan. Tanpa basa-basi, mereka satu per satu meninggalkan pagar rumah Pria Gagah tersebut, dengan perasaan dan ekspresi wajah kesal yang sangat mencolok.

"Wajah dan fisiknya memang bagus, tapi sifatnya kurang baik."

"Iya nih, Jeng. Ayo, kita sebarkan ke grup WhatsApp Komplek ini kalau Pria itu kurang ramah, dan lain kali jika kita melihatnya, kita abaikan saja, ya, Jeng."

"Setuju, Jeng." Ibu-ibu tetangga kompak menganggukkan kepala sambil berjalan menjauh dari rumah Pria itu. Sesekali mereka saling berbisik dengan pandangan marah ke arah belakang.

"Semuanya sudah selesai, Pak Rajen. Furnitur dan barang-barang lainnya sudah kami susun sesuai keinginan Anda," kata salah satu pemuda dari agen pindah rumah kepada pria yang dipanggil 'Pak Rajen'. Namun, 'Pak Rajen' hanya merespons dengan anggukan dan senyum tipis. Sepertinya pernyataan ibu-ibu tetangga tadi benar, ia memang tidak terlalu ramah dengan lingkungan sekitarnya.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak karena telah memesan jasa pindah rumah dari agen kami. Pesanan jasa dari Bapak sangat berarti bagi kami."

"Kalau begitu, kami pamit pergi. Sekali lagi, terima kasih, Pak." Ucap kepala tim pekerja dari agen pindah rumah itu sambil memberi salam. Hanya anggukan yang diberikan oleh Pria yang dipanggil 'Pak Rajen' sebagai balasannya.

Kemudian, para pekerja dari agen pindah rumah itu masuk ke dalam mobil kontainer bagian depan. Sopir mobil kontainer itu perlahan-lahan mengemudikan mobilnya menjauh, meninggalkan kediaman Pria tersebut.

Pria yang dipanggil 'Pak Rajen' dengan segera menutup pagar rumahnya, lalu masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Kamar utama rumah terletak di bagian depan, dan ia melangkah masuk ke dalamnya lalu merebahkan diri di atas ranjang dengan posisi telentang. Tangannya digunakan sebagai bantalan kepala, sementara matanya tertuju ke arah langit-langit kamar.

"Ibu-ibu tadi cerewet dan kurang sopan, mereka bertanya tentang hal-hal yang seharusnya tidak boleh ditanyakan." Gumam Pria itu, sambil wajahnya memerah karena kesal.

Pria itu perlahan-lahan menutup kedua kelopak matanya. "Lagi pula, satu orang yang bicara, semuanya ikut bicara. Bagaimana cara menjawabnya? Dasar ibu-ibu." Gumamnya lagi. Ia sangat kesal karena ibu-ibu tadi bertanya tentang "istri" dan "anak," padahal sudah jelas Rajendra tidak memiliki keduanya. Rasa kesalnya itu begitu besar sehingga ia memutuskan untuk tidur siang agar bisa meredakan kekesalannya.

KENANDARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang