Sesaat setelah Rajendra bergumam kepada dirinya sendiri, dari kejauhan, terlihat jelas seseorang yang sedang dipegang oleh dua satpam itu menarik keluar sebilah pisau sedang dari lengan bajunya yang panjang. Orang tersebut berteriak histeris dan mulai mengayunkan pisau itu ke arah seseorang yang sedang memarahinya.
"MATI SAJA, SIALANNN!"
Saat itu, di gerbang masuk perumahan, kerumunan orang berteriak histeris ketika pisau itu diayunkan. Satu persatu orang dari kerumunan mulai mundur karena takut nyawa mereka menjadi taruhannya.
Rajendra yang melihat adegan serta mendengar teriakan itu dengan spontan berlari ke arah kerumunan orang dan berusaha masuk ke tengah kerumunan. Ia tidak peduli jika makanannya terjatuh dan terinjak-injak oleh kerumunan itu. Ia tidak lagi memedulikan apapun selain satu hal: nyawa seseorang. Sudah seharusnya baginya untuk mencegah kejadian berbahaya ini semampunya.
Sesampainya di tengah kerumunan orang, Rajendra segera mencoba menenangkan orang yang sedang dipegang oleh Satpam sambil meraih tangan orang tersebut. Saat itulah, tiba-tiba saja orang yang mengenakan baju hijau itu terdiam dan hanya memperhatikan tindakan Rajendra.
"Hei, tenanglah. Kenapa kamu melakukan ini? Mengayun-ayunkan pisau seperti ini sangat berbahaya, terlebih lagi, ada sepasang anak kecil yang melihatmu seperti ini dan menangis keras. Hal ini bisa membuat mereka trauma. Apakah kamu tidak merasa kasihan pada mereka? Tenanglah dan jatuhkan pisau itu," ucap Rajendra dengan nada lembut. Tampak jelas bahwa orang yang dipegangi oleh Satpam tidak lagi berteriak histeris, melainkan ia terdiam, dengan mata yang terpaku pada mata Rajendra, sambil air matanya terus mengalir di pipinya.
"Ya, kau benar. Aku pasti telah membuat mereka takut dan trauma nantinya. Aku tahu aku telah melakukan sesuatu yang sangat bodoh," batin orang tersebut.
Kerumunan orang hanya menyaksikan tanpa ada yang berani menolong. Bahkan, satu per satu dari mereka perlahan pergi dan meninggalkan gerbang masuk perumahan. Yang tersisa hanya Rajendra, Satpam, sepasang anak kecil, orang yang memegang pisau (yang tak lain adalah tetangga Rajendra), dan orang yang memakai baju hijau.
Orang itu menggigit bibir bawahnya dengan kuat sambil menundukkan kepalanya. Ia menangis dalam diam, yang membuat seluruh tubuhnya bergetar. Satpam yang merasa Orang itu mulai tenang, perlahan melepaskan pegangan mereka. Tak lama setelahnya, Orang itu menjatuhkan pisau yang di pegangnya ke tanah.
"Terima kasih sudah membantu menenangkannya. Maaf merepotkan," ujar orang yang memakai baju hijau itu sambil tersenyum tipis, sambil menatap dengan ekspresi sedih ke arah tetangga Rajendra itu.
"Kau pasti lelah, ayo pulang!" kata orang yang memakai baju hijau dengan nada lembut. Namun, hitungan detik setelah ia mengatakan itu, tetangga Rajendra tampak seperti akan jatuh dan mencium tanah. Dengan sigap, Rajendra menangkap badannya agar tidak terjatuh ke tanah. Orang itu pingsan tepat setelah Rajendra menangkapnya. Rajendra berusaha membangunkannya dengan menepuk-nepuk pelan pipinya, tapi ia tak kunjung membuka matanya.
Sepasang anak kecil yang sejak tadi menangis keras berhenti menangis saat melihat Rajendra menepuk-nepuk pipi orang yang pingsan. Mereka lalu menatap Rajendra dengan tatapan tajam.
"APA YANG KAU LAKUKAN? HENTIKAN!!" teriak anak perempuan kepada Rajendra. Ia lalu memukul-mukuli kaki kiri Rajendra dengan tangan mungilnya. Rajendra merasa kaget mendapatkan perlakuan seperti itu, dan ia merasa bingung, tidak tahu apakah harus marah atau tertawa karena tingkah anak perempuan kecil yang menggemaskan itu.
"Hei, berhentilah! Paman ini hanya menepuk pipinya dengan lembut," ucap orang yang memakai baju hijau kepada anak perempuan yang sedang memukul-mukuli kaki kiri Rajendra.
"Benarkah, Papa Sam? Papa tidak berbohong, kan?" tanya anak perempuan itu dengan mata bulatnya, menatap Orang yang memakai baju hijau, yang disebutnya sebagai 'Papa Sam.'
KAMU SEDANG MEMBACA
KENANDARI
RomanceMenceritakan tentang Kenan, seorang wanita yang telah terjebak dalam depresi berat selama 2 tahun setelah kematian tragis suaminya. Awalnya, ia percaya kematian suaminya akibat kecelakaan. Akan tetapi, segalanya semakin memburuk ketika muncul seseo...