Part. 3

367 30 0
                                    

Part. 3

Author POV.

"Hei manusia bodoh bangun.... bangun kau dasar babi malas"

Alan membuka matanya dengan paksa dan melihat ke arah suara memanggilnya dari tadi.

Alan tersentak kaget dan tiba-tiba bangun dari tidurnya, dia meringis sakit saat kepalanya terasa berat dan sakit.

"Apa yang kau lakukan pagi-pagi buta seperti ini kamar orang lain" bisik Alan saat melihat Li Annchi dan Qiancheng yang tertidur di pulas di sampingnya.

"Hehehe aku lupa memberitahu mu tahu tentang nilai mata uang di sini" balas Lao sambil tersenyum malu-malu.

Kening Alan berkerut kesal saat melihat cengengesan kucing hitam di depannya.

"Lanjutkan" balas Alan malas.

"Kau mendapatkan 100 tael emas dari dewa ku dan itu adalah modal utama untuk di dunia, tapi nilai mata uang di dunia mu dan dunia ini berbeda" kata Lao.

"Pertama mata uang tertinggi di sini tael emas yang senilai 500 juta dalam mata uang mu dunia di dunia yang dulu"

"Lalu ada Tael perak yang senilai 100 juta 1 tael peraknya. Ada juga koin emas yang senilai 50 juta dan juga koin perak 10 juta 1 koin"

"Mata uang terendah di sini adalah Gian dan sedang koin tembaga, banyak orang membeli barang dengan koin tembaga dan jika banyak yang mereka juga mereka akan menukar mata uang mereka di biro keuangan istana" kata Lao yang selesai menjelaskan.

( Maaf yang kemarin aku salah ketik 1 tael emas bukan 100 juta tapi 500 juta nilai di sini ).

"Apa ? ... berarti aku kau memberikanku miliaran rupiah hanya dalam satu peti ?" Tanya Alan tidak percaya.

"Ya, itu juga kompensasi untuk mu karena sudah menyeretmu di sini dan menyuruhmu untuk mendidik calon Kaisar masa depan negara ini" kata Lao.

"Aku tidak tahu apa alasan Dewa mu malah menempatkan jiwa ke tubuh Wen Luyan yang tidak berguna" kata Alan.

"1 tahun lagi, satu keluarga ini akan mati karena wabah Diare air yang berkembang di negara ini" kata Lao.

"Apa Diare ?" Ulang Alan tidak yakin.

"Ya itu akan membunuh orang tua dan anak-anak di negara ini dan anak mu Qiancheng juga akan mengalaminya" kata Lao.

"Aku tahu kau memang laki-laki brengsek yang tidak pernah menganggap serius wanita berkencan dengan mu, tapi aku tahu kau adalah laki-laki bertanggung jawab dan setia pada hubungan mu" kata Lao.

"Dewa mengirim mu kesini bukan hanya untuk mendidik calon kaisar baru di sini atau merubah semua alur sejarah yang sudah ada, tapi dia mengirim mu kesini untuk menyelamatkan hidup Li Annchi dan Qiancheng mereka orang-orang baik yang harus berakhir di tangan pria yang salah" kata Lao pelan.

"Ah baiklah... baiklah mau bagaimana lagi aku juga mati hanya jiwa ku saja yang masih hidup" kata Alan.

"Lagi pula kau di pikir-pikir sekarang aku tidak ada bedanya dengan kuyang" gumam Alan merasa kasihan dengan dirinya sendiri.

"Kau serius bukan ? Kau benar-benar mau bertanggung jawab untuk mereka berdua ?" Tanya Lao tidak yakin.

"Ya lagi pula sekarang aku juga sudah menjadi suami bagi Annchi dan ayah buat Qiancheng" kata Alan.

Alan merasa tidak nyaman saat melihat tatapan penuh kekaguman dari kucing siluman di depannya.

"Manusia aku ternyata salah menilai mu, ternyata kau orang baik" kata Lao.

"Terserah, jika tidak ada lagi yang perlu kau beritahu kau bisa pergi" kata Alan kembali tidur sambil memeluk Annchi yang tidur di sampingnya dan Qiancheng yang tidur di pojok dekat tembok.

"Ya...ya selama tidur lagi manusia" kata Lao.

"Hei kucing siluman tunggu dulu" kata Alan yang menarik ekor Lao tiba-tiba.

"Nama ku Lao brengsek bukan kucing siluman, aku ibu utusan agung Dewa kehidupan" umpat lagi kesal.

"Jangan berisik kau bisa membangunkan istri dan anak ku nanti" kata Alan.

"Hei bukannya 1 peti tael emas terlalu sedikit untuk kompensasi yang harus ku terima, bagaimana pun juga aku datang untuk kesini untuk menghalang ke Malangan yang harusnya menimpa dinasti Ming ini bukan ?" Kata Alan sambil menyeringai dingin.

Tiba-tiba saja seluruh bulu Lao berdiri, dia menatap ke langit meratapi nasibnya yang tidak pernah baik saat berusaha dengan para calon utusan Dewa.

"Aku tahu apa yang kau minta" kata Lao lemas.

Lao mengeluarkan 2 peti berukuran kecil dan sedang dari ruang dimensi miliknya dan memberikan pada Alan.

"Tidak sekaya yang kau pikirkan jadi aku hanya bisa memberikan mu 70 tael perak, kotak kecil berisi 20 tael perak dan yang sedang 50 tael perak" kata Lao membuat Alan tersenyum puas.

"Eh siluman, tidak...tidak maksud ku utusan Dewa yang tergoda mulai sekarang aku menjalankan tugas ku dengan baik aku bersumpah" kata Alan dengan penuh binar di matanya.

"Ternyata benar yang orang lain kata, manusia bisa merubah sikap mereka secara instan saat melihat uang di depan mereka" kata Lao yang penuh dengan hinaan yang tentu saja di abaikan oleh Alan.

"Manusia memang makhluk hidup yang menyeramkan" gumam Lao sambil menghilang pergi.

Alan menyimpan dua peti pemberian Lao dan kembali tidur di samping Annchi dengan senyum puasnya.

.....

"Ayah...ayah ayo bangun katanya kita akan pergi Ke pasar hari ini" Qiancheng dengan semangat mengguncang tubuh Alan yang masih pulas.

"Cheng-ah jangan lakukan itu, ayah mu bisa marah nanti, ayo sarapan dulu selagi menunggu ayah mu bangun" kata Annchi.

"Tapi Bu..." Balas Qiancheng murung.

"Kenapa kamu menegurnya untuk masalah kecil seperti ini, ayah sudah bangun Cheng-ah, sekarang kamu pergi makan saja menunggu ayah selesai mandi" kata Alan yang langsung duduk di kasur kayunya.

"Suamiku, aku sudah menyiapkan air panas untuk mu dan sarapan serta baju ganti untuk mu" kata Annchi pelan.

"Iya" balas Alan singkat.

Alan yang sudah hampir keluar dari pintu kamarnya langsung menghentikan langkahnya saat melihat Annchi mengigit bibirnya sambil menundukkan kepalanya dengan mata berkaca-kaca.

'Tunggu kenapa perempuan ini tiba-tiba nangis' pikir Alan.

Alan menghelai nafas panjang dan mengangkat kepala Annchi hingga wajah mereka sejajar.

Dia melumat bibir Annchi dengan lembut dan dalam, membuat wanita itu gelagapan dengan gaya ciuman Alan yang tidak pernah ada di zaman itu.

Alan termaksud ahli dalam urusan kontak fisik dengan lawan jenis.

"Hah...hah.."

Annchi berusaha mati-matian mengatur nafas yang tidak beraturan setelah Alan melepaskan lumatannya di bibir Annchi.

"Jangan cemberut seperti itu aku tidak suka melihat, dan lain kali jangan tahan nafas mu saat kita berciuman" kata Alan melanjutkan langkahnya kearah kamar mandi di belakang rumahnya.

Wajah Annchi sangat panas dia memegang pipinya yang terasa terbakar, ini pertama kalinya dia merasakan ciuman seperti itu.

"Ibu, tadi ayah memakan bibir mu bukan ?" Tanya Qiancheng polos.

"Bukan, itu...itu pokoknya bukan" kata Annchi yang panik menjelaskan pada anaknya.

.......

TBC

Return to life and Became a fatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang