Harun mengangkat satu alisnya. "Cemburu kenapa?"
"Kayaknya kamu kesel gitu kalau tangan Kak Senja dipegang cowok lain," terka Arfan.
"Bukan gitu." Harun menyanggah.
"Terus?"
"Kalian pikir aja. Sekalipun di sekolah ini ada murid dari luar, emang mereka pernah pegangan tangan di area sekolah? Pernah gak kalian liat siswa sama siswi yang mesra-mesraan? Enggak kan. Sekalipun mereka deket atau pacaran, tapi mereka tetep menghargai aturan. Ini sekolah berbasis pesantren," papar Harun.
"Tapi aku pernah loh liat anak kelas 12 cewek lagi senderan ke cowok. Aku gak tegur sih, karena mungkin mereka bukan anak pondok," sahut Eko.
"Mau anak pesantren atau bukan, kalau melanggar aturan ya tetep harus ditegur,"
Eko langsung bungkam saat mendengar ucapan Harun.
"Iya, kalau itu semua juga tau, Run. Tapi ini masalahnya ya di ente," tunjuk Mugi.
"Kok aku?"
"Soal kamu yang memperingati Kak Senja dengan alasan aturan ya okelah masuk akal. Tapi ane liat ente tuh kayak bener-bener gak rela gitu. Waktu itu, kamu niatnya ngisengin Kak Senja supaya dapet perhatian. Begitu tau dia ditolong Bang Ajun, malah mencak-mencak. Itu artinya ente lagi cemburu, Harun." Mugi yang biasa diam itu mendadak banyak bicara.
Kini giliran Harun yang kicep karena omongan Mugi. Benarkah dia cemburu? Entahlah, dia memang tak suka saja jika melihat adegan yang tak pantas. Maksudnya seharusnya mereka tahu tempat jika ingin berpegangan tangan. Tapi tetap saja hal itu memang salah dan tak boleh dilakukan. Itu adalah larangan dalam agama.
"Lah iya, aku juga baru ngeuh. Kamu bukannya udah lama kenal sama, Kak Senja?" Marwan yang sedari tadi diam saja ikut bersuara. Cowok itu sudah berteman dengan Harun sejak SMP.
"Kenal doang, deket mah enggak. Dulu kan si Fatih satu kelas sama aku," ucap Harun.
"Fatih itu adiknya, Kak Senja?" Mugi bertanya karena dia masuk ke pondok ketika SMA.
Harun mengangguk pelan. "Dulu aku cuma tau dan sering liat. Gak nyangka aja sekarang malah ketemu langsung."
Obrolan mereka terus berlanjut meskipun beberapa siswa sudah kembali ke dalam kelas. Selama jam pertama yang kosong, mereka bukannya mencatat tugas, melainkan ribut di kelas.
***
Aku menarik napas dalam-dalam sebelum masuk kelas. Kakiku terasa gemetar kembali. Padahal di jam pertama, rasa gugup itu tidak ada. Suara ribut di kelas XI-Agama masih terdengar nyaring. Ku lihat beberapa siswi sedang tertidur pulas dan sebagian ada yang sibuk sendiri. Pelaku keributan di kelas ini sudah pasti para cowok yang rempong.
Bismillah!
Aku membuka pintu kelas dan melangkah masuk. "Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam,"
Siswi yang sedang tidur langsung dibangunkan. Beberapa ada yang izin ke toilet untuk mencuci wajahnya. Sementara para lelaki masih tetap pada posisinya, yaitu bergosip ria sambil konser.
"Hatiku berkata ingin katakan cinta. Namun aku malu untuk mengawalinya,"
"Sikat!"
"Jantungku berdetak saat kau menatapku, jadi salah tingkah bicara sama kamu,"
"Lanjut!"
"Bibirku terbungkam, melihat senyummu. Aku tak kuasa saat di depanmu!"
Pukulan meja yang mengiringi nyanyian Harun semakin kencang. Cowok itu juga sesekali melirik ke arahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/352091160-288-k914341.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu (END)
Teen Fiction⚠️Wajib follow sebelum baca ⚠️ Jangan lupa tinggalkan jejak, minimal vote *** "Senja selalu membuatku terus menyukainya. Karena dia selalu memberiku kehangatan dan ketenangan di saat dunia memberiku banyak masalah." -Harun. "Jika aku bukan senja yan...