3

10 0 0
                                    

"Cie kena prank."

Alana membelalakkan kedua matanya lebar.

Sedangkan Jeffrian menyeringai dengan bangga lalu mengeluarkan ponsel yang sedari tadi dimasukkan ke dalam saku. Menunjukkan isi ponselnya yang tengah memutar audio berisi suara yang sejak awal Alana dengar. Mulai dari suara gamelan hingga alunan lagu lingsir wengi.

Menyadari apa yang baru saja terjadi, justru tangis sang adik tingkat semakin pecah.

"Anjing lo kak... Anjing, gue takut banget... Demi Allah... Lo nyebelin anjing..." Alana tak berhenti menyumpahi Jeffrian yang masih tertawa karena melihat Alana menangis sesegukan. Pasalnya Alana sudah lebih dulu takut saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu maba kepada Mahendra saat tur tadi sore, dan Jeffrian yang mungkin sadar akan hal itu memutuskan untuk memanfaatkan keadaan.

"Iya, maaf." Ujar Jeffrian singkat lalu merogoh sakunya untuk mengambil tisu lalu mengelap air mata Alana yang tidak berhenti mengalir. Jeffrian yang masih tertawa geli pun membantu Alana untuk berdiri dikarenakan kedua kaki Alana yang kini lemas.

"Sumpah... Anjing... Jahanam lo kak... Sumpah..." Gerutu Alana yang jalan terseok-seok meninggalkan area parkiran bus.

"Kan udah minta maaf." Ujar Jeffrian sambil melangkahkan kakinya sedikit lebih cepat. Alana hampir panik karena mengira Jeffrian akan meninggalkannya namun Jeffrian justru berlutut memunggungi Alana.

"Naik. Anggap aja ini kompensasi karena bikin lo nangis." Ujar Jeffrian yang masih menunggu Alana untuk menaiki punggungnya. Alana menaiki punggung Jeffrian dengan ragu, walau sebenarnya dia juga butuh digendong.

"Gitu dong." Jeffrian bangkit dengan cepat lalu membawa Alana kembali ke kawasan masjid yang dia dengar dari Jihan ternyata masih ramai.

"Itu sapunya gimana...?" Tanya Alana pelan. Suaranya masih serak sedangkan dirinya tidak kunjung berhenti menangis.

"Biarin, nanti juga diambil jurig." Niatnya melucu, namun kalimat Jeffrian barusan membuat tangisan Alana yang awalnya sudah mereda kembali pecah.

"Apaan sih!" Protes Alana. "Bisa engga sih stop ngomongin jurig?"

Jeffrian hanya tertawa geli saat mendengar protes Alana yang diselingi dengan tangisannya. Setelah tujuh menit berjalan, keduanya telah kembali ke masjid. Ternyata Jihan benar karena area masjid masih dipenuhi para mahasiswa. Sedangkan para mahasiswa lain yang non muslim meminta izin panitia untuk pulang lebih dulu.

"Jeff, itu Alana kenapa? Kok digendong?" Tanya Jihan yang buru-buru menghampiri keduanya. Kedua mata Jihan terbelalak lebar saat melihat Alana yang masih menangis sesegukan sebelum akhirnya menatap Jeffrian tajam.

"Kebiasaan." Cibir Jihan jengkel sebelum dia merogoh isi tasnya, meraih sapu tangan miliknya lalu memberikannya kepada Alana. "Buat kamu, Alana. Maafin Jeff ya... Kakak pastiin besok Jeff engga akan berani macem-macem lagi." Ujar Jihan yang masih menatap temannya itu dengan tajam.

Sedangkan yang ditegur berusaha untuk menghindari pandangan Jihan.

"Jeff, turunin. Kasian tuh Alana diliatin karena digendong kamu." Suruh Jihan. Benar saja. Sedari tadi semua pasang mata tertuju kepada Jeffrian dan Alana. Lebih tepatnya, Alana yang digendong Jeffrian. Hanya saja Alana tidak menyadarinya karena dirinya sibuk menangis.

"Yaudah, iya..."

***

"Loh, Alana kenapa mukanya kusut begitu?" Tanya Mikel yang tertawa geli begitu melihat Alana yang memasuki mobil dengan wajah cemberut. Namun kakaknya itu memutuskan untuk diam saat menyadari bahwa suasana hati sang adik sedang sangat buruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JEFFRIAN | JJHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang