Bab 1

1.2K 163 26
                                    

Aska mungkin sudah hidup selama sembilan belas tahun, ditambah delapan bulan ketika berada di dalam kandungan, bersama Kala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aska mungkin sudah hidup selama sembilan belas tahun, ditambah delapan bulan ketika berada di dalam kandungan, bersama Kala. Namun, kadang dia masih merasa lucu ketika menoleh dan malah mendapati wajah yang mirip dengannya duduk di sisi. Seperti menatap cermin, Aska terkadang kagum dengan bagaimana Tuhan menciptakan mereka.

Setidaknya, Aska harus mengingat teori yang dikatakan oleh Gordon Alport; setiap manusia itu unik. Tidak ada satu individu yang sama dengan individu yang lainnya. Mau dikata kembar, mereka tetaplah orang yang berbeda.

Begitu ... setidaknya.

Namun, kebiasaan orang-orang yang menganggap bahwa kembar akan memiliki sifat yang sama, terkadang membuat Aska merasa kesal sendiri. Dia bisa uring-uringan seharian karena dianggap tidak sebaik Kala. Hanya karena Aska lebih suka membaca buku dan belajar, bukan berarti dia tidak bisa berinteraksi, bukan?

Lirikan Aska kemudian menarik perhatian Kala. Dia sedang fokus pada jalanan di hadapannya, namun malah terganggu ketika merasa seseorang terus memperhatikan. Benar saja, tak lama, keduanya saling bersitatap.

"Kenapa?" tanya Kala pada akhirnya. Dia berusaha menyunggingkan senyum, meski Aska tetap pada wajahnya yang tanpa ekspresi. "Lo lapar? Mau beli makan?"

Aska lantas menggeleng pelan. "Lo pernah nggak, sih, aneh pas ngelihat gue?" Bukannya menjawab, Aska malah balas bertanya.

"Aneh?" Kala mengernyit heran. "Paling pas lo lagi merenungi kehidupan. Kadang gue takut tiba-tiba lo kerusupan terus teriak 'aing meong', gitu."

Aska mendengkus geli. Pikiran sang kakak kadang suka tidak jelas. Dia kemudian bergumam, "Maksud gue bukan gitu."

"Lah, pertanyaan lo nggak spesifik," protes Kala. "Maksud lo gimana, sih, Dek? Sini bilang sama Abang."

Geli, batin Aska bersuara.

"Maksud gue kayak ...." Aska diam sejenak. "Kita, 'kan, kembar. Pernah nggak, sih, ngelihat gue kayak lo ngelihat diri lo sendiri?"

"Pernah."

Aska kira, Kala akan memikirkan jawabannya agak lama. Namun, Kala langsung berucap, "Apalagi kalau lo sakit. Gue kadang kayak ngelihat diri gue yang sakit."

Tangan kiri Kala yang bebas mengusap belakang kepalanya. Dia diam sejenak, sebelum kembali melanjutkan.

"Pas lo sakit, gue juga ngerasa kalau diri gue yang sakit. Gimana, ya, ngomongnya? Pokoknya, gue juga ngerasain sakit yang lo rasain. Gitu."

"Agak berlebihan gitu, ya," ejek Aska.

"Tapi, serius, Ka," ungkap Kala. Wajahnya mungkin terlihat seperti sedang bercanda, namun ucapan Kala memang benar adanya. "Apalagi pas lo di ICCU kapan hari itu. Sedih banget ngelihat lo sakit begitu."

"Ah, pas itu."

Tangan Aska terangkat, kemudian menyentuh dada. Meski tidak menoleh sama sekali, dia tahu kalau Kala juga sedang memperhatikannya. Meski hanya dari sudut mata, kekhawatiran tampak jelas terpancar.

Askara Kalandra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang