III

9 2 0
                                    

___ ___ ___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


___ ___ ___

03
Tiga buah permen karet

°
°
°

Sel tahanan. Pasti semua orang tidak ingin tinggal didalamnya, barang sekali, bahkan barang sebentar. Tapi buat Gee, ini lebih baik jauh lebih baik daripada harus tinggal ditempat yang sama dengan seorang seperti ayahnya.

Seminggu lalu Gee telah ditetapkan menjadi tersangka percobaan pembunuhan. Ah, Gee benci kenyataan bahwa ia gagal dalam rencananya yang sudah ia susun. Ayahnya memang terluka tapi tidak sampai meregang nyawa. Gee tau dia gila, dia sudah tidak perduli.

Menatap lubang udara diatas, menatap sel yang menjulang tinggi, atau ruangan kecil yang mengisolasinya ini. Dia tidak sedih walaupun sudah seminggu ini tubuhnya selalu merasa dingin. Hanya ada sebuah karpet kecil untuk alas tidur tanpa selimut. Lagi-lagi ini bukan apa-apa.

Gee membawa tubuhnya duduk menyender didinding, melipat kaki hingga ia dapat menenggelamkan kepalanya diantara lutut. Dia tidak tidur nyenyak karena nyamuk bahkan tidak ingin ia beristirahat dengan baik.

Gee tau ada seorang yang melangkah mendekati selnya. Mungkin salah satu polisi yang sedang piket. Gee tidak perduli.

"Gee, posisi tidur itu bakal buat badan kamu sakit."

Suara lembut yang khawatir. Jejak nada tidak asing, apakah polisi sekarang memang seperhatian itu. Dia mengintip dari sedikit celah tangan. Sosok polisi muda yang ternyata asing baginya. Gee tidak tau mengapa polisi yang berjongkok diluar selnya memandang dengan mata yang hangat. Gee tidak suka itu.

"Nggak perduli gimana posisi tidur saya. Ditempat seperti ini, apa anda kira saya masih boleh mencari Kenyamanan." Gee menjawab dengan nada lurus ketika ia mengangkat kepala untuk bersender.

Nalen tersenyum, akhirnya melihat lagi dari dekat wajah yang selama ini ingin ia lihat dalam ketidaksadaran. Meski mata teduh itu semakin teduh, seolah akan tertutup dalam kekosongan didalam korneanya.

"Gee, aku senang kamu baik-baik saja."

Mata Gee menyorotnya. "Saya merasa kita tidak dekat. Kemudian, saya nggak
baik-baik saja untuk anda yang mungkin penasaran dengan keadaan saya. Setidaknya sekarang karena anda mengganggu tidur saya."

Dia acuh. Gee tidak semenggemaskan dulu atau segalak awal itu. Ketika ia berbicara, dia ingin segera mengakhiri dialognya. Wajahnya tidak menunjukan keantusiasan atau kemalasan. Sangat hampa.

"Dekat hanya perlu waktu."

"Tapi saya nggak butuh waktu untuk itu."

kamu dalam katalog waktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang