Hati-hati di Jalan

8 3 0
                                    



Di sore ini, langit terlihat tak begitu cerah. Awan mendung datang menghampiri ditemani hujan gerimis yang sedari tadi membasahi jilbab dan setelan gamis yang kukenakan. Dadaku perlahan sesak teringat seseorang yang sudah lama kukagumi. Seorang pemuda yang kukagumi selama bertahun-tahun. Namun, hanya bisa kupendam tanpa bisa kukatakan.



Kukendarai skuter metic hitam ini melewati jalan yang setiap hari ia lewati. Jalan yang sama ke arah kota kami. Memang tak ada yang spesial dari jalan ini. Hanya jalan raya yang menghubungkan satu kota dengan kota lainnya. Namun, semenjak rasa ini hadir. Jalan ini bagaikan saksi bisu dalamnya rasa ini kepadanya. Tak dapat kupungkiri, tutur kata dan senyumannya selalu terngiang dibenakku. Apakah ini yang dinamakan cinta?



Gerimis yang awalnya turun dengan perlahan, kemudian menjadi semakin deras. Seakan semesta mengetahui apa yang sedang kurasa saat ini. Buliran air mata tak terasa sudah membasahi pipi, jatuh menganak sungai bersamaan dengan hujan.



"Kenapa sesakit ini" ucapku dalam hati. Namun, disela tangisanku serta suara kendaraan yang berlalu lalang. Kuteringat akan sebuah lagu indah yang sering kudengar, hati-hati dijalan. Lagu dari Tulus yang sangat mewakili perasaan serta perjalananku saat ini. Apakah aku salah menaruh perasaan kepadanya? bukankah rasa suka itu fitrah. Kukira kita akan bersama, banyak kesamaan antara kita berdua. Namun, aku melupakan sesuatu. Ternyata kita adalah dua insan yang memang sangat berbeda. Bagaikan langit dengan bumi dan bagaikan siang dengan malam. Biarlah kukagumi dirimu secara diam, biarlah kukagumi dirimu seperti sunyinya malam. Seperti langit yang memang sepantasnya hanya untuk dipandang, bukan untuk dipeluk.



Memang benar, hujan adalah rahmat. Perlahan hatiku mulai tenang. Lalu kuteringat akan sebuah kalimat penyejuk hati "Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku" kutarik nafas panjang sambil tersenyum dan ku buang perlahan. "Aku pasti bisa, aku pasti bisa melewatinya" ucapku dalam hati dengan sungguh-sungguh. Tanpa kusadari badanku telah basah kuyup tanpa jas hujan.



Perjalanan ini cukup panjang, tak terasa telah sampai disebuah rumah berpagar biru. Senyumku semakin merekah ketika melihat dua malaikat tak bersayap yang menunggu kepulanganku, bapak dan ibu. Segala sedih dan kecewa hilanglah sudah. Mungkin inilah takdir Tuhan yang harus kujalani. Biarlah perasaanku kepadamu sampai disini, aku ikhlas. Dan untukmu yang namanya tak berani kusebut dalam doa. Hati-hati di jalan, semoga engkau selalu dalam lindungan Tuhan. Karena puncak dari mencintai seseorang ialah mengikhlaskan.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengikhlaskanmu Untuk MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang