Jauh di dalam hati Kala, dia juga ingin menjadi seperti Aska.
Menjadi anak yang membanggakan. Memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kedua orang tuanya. Memiliki banyak kemampuan, hingga rasanya hidup akan menjadi lebih mudah. Disayang sebegitu besarnya, hingga jika ia tidak ada, akan ada orang yang kehilangan.
Keduanya memang kembar, namun perbedaan signifikan itu membuat Kala merasa jauh tertinggal. Berusaha menggapai sang adik, namun Aska justru meninggalkannya jauh di belakang. Hingga Kala hanya dapat melihat punggung Aska. Memberikan dorongan terbaik yang mungkin bisa menjadi penyemangat demi keberlangsungan hidup Aska.
Kala sudah terbiasa berada di balik layar.
Ketika acara keluarga, Kala sudah biasa duduk di ujung, mendengarkan bagaimana kedua orang tuanya menyanjung Aska. Memberikan contoh bahwa kekurangan pada fisik Aska tidak menjadi penghalang sama sekali.
Bahkan ... dia mampu melampaui Kala yang sehat seratus persen.
Kala tidak lagi terisak saat perhatian bunda tercurah sepenuhnya pada Aska. Dia sudah cukup dewasa. Mengerti bahwa dirinya harus berjuang lebih keras lagi agar bisa setara dengan Aska.
Hingga kemudian, Kala memutuskan untuk duduk di kursi meja belajar. Menghadap ke arah jendela. Memperhatikan bagaimana tetesan air hujan mulai membasahi bumi. Diiringi oleh lantunan melodi yang dia putar untuk mengisi suasana.
Sial.
Jemari Kala berhenti bergerak. Memperhatikan boneka rajut berbentuk bebek yang dia buat sejak satu bulan yang lalu. Senyum sendunya lalu terbit.
Hobinya tidak berguna sama sekali.
Hingga kemudian, kepala Kala tertoleh begitu mendengar suara ketukan di pintu. Senyumnya terbit saat melihat kepala Aska menyembul ke dalam. Memperhatikan sekitar sebelum membuka pintu lebih lebar lagi.
"Lo lagi ngapain?" Aska bertanya. Netra tajamnya kemudian menangkap boneka bebek yang sedang Kala buat. "Oh, boneka bebek lagi. Buat gantungan kunci mobil?"
"Buat tas lo."
"Tas gue udah kebanyakan gantungan."
Kala terkekeh. Dia menunjukkan boneka tersebut ke depan wajah Aska. Sampai-sampai, sang adik mundur selangkah, sedikit terkejut. Cengiran lebar yang Kala tunjukkan membuat Aska menangkap ada perasaan yang Kala coba untuk sembunyikan.
"Lucu, 'kan?" Kala berucap heboh. Dia mungkin lebih tua, tapi ada satu sisi di dirinya yang membuat Kala seolah lebih muda dari Aska, meski dengan wajah identiknya.
Aska mau tidak mau mengangguk. Walau sudah puluhan kali Kala membuat hal yang sama, namun dia tetap mendukung sang kakak. Setidaknya, ada hal positif yang dapat Kala lakukan.
"Kenapa ke sini?" tanya Kala pada akhirnya. Dia lanjut melakukan aktivitas merajutnya.
"Gue mau ngajak lo makan." Aska berdeham sesaat. "Gue lagi pengin banget makan sushi. Lo mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Askara Kalandra
Fiksi UmumAska bisa dibilang sebagai anak yang-hampir-sempurna. Dia adalah mahasiswa berprestasi di jurusannya, kepala Divisi Ilmiah di organisasi jurusan, punya kemampuan bermain musik, salah satu anggota debat yang sering menyabet penghargaan best speaker p...