One - Gambler

13 3 0
                                        

How long you should trying?

How long should you bet on fate?

Until.

One in Gambler

.

.

.

Aroma kopi dan roti memang perpaduan yang terbaik di dunia. Amir duduk dengan perasaan canggung, menatap jam tangannya yang bergerak dengan lambat. Sore ini ia menunggu pemilik akun Wattpad dengan username December_girl di sebuah kafe di daerah Jakarta Pusat. Sesekali pria itu melirik sekeliling, mencari wajah yang tak dikenalinya.

Saat lonceng berbunyi, lirikannya berlabuh ke arah pintu. Seorang gadis muda dengan rambut panjang sejajar bahu tiba-tiba muncul. Ia tampak celingak-celinguk di dalam kafe. Amir merasa detak jantungnya berdegup kencang saat ia menduga bahwa gadis itu adalah Regita.

Pandangan gadis itu tiba-tiba berhenti saat menangkap keberadaan pria yang duduk sendirian menatapnya. Ia berjalan ke arah Amir. Di sisi lain, Amir berusaha tetap tenang meskipun ada rasa canggung yang masih tersisa.

"Amir?" tanya gadis itu sambil tersenyum ramah.

Amir bangkit dari kursinya agak canggung. "Ya, Amir. Salam kenal."

Regita duduk di kursi yang kosong di sebrang Amir, jarak mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja bundar kecil. Kedua manusia itu memesan minuman, tapi suasana masih terasa canggung tanpa obrolan.

Di tengah kecanggungan itu, tiba-tiba Regita mengulurkan tangannya pada Amir. "Kita kenalan lagi yuk. Kenalin, namaku Regita Septivia Prameswari. Panggil aja Gita."

"Oh, oke." Amir menjabat tangan Gita. "Amir Lubis, panggil aja Amir."

"Terus terang, aku suka sama tulisan kamu, Mir. Kata-kata yang kamu tuangin ke tulisan kamu tuh rasanya jujur dan kebetulan relate sama aku, seolah punya bahasa tersendiri yang enggak semua orang bisa paham."

Amir tersenyum mendengar pujian Regita. "Aku cuma ngeluarin isi kepalaku aja, ngekspresiin apa yang aku rasain. Oh iya, makasih banyak buat support-nya ya, Regita. Makasih udah mau baca tulisanku. "

Regita membalas senyum Amir. "Ekspresi diri, ya? Itu yang bikin tulisan kamu keren. Relate aja gitu, kayak kebetulan aku ngerasa terhubung sama cerita yang kamu tulis."

Amir membuang tatap ke arah lain. "Kadang, aku ngerasa kalo hidup itu kayak sebuah perjalanan yang enggak punya tujuan, dan kita semua cuma tokoh antagonis dalam cerita kita sendiri. Seberapa keras pun kita berjuang, pada akhirnya kita yang kalah."

Regita menggeleng lembut diiringi senyum tipis. "Tapi dari semua tulisan kamu, aku kurang setuju sama kalimat yang satu itu."

Amir mengernyit. "Why?"

"Bagiku, manusia adalah tokoh protagonis utama dalam kehidupannya masing-masing, bukan antagonis. Setiap langkah yang kita ambil, setiap pilihan yang kita buat, semua itu bagian dari perjalanan kita menuju suatu tempat yang kita sebut kebahagiaan," jawab gadis itu.

Amir hanya tersenyum tanpa melempar komentar. Mereka berbincang panjang di kafe, dan Amir masih menyembunyikan kegelapan yang ada dalam dirinya. Di sisi lain Regita terus bertanya perihal filosofi-filosofi di balik tulisan Amir yang tergolong gloomy.

"Sorry, Mir, bukannya mau ikut campur atau apa pun, tapi menurutku itu sebuah tulisan tercipta dari keresahan penulisnya. Aku suka tulisan kamu, tapi di sisi lain aku ngerasa tulisan yang kamu buat itu menyembunyikan serpihan luka. Are you okay, Amir?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AnthagonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang