Chapter [1] : Di mana nyari jodoh?

10 0 0
                                    


"Kenapa lagi?"

Perempuan berkaus longgar itu terkikik pelan setelah bertanya pada temannya yang baru saja menghempaskan diri ke kasur. Semenjak kedatangan Natasha, rumahnya selalu didatangi perempuan itu. Nat itu datang kapan saja tanpa mengenal waktu. Ya, mentang-mentang Mama Gaby sudah menganggap teman anaknya itu seperti anaknya sendiri, tapi Nat itu tak tahu diri. Soalnya kadang datang di waktu Gaby lagi tidur, misalnya.

"Biasa lah," keluh Natasha dengan wajah murungnya.

Kening Gaby mengernyit samar. "Ditekan soal pacar atau kerjaan?"

"Dua-duanya."

Gabriella kembali terkikik. "Sabar ya, Nat. Semoga Tuhan dengar keluhan ibu lo."

Pasalnya, Natasha jika datang ke rumahnya karena telah mendapatkan tekanan perihal jodoh ataupun pekerjaan. Perempuan itu dalam kata lain sedang melarikan diri dari omongan ibunya yang kadang menusuk hati.

"Ya maksudnya, Geb..." Nat menghela berat sebelum membalikkan badannya yang tengkurap. "Tau deh capek gue. Dikira dapet kerja dan jodoh itu mudah? Heran banget."

Nat padahal baru lulus enam bulan lalu. Yang artinya, Nat bahkan belum jadi pengangguran satu tahun penuh. Tapi ya, dia juga tidak berharap menganggur selama itu. Cuma, Nat bingung. Dia belum tau harus nyari kerja ke mana dan ingin kerja di bagian apa. Nat masih butuh waktu untuk mempersiapkan dirinya sebelum bekerja.

Padahal itu cuma omongannya doang sih, sebetulnya Nat belum siap bekerja. Dan inginnya tidak bekerja. Nat tuh bercita-cita punya usaha sendiri. Ya minimal meneruskan usaha Bapak yang bikin minimarket. Kan, sudah ada dua cabang, dan Nat ingin bikin satu lagi buat ia. Tapi ibu melarang. Mau Ibu, Nat tuh minimal jadi PNS. Tapi Nat gak mau. Nat ingin menentukan jalan sendiri tanpa disetir siapapun.

"Download dating aps aja gih. Biar cepet dapet cowok, Nat."

Natasha memandang Gaby dengan tak percaya. Se-tidak laku itukah Nat? Gaby parah. "Gak mau main gituan deh. Serem, Geb. Gak lihat di berita banyak kasus dari yang begituan?"

"Tapi gak semua yang ada di sana kayak gitu. Ada yang baik juga, kok."

"Enggak dulu. Makasih," kata Nat. "Lo kedengaran pengalaman banget. Main begituan apa gimana?"

Mata Nat memicing pada Gaby yang tersenyum riang.

"Main. Lumayan, Nat. Dari pada gue gabut jomblo."

Nat mendengus. Dasar nasib. Tapi kayaknya jadi jomblo itu ngenes banget ya? Soalnya Nat sering dipandang rendah sama keluarganya gara-gara gak punya pacar. Apalagi sama ibu. Duh, Nat serasa jadi manusia terngenes satu alam semesta ini. Padahal jadi jomblo enak kalau menurut Nat. Bebas.

Soalnya, Nat adalah pecinta kebebasan.

Kalau ada pertanyaan, memangnya punya pacar gak bebas? Bebas sih, tapi Nat merasa kalau jomblo lebih bebas. Bebas apa-apa. Mau ini, mau itu, bebas.

Tapi arti bebas dari pada itu adalah bebas dari rasa sakit.

Nat tuh gak mau ribet. Kalau pacaran dia pasti merasakan cemburu, sakit hati, berbunga-bunga dan lain sebagainya. Atau Nat merasa dia dicemburuin atau apapun. Duh, Nat tuh males merasakan itu. Apalagi yang namanya cemburu, bikin sakit. Bisa menimbulkan perasaan-perasaan lain. Curiga, gak tenang, overthinking. Enggak, enggak. Capek, beneran.

Nat suka cowok kpop aja capek, gak perlu nambah-nambah suka cowok biasa deh. Tambah capek.

Tapi itu pemikirannya untuk saat ini. Entah untuk beberapa tahun ke depan. Siapa tahu ada  spek Jungwoo yang deketin Nat, ya pasti Nat mau.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halo JuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang