Biba tidak mengerti, Ernes meninggalkan Biba bersama ratusan anak-anak seusianya, tapi tetap saja badan mereka beda banget ukurannya. Biba yang memang dasarnya kurus kreyes disandingkan dengan anak-anak gemuk hasil kasih sayang gizi makanan. Biba serasa tongkat berjalan yang berkumpul di antara batu berkaki.
"Kamu!!"
Biba diam. Namanya kan bukan kamu jadi ya dia tak akan menoleh. HEH! Kamu ini belagu banget sih peyot. Makian itu masih berlanjut, tapi apa kalian pikir Biba peduli? Ya jelas, tidak.
"Kamu ngomong sama siapa sih? Biba itu ada nama, Biba itu nama." Ujar Biba sembari menggosok matanya yang terasa panas. Kebanyakan nangis sih kamu. Panas and sakit(?) nyeri(?) Biba tidak tau.
"Dasar anak idiot!"
Nah kan, siapa yang idiot disini? Biba diem loh readers. Emang anak-anak ini terlalu banyak dikurung sih, eh.
"Kalian ngapain sih? Kalian lagi main game ya? Kok main rumah-rumahan? Biba mau ikutan, tapi lagi nungguin paman baik itu." Sontak saja anak-anak yang ada di dalam kurungan layaknya penjara itu menangis menjerit jerit. Mereka mengingat alasan dan apa yang akan terjadi pada mereka.
Biba sendiri, posisinya ada di luar kurungan jeruji itu. Biba belum memiliki izin ataupun kesempatan untuk masuk kesana. Biba yang melihat mereka menangis sontak terkejut bukan main, Biba tidak tahu kenapa dia juga pengen ikut nangis. Tapi tenang aja, Biba bukan anak yang gampang nangis, tapi boong. Biba ini tripikal anak yang baperan, lihat orang nangis ya ikutan nangis.
Biba yang merasa pegal duduk dilantai deh, nungguin sekalian nontonin yang pada nangis. Biba juga sesekali mengusap matanya, rasanya panas kaya yang ditutul kertas paman preman. Gatau deh, yang penting ini rasanya panas. Mata Biba merah nih readers.
Eh,eh Siapa tuh? Itu paman penjaga gerbang yang adu melotot sama Biba. Nih ya, kalo di tanya siapa yang menang, Biba pasti acung jari angka satu, kenapa? Gak terima?!
"PAMAN SAPIII!!"
Ayo tembak siapa itu yang manggil begitu?
Yang di panggil nengok? Ya engga, lagian kapan pula dia ganti nama. Tapi waktu lihat Biba, dia ketawa sendiri, dia berhasil buat si anak kuyus itu menangis sesenggukan cuma karena di pelototin balik. Padahalkan bocah itu duluan ya gak sii?
"Apa kau bocah?" tebak apakah Biba menangis? Iya dia nangis, tapi ditahan. "Nangis aja udah, gak usah ditahan!"
Makin kejerlah itu nangisnya, tahan-tahan-kejer. Paman penjaga gerbang itu ketawa sampil nempeleng kepala Biba. Biba shock, nangisnya sontak berhenti. Sepertinya paman penjaga gerbang ini jago banget yaaa, jago apa? Jago bikin nangis dan bikin trauma buat Biba hahaha
"Ayo ikut!" Biba diseret paman penjaga gerbang ke arah pintu sebelah kanan. Pintunya gede banget loh kakak-kakak, paman penjaga gerbang yang badannya segede gerobak nasi goreng juga kelihatan kecil banget.
"SIAP!"
"Bawa kemari ketika jantung anak itu siap. Pak Haris meminta waktu 24 jam. Jangan kecewakan beliau."
"Baik pak. Kemudian, anak yang di bawa Ernes ada disini, sedang dijemput oleh Sapri."
Biba dengan percaya diri, pasti dia sendiri yang di omongin sama orang yang ada di balik pintu raksasa itu. Biba gigit tangan Sapri dengan pelan. Tebak apa yang Biba dapat? Toyoran ampe rasanya gigi Biba sakit banget. Soalnya sampe gigitan Biba lepas.
"Apa sih? Jangan gigit-gigit sembarangan, aku tidak bernafsu kepada anak kecil, datang padaku ketika kamu tumbuh dewasa hahaha."
Biba menghiraukan ucapan Sapri, fokusnya bukan itu. Lagian dia gak paham dengan ucapan Sapri. "Biba bener loh, nama paman—paman Sapi—Biba gak bodo, gak idiot, gak tolol ataupun bego."
KAMU SEDANG MEMBACA
BE ME
Teen FictionBiba selalu berandai tentang merangkai alur takdirnya yang mahal kini di hadapkan dengan alur takdirnya yang nyata. Hidup seorang diri dengan lingkungan yang ramai, menjadi patung mahakarya paman preman dan hidup luntang-lantung tidak jelas. Hingga...