Chapter 5

18 2 0
                                    

"Kau ini kenapa tidak memesan makanan? Pesan saja, Kookie." Berlian sedang memilih makanan yang ingin ia pesan, sedangkan Jungkook selalu sama seperti dulu, menunggu Berlian memesan makanan dan akan memilih menu yang sama.

"Aku menunggu Noona memesan."

"Ah, kau ini. Kita sudah lama bersama, kenapa masih canggung sih kepadaku? Kau bisa memesannya langsung, kok. Kau tidak perlu memesan makanan yang sama denganku," ucap Berlian, tapi namanya juga Jeon Jungkook, dia akan tetap memilih makanan yang dipesan oleh Berlian. Toh, dia tidak mau memesan sesuai keinginannya karena saat ini situasinya dia sedang ditraktir oleh Berlian.

"Iya, Noona." Dia hanya mengiyakan, tapi tidak melakukan. Perempuan yang bernama Berlian itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Jungkook. Setelah Berlian memesan, Jungkook pun langsung melihat ke arah pelayan. "Aku juga sama seperti dia."

"Kookie.."

Jungkook hanya tertawa di sana melihat wajah Berlian yang tampak kesal padanya. "Ada apa, Noona?"

"Sudah ku bilang, kan? Kau bisa memesan makanan mu sendiri."

Jungkook hanya tersenyum kemudian menjawab, "tidak mau. Aku ingin menghargaimu. Noona sudah mentraktir ku, akan lebih baik jika aku mengikuti apa yang kau pesan."

"Kau benar-benar, ya. Jadi, apa setiap aku membawamu untuk makan bersama, kau akan mengikuti apa yang aku pesan?" tanya Berlian lagi, sejujurnya perempuan itu bingung mengapa Jungkook yang sudah lama bersamanya, masih saja merasa tidak enak padanya? Padahal kan, Berlian sendiri merasa jika mereka sudah sangat dekat dan dirinya juga sudah menganggap Jungkook sebagai adiknya.

"Iya, benar, Noona."

Berlian hanya menggeleng pelan, "oh iya, Kookie. Kau rencana akan masuk jurusan apa?"

"Aku sendiri tidak terlalu menyukai fisika, pokoknya yang berbau hitungan ataupun IPA aku tidak suka. Jadi kemungkinan aku masuk ke jurusan IPS." Jungkook saat SMP pernah berpikir untuk masuk jurusan IPA, tidak peduli dia bisa atau tidak, karena cita-citanya ingin menjadi seorang dokter. Tetapi, sebelum masuk SMA, dia mengenal dirinua lebih dalam lagi, dan dia juga rela karena ternyata otaknya tidak sanggup di IPA. Bukan tidak sanggup, memang dia tidak minat untuk belajar IPA. 

"Tapi Kookie, kau pernah bilang ingin menjadi dokter?"

Jungkook mengangguk, memang dia pernah bercerita mengenai hal ini kepada Berlian. Dari dulu, dia selalu ingin bercita-cita menjadi dokter. Jika kebanyakan orang cita-citanya selalu berubah-ubah, maka Jungkook sebaliknya. Jika Jungkook ditanya ingin menjadi apa, dia akan menjawab jika dirinya ingin menjadi seorang dokter. Menurutnya, menjadi dokter itu keren sekali. Bukan karena pekerjaannya juga, tapi karena perjalanannya juga yang sangat panjang.

"Aku merasa tidak begitu cocok dengan IPA, jika aku memaksa diri untuk masuk jurusan IPA nantinya dan aku tidak cocok, itu akan membuatku tidak betah nantinya."

Benar memang yang dikatakan oleh Jungkook, tapi Berlian sendiri merasa sangat sedih mendengarnya. Bukan apa, dari dulu anak ini selalu bercita-cita menjadi dokter. Sedihnya dikarenakan dia harus merelakan mimpinya karena merasa tidak cocok dengan jurusan yang harus ia ikuti untuk menjadi seorang dokter.

"Untuk jurusan nanti dikelas 2, Kookie. Mungkin kau bisa memikirkannya lagi untuk hal itu. Tapi, jika seandainya memang di kelas 2 kau memilih IPS, kau ingin menjadi apa? Kau ingin masuk jurusan apa saat kuliah nanti?"

Jungkook terdiam sejenak, dia belum tahu ingin masuk jurusan apa nantinya saat kuliah—karena, belum tentu dia juga akan kuliah.

"Aku belum memikirkannya, aku masih bingung. Nanti saja aku memikirkannya saat kelas 3, karena mungkin aku sudah berminat pada suatu pekerjaan yang pasti akan cocok dengan jurusan yang aku inginkan nanti."

Berlian mengangguk paham, "cari minatmu, jangan plin-plan, ya. Kau akan susah memilihnya nanti. Untuk sekarang kau nikmati masa kelas satu mu, tapi saat semester dua, kau harus mulai memikirkannya, ya. Kau harus tahu minat dan bakatmu terdapat di mana."

"Aku mengerti, Noona." Jungkook memang selalu mendengar ucapan Berlian karena menurutnya, jika berbicara dengan perempuan ini akan selalu nyambung. Mereka sefrekuensi. Jadinya, dia merasa ingin berbicara terus dengan Berlian.

Disaat itu pun, makanan sudah datang. Berlian dan Jungkook pun memakan makanan mereka dengan lahap. Enak sekali makan disaat hujan begini.

"Oh ya, kau harus cepat tidur, ya. Besok kau akan lebih lelah lagi." Pria Jeon itu tahu kok jika MPLS pasti akan sangat melelahkan, tapi akan sangat seru juga. Seru karena akhirnya dia bisa satu sekolah juga dengan Berlian. Dia setiap hari bisa melihat Berlian di kantin, mungkin.

Tapi menurut Jungkook sendiri, MPLS mungkin tidak melelahkan, yang melelahkan adalah ketika banyak perempuan yang ingin mendekati dirinya. Ceritanya ingin berkenalan dan berteman, tapi ujung-ujungnya juga mereka ingin mengajak Jungkook foto bersama dan diupload di sosmed, seperti Instagram misalnya.

Toh, Jungkook tampan. Bahkan ada kakak kelas juga yang ingin mengajaknya foto bersama. Tapi, untungnya dia berhasil menolak. Jungkook sendiri tidak ingin foto bersama siapapun terkecuali dengan Berlian, dia tidak ingin di hari pertama, selanjutnya bahkan sampai hari terakhirnya—ia lulus dari sekolah ini, ia tidak ingin dirumorkan bersama siapapun terkecuali dengan Berlian.

Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Di perjalanan, mereka tidak berbicara dikarenakan Berlian yang tertidur nyenyak di mobil. Wajar saja, gadis itu sudah kelelahan mengurus hari pertama MPLS. Jika saja mereka adalah sepasang kekasih, Jungkook sangat ingin menarik tubuh Berlian agar tidur di pundaknya, ataupun kalau bisa tidur di pahanya, kemudian dirinya yang mengelus kepala Berlian dengan lembut dan mencium dahinya. Ah, Jungkook ingin sekali. Membayangkannya saja sudah senang, apalagi jika memang benar terjadi.

Hari sudah malam, Jungkook memandang perjalanan yang terasa sangat lama karena lumayan macet. Rasanya senang, karena ia merasa seperti, menghabiskan waktu bersama dengan Berlian.

Pria Jeon itu selalu berpikir, dia masih seperti seorang bocah, bagaimana caranya dia ingin bersama dengan Berlian yang tampak begitu dewasa? Bagaimana ia cara mengungkap rasa sayangnya yang lebih dari rasa sayang teman? Belum lagi, jika nanti Berlian menolak karena tidak memiliki perasaan yang sama, belum juga karena perempuan itu yang selalu menganggap Jungkook sebagai adik kecilnya. Merepotkan sekali, ya.

Tapi, Jeon Jungkook sama sekali tidak pernah merasa menyesal. Justru ia akan semakin menyesal jika tidak mengenal Berlian. Akan bagaimana hidupnya jika tidak mengenal Berlian? Mungkin saja dia hidup di tepi jalanan dan tidak mendapatkan fasilitas yang sangat luar biasa ini. Dia juga tidak menyesal telah jatuh hati pada anak tunggal keluarga Choi, toh dia bisa belajar jika semua yang ia inginkan tidak perlu dia dapatkan. Cukup melihat Berlian bahagia, dia juga bahagia. Tapi, Jungkook tidak bisa membayangkan jika perempuan ini suatu saat nanti akan bersama dengan pria lain, dia tidak tahu harus berbuat apa dan berapa lama dia akan merelakan perasaannya.

***

291023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang