C H A P T E R 10 : Kembali Bertemu

1.4K 152 39
                                    

Tandai typo yaa~

Happy reading y'all <3

• • •

Suasana yang tadinya ricuh, mulai meredam. Namun tetap saja, percikan rasa panik masih melanda. Banyak penjual yang meninggalkan dagangannya. Barang berserakan di mana-mana. Kemunculan Abaddon yang sesaat mampu membuat keadaan menjadi berantakan. Tak terkendali, merusak suasana meriah yang tak lagi menanti.

Tak jauh berbeda dengan perasaan takut semua orang, Carmia pun merasakan hal yang sama. Napasnya seakan tercekat kala kepala yang putus itu menggelinding pelan di dekatnya. Darah terciprat, mengenai sisi bawah roknya. Ia terlihat berantakan. Surai kepangnya tak lagi tersusun indah. Tasnya terjatuh ke tanah. Wajahnya pucat pasi dengan tangan yang mulai gemetar.

Carmia kembali tersentak, kala sebilah pedang menyabit tangan anggota Abaddon yang hendak melarikan diri hingga terputus, lalu menusuk tepat di jantungnya. Carmia menutup mulutnya, bau darah di mana-mana membuat perutnya terasa mual. Tungkainya lemas, tak sanggup lagi menampung beratnya. Ia terjatuh ke tanah, dengan dua mayat anggota Abaddon yang tepat di depan mata.

Satu langkah kecil yang mendekat, membuat pupilnya melirik pada ujung sepatu pantofel hitam yang tepat berdiri di depannya yang terduduk lemas di atas tanah. Napas Carmia masih tercekat, wajah pucatnya menyisakan rasa takut yang jelas. Perlahan ia mendongak, mendapati sosok pria dengan pakaian kebesarannya. Surai pirangnya berkilau di bawah cahaya rembulan. Netra sapphire itu berkilat samar, menatap Carmia yang tepat di bawah kakinya.

Castiel. Seperti biasa, tak ada senyuman di wajahnya yang terpahat sempurna. Iris matanya melirik ke bawah, pada Carmia yang mendongak menatapnya dengan pupil bergetar. Tatapan mereka bertemu, tanpa sepatah katapun yang keluar.

Ah, jangan berekspektasi tinggi. Apa Carmia seperti Tuan Putri yang diselamatkan oleh pangeran berkuda putih? Pangeran yang akan menggendong tubuhnya dengan tatapan penuh cinta? Jauh dari semua itu. Tubuhnya yang menjulang tinggi di depan Carmia, dengan tatapan tajam tanpa emosi juga dagu yang sedikit terangkat arogan. Seperti malaikat maut pencabut nyawa di bawah gelapnya malam.

Castiel terus menatapnya, memperhatikan penampilan Carmia yang berantakan, juga lututnya yang tergores. Lalu tatapannya tertuju pada wajah cantiknya. Terlihat ketakutan dan syok. Carmia yang mendongak menatapnya seperti itu, tanpa sadar membuat ujung labiumnya berkedut tipis. Menahan senyum samar yang tak ingin ia tampilkan.

Carmia langsung menundukkan wajahnya. Ia mencoba bangkit dari posisinya yang menyedihkan. Gadis itu perlahan berdiri, tak menatap matanya. Alisnya berkerut sayu, ia lalu membungkuk sopan pada Castiel. Mengucapkan terima kasih karena menyelamatkannya.

"Terimakasih telah menyelamatkan saya. Semoga cahaya Maitias selalu mengiringi—"

Belum sempat ia selesai berucap, Castiel tanpa kata meninggalkannya. Berjalan tegas dengan kuda putih yang mengiringi di sampingnya.

"—hari Anda.." Carmia menegakkan tubuhnya kembali. Matanya menatap punggung itu yang mulai menjauh. Tanpa kata, tanpa basa-basi, Castiel meninggalkannya bahkan saat ia belum sempat selesai berucap. Tanpa menoleh kembali, seakan Carmia tak ada artinya.

Gadis itu berdiri diam, berusaha menetralkan napasnya yang sedikit sesak. Matanya menatap lurus pada sosoknya, mendadak kebisingan menjadi sunyi di sekitarnya. Telinganya sedikit berdengung, sedikit pusing melanda kepala.

"Hei, Nona! Apa kau terluka?"

Carmia tersentak dari lamunannya. Seorang petugas medis menghampirinya, bertanya tentang keadaannya. Carmia sedikit gelagapan, ia lalu melihat penampilannya yang berantakan.

Hiding The Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang