Mulai menyadari

85 10 2
                                    

Setelah sang ayah pergi di kembar Alvaro dan Alvano langsung terdiam membisu dengan pikiran yang berkecamuk. Mereka tak menyangka jika kediaman mereka selama ini akan menjadi bumerang untuk diri mereka sendiri.

Alvaro menatap tajam ke arah Alvano yang sejak tadi hanya diam saja.

"Aku tidak tahu, kalau ini alasan kamu hingga sering membentak Quenza. Aku pikir selama ini kamu hanyamalu karena kelakuan Quenza yang terus mengejar cinta dari Xavier. Tak di sangka kau justru melakukan hal itu karena Lily. Aku tak masalah kau mau menyukai siapapun ituhak mu tapi kamu juga harus tahu kalau orang yang kamu sukai itb adalah kekasih sahabatmu sendiri. Apa kamu akan mengorbankan persahabatan kalian hanya karena satu orang gadis?'' Tanya Alvaro yang membuat Alvano mendongak menatap ke arah Alvaro.

'Kau tidak hanya mengorbankan persahabatan kalian tapi kau juga menyakiti hati Quenza, adik kita sendiri." Tegas Alvaro yang mana membuat Alvano langsung terdiam membisu.

Alvaro menatap ke arah sang adik dengan tatapan yang sulit di artikan. Ia memang diam selama inisaat adiknya itu di hina,di bentak, bahkan di kasari. Ia hanya diam saja karena dia malu, malu dengan apa yang dilakukan sang adik perempuan.

"Aku memang tak membela Quenza tapi bukan berarti aku membencinya. Setelah di pikir-pikir apa yang dikatakan oleh Daddy dan Quenza itu benar adanya. Quenza hanya ingin mengambil miliknya yang sejak awal memang miliknya. Kalau itu terjadi padaku maka aku juga akan melakukan hal yang sama. Selama ini kita terlalu buta dengan kepolosan Lily hingga kita lupa kalau adik kita juga butuh kasih sayang," kata Alvaro yang berdiri lalu beranjak pergi dari sana.

Alvano terduduk dengan pikiran yang terus bergerak gelisah. Selama ini dia memang terlalu dibutakan kekesalannya pada Quenza hingga melupakan fakta kalau memang Quenza lebih berhak untuk Xavier karena memang sejak awal mereka sudah di tunangkan. Sedangkan Lily, gadis itu hanya gadis asingyang masuk di kehidupan mereka semua. Namun, entah mengapa membuat  membuat mereka menatap nya penuh kasih saya sampai mereka lupa kalau mereka punya Quenza.

Pria muda itu berdiri dari sana lalu berjalan menuju lantai dua karena kamar mereka ada di lantai dua.

Sedangkan di tempat lain Quenza sedang menata hadiah dari sang ayah yang dia letakan di lemarinya. Akan tetapi, melihat akan warna di dalam kamarnya itu membuatnya sakit mata karenanya.

"Mataku benar-benar sakit hanya karena melihat warna terang ini. Warna pink saja ini sudah membuat mataku sakit apalagi di tambah dengan warna merah menyala ini. ApaQuenza asli tidak sakit mata melihat ini?" gerutu Quenza.

Gadis itu sangat kesal melihat warna kamar yang dia tempati itu sangatlah membuat matanya sakit. Bagaimana tidak warna pink adalah warna kesukaan Quenza asli sedangkan warna merah adalah warna kesukaan Xavier. Lebih sialnya lagi, Quenza menggabungkan dua warna itu dalam satu kamarnya membuat Quenza yang di kehidupan lalu adalah gadis tomboy menjadi kesal sendiri melihat ini.

"Sepertinya besok aku harus menyuruh para maid untuk merenovasi kamar ini dan mengubah catnya. Selain itu besok aku akan masuk sekolah," guman Quenza dengan senyum miring di wajahnya.

Jika mengikuti cerita aslinya harusnya Quenza masuk sekolah 3 hari lagi. Namun, kali ini Quenza akan masuk besok. Di cerita aslinya saat Quenza masuk banyak sekali hinaan dan juga gunjingan yang dia terima karena semua anak sekolah tahu kalau Xavier mencampakkannya dan memilih seorang gadis biasa untuk menjadi tunangannya.

"Baiklah mari kita tidur dan sambut hari esok dengan permainan yang epik,"

Quenza memutuskan untuk naik ke atas ranjang lalu tidur. Gadis itu yang memang sudah mengantuk langsung tertidur setelah menyentuh bantal.

Tak lama setelah Quenza tertidur pintu kamarnya di buka dari luar hingga masuklah seorang pria muda yang mendekati Quenza yang sedang tertidur.  Pria itu duduk di ranjang samping Quenza.

"Apa yang sudah Abang, lewatkan tentangmu, Quen?" Lirih pria itu yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah Alvaro.

"Bagaimana bisa aku begitu mudah melupakanmu? Aku terlalu bodoh ya? Aku tidak rasa sakit apa yang sudah kamu lalui. Aku berharap aku belum terlambat," guman Alvaro yang menunduk mengecup pucuk kepala sang adik.

Setelah memastikan sang adik tertidur nyenyak Alvaro langsung saja beranjak pergi dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Real AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang