#17 Sara

22 3 0
                                    

Tepat pukul 8 setelah makan malam penuh drama bersama Carin dan Nick, Sara tiba di Potato Head Beach Club yang berlokasi di Petitenget, Seminyak. Setelah membayar argo taksi yang mematok seratus ribu rupiah dari hotelnya di Nusa Dua menuju Beach Club di kawasan Seminyak tersebut, Sara menyadari bahwa mungkin dia telah mengambil keputusan gegabah malam itu, hanya karena merasa kesal pada Carin.

Sekali lagi, Carin berhasil merusak harinya dan mengalahkannya. Andai saja Sara tidak termakan oleh sindiran wanita itu, mungkin dia tidak akan begitu sengsara duduk di sofa sendirian selama satu jam, di bar yang penuh dengan pasangan kekasih dan orang-orang yang sedang berpesta. Sampai-sampai Sara meragukan penampilannya—apakah dia begitu jelek sehingga tidak ada yang mau mengajaknya berbincang?

Kini dalam kesendiriannya, Sara kembali mengulas tujuan utamanya datang ke bar tersebut: apakah untuk berkenalan lalu berkencan, atau sekadar memenuhi egonya untuk tampil menawan dan bermain mata dengan beberapa pria asing di sana, hanya untuk membuktikan kepada Carin bahwa dia juga bisa memikat seorang laki-laki.

Dan setelah menyadari beberapa pria asing yang usianya jauh lebih tua sedang menggodanya dari kejauhan, Sara merasa muak membayangkan dirinya bercengkrama dengan orang-orang tak dikenal tersebut. Bisa jadi mereka sudah menikah, atau lebih parahnya lagi, bisa jadi mereka adalah manusia-manusia sampah yang hanya menginginkan seks.

'Ugh, what am I doing here!' Sara berpikir dalam benaknya, sudah memutuskan bahwa dia akan meninggalkan bar dalam lima belas menit, setelah menghabiskan segelas Rum & Coke-nya.

"Um... hello." Tiga pria asing yang tampak berusia awal 20-an berdiri tepat di samping Sara, menunggu gadis itu menoleh. Hanya satu dari mereka yang menyapa Sara.

Merasa gugup, Sara hanya tersenyum melihat mereka. Tiga pemuda yang masing-masing berdiri sambil membawa sebotol bir.

"We noticed that you've been sitting alone for some time. Do you mind if we sit with you?" Tanya pria asing berambut pirang dan bermata biru itu. "I'm Gustav, and these are my two friends. Hugo and Valentin." Gustav kini mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sara.

"Naturally." Ucap Sara perlahan, entah mengapa matanya tidak bisa berhenti menatap Valentin yang saat itu juga balik menatapnya dengan senyum bersahabat.

Ketiga pemuda yang memiliki kharismanya masing-masing itu pun segera duduk di sofa berhadapan dengan Sara. Kini hanya tinggal Valentin yang berdiri canggung, sesekali melirik ke arah Sara dan kedua temannya.

"Don't you think it would be awkward if the three of us sat in front of you? It looks like we are interrogating you." Ucapnya diiringi tawa kecil. "Would you mind me sitting next to you?" Di dalam hatinya, Val berharap bahwa Sara akan mengizinkannya untuk duduk bersebelahan dengan nya di sofa.

"No, I wouldn't mind." Terlontar begitu saja dari mulutnya tanpa pikir panjang. Detik itu juga, Sara mulai merasakan sesuatu pada Valentin. Seorang pemuda bermata biru dan rambut coklat yang pertama kali mengajaknya berbicara. 'Akhirnya, seorang pria selain Richard yang membosankan!'

Tak lama kemudian, mereka berkenalan. Sara memberikan penjelasan singkat bahwa usianya belum genap 19 tahun dan saat itu dia berada di Bali hanya untuk berlibur, karena sebenarnya dia tinggal di Jakarta.

Kini, Gustav yang tampaknya adalah pemimpin dari kelompok pertemanan itu kembali membuka percakapan dengan Sara. Dia menjelaskan bahwa mereka berasal dari Swedia, dan merupakan mahasiswa jurusan Software and Computer System di salah satu universitas terkemuka di Eropa; yakni KTH Royal Institute of Technology yang berlokasi di Stockholm. Sara pun mengerti bahwa usia mereka hanya terpaut dua tahun, dengan Sara yang lebih muda dari ketiganya.

"But I'm not Swedish." Ucap Valentin berbisik kepada Sara, semakin membuat gadis cantik itu terpukau. "I'm from Spain."

"Which part of Spain?" Tanya Sara penuh dengan keluguan.

"Madrid. I can teach you some Spanish if you want..."

Saat itulah Gustav Svensson dan Hugo Dahlberg, sahabat Valentin di universitas, menyadari bahwa Val menyukai gadis itu.

Setengah jam berikutnya, mereka bertiga masih bercengkrama dan saling bertukar cerita—Sara dengan kehidupannya di Jakarta—dan ketiga pemuda itu dengan kehidupan mereka di Stockholm yang dingin. Namun, setelah seharian berselancar dan berjalan-jalan, Gustav mengaku mulai merasa mengantuk dan mengajak kedua temannya untuk kembali ke kamar hotel yang juga terletak hanya beberapa meter dari bar. Valentin tentu saja menolak.

Dengan tatapan khawatir, Gustav melirik ke arah Sara, memberi isyarat kepada gadis itu apakah Sara akan baik-baik saja jika ditinggal sendirian bersama Valentin. Namun Sara hanya tersenyum—Gustav memperhatikan bahwa gadis itu sepertinya juga menyukai Valentin namun masih meragukannya. Gustav, sebaliknya, merasa curiga terhadap sahabatnya, Val. 'Bukankah Val baru saja mendekati gadis Bali beberapa hari yang lalu? Bagaimana kabar gadis itu? Semudah itukah hubungannya berakhir?'

Namun, seperti itulah hubungan persahabatan di negara-negara Nordik yang mayoritas masyarakatnya sangat tertutup mengenai hal-hal tertentu seperti percintaan. Gustav tidak berani menanyakan hal ini kepada Val karena dia tidak ingin mendobrak batas persahabatan mereka. Ada hal-hal yang bersifat pribadi, dan ada hal-hal yang dapat mereka ceritakan satu sama lain—seperti itulah pemikirannya. Hugo, disisi lain, terlalu pasif seperti kebanyakan orang Swedia.

"Where are you staying, Sara? We don't want you to be home so late, especially that you're alone." Tanya Gustav mencoba untuk membujuk Sara pulang saat itu juga.

"Uh... Nusa Dua..." Terangnya.

"That's quite far from here. I don't think you should stay that late..." Sekali lagi dengan lembut, Gustav mencoba membujuknya. Mencoba menyelamatkannya dari cengkeraman Valentin.

"Let me see if I can get a taxi for you." Untuk pertama kalinya, Hugo membuka mulut dan mendukung Gustav.

"What's wrong with the two of you? I'm right here!" Valentin yang terlihat kesal, kini menyuarakan penolakannya terhadap gagasan kedua temannya yang gigih membujuk Sara untuk segera pulang saat itu juga. "She's safe with me."

'Is she really safe with you? What happened to the Balinese girl that you kissed a few days ago?' Andai saja hal itu keluar dari mulut Gustav, maka Sara tidak akan merasakan sakitnya dicampakkan. Alih-alih, merasa terpojok dengan ucapan Valentin, Gustav kini menatap Sara sekali lagi. Untuk yang terakhir kalinya. "Are you sure?"

"Yes. I'll be ok. Thanks, guys." Sara menjawab dengan keteguhan hati, sontak menghentikan usaha kedua pemuda tersebut untuk membujuknya pulang.

Dan begitu saja, Gustav dan Hugo pergi, meninggalkan Sara dengan perasaan tidak enak. Sara tampak seperti gadis yang baik—Gustav hanya berharap dalam hatinya bahwa gadis itu akan mengambil keputusan yang tepat—yakni menolak ajakan Valentin kalau-kalau dia membujuknya kembali ke kamar hotel bersamanya.

Valentin yang berhasil membujuk Sara untuk mencoba 3 sloki wiski dan 1 sloki tequilla, mendapati dirinya berada tepat di samping seorang gadis mabuk, empat puluh menit setelah Gustav dan Hugo pergi. Bahkan, Sara terlalu mabuk untuk memberitahukan dimana alamat hotelnya di Nusa Dua. Jadi, saat bar tutup pukul 11 ​​malam, Valentin segera mengajak Sara kembali ke kamar hotelnya.

Memahami bahwa dia telah melakukan kesalahan besar karena mabuk-mabukan dengan orang asing, Sara tidak punya pilihan selain pergi bersama Valentin kembali ke kamarnya, daripada harus naik taksi pulang sendirian dalam keadaan mabuk berat. Tidak mungkin juga kan kalau Sara harus menelpon Carin? Baginya malam itu, lebih baik berada di tangan orang asing daripada harus berhubungan dengan wanita itu lagi.

Nasi telah menjadi bubur, Sara sudah mengambil keputusannya malam itu. 

HappenstanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang