Lalisa Manoban mempunyai latar belakang keluarga yang sederhana. Mendiang ayahnya dan Ibunya —Marco & Aom sama - sama berprofesi sebagai Dosen di Universitas Grade A. Mereka berdua jatuh cinta dan akhirnya menikah.
Marco Bruschweiller sebelumnya warga negara Swiss, namun saat menikah dengan Aom Manoban ia lansung mengganti kebangsaannya. Pernikahan mereka berdua ditentang oleh pihak keluarga Marco karena mereka tidak ingin Marco menikah dengan orang Asia. Namun demi cinta, Marco tidak segan dan menyetujui keluarganya rela memutuskan hubungan darah.
Sehingga ketika Lisa lahir, keduanya sepakat untuk memakaikan marga Manoban dibandingkan Bruschweiller karena Marco sudah kecewa pada keluarganya sendiri.
Wajah Lisa kebanyakan dominan Marco sang ayah. Ia mempunyai wajah rupawan, hidung mancung, alis tebal, mata bulat bewarna biru safir yang indah dengan bulu mata yang lentik nan tebal, rahang pipi yang tegas, serta bibir tebal.
Makin hari, Lisa tumbuh semakin tinggi serta mempunyai otak yang cerdas dengan IQ diatas rata - rata. Gen itu ia dapatkan dari kedua orangtuanya.
Karena kedua orangtuanya berprofesi sebagai Dosen, Lisa selalu melihat kedua orangtuanya selalu berkutat pada buku sehingga ia meniru dan mulai menyukai membaca sejak saat itu.
Ia membaca buku apa saja yang ada diperpustakaan kedua orangtuanya dan menanyakan hal - hal yang tidak ia mengerti di buku tersebut kepada Ayah atau Ibu nya untuk diberi penjelasan. Ia juga tertarik belajar bahasa Asing sehingga ayahnya mengajari Bahasa Inggris dan Prancis.
Sampai ia duduk di bangku Sekolah, ketertarikannya untuk belajar semakin meningkat, ia bahkan malas untuk bermain bahkan berkenalan dengan teman sebayanya melainkan ia lebih tertarik mengobrol tentang pengetahuan bersama guru - guru di sekolah nya. Akhirnya, ia selalu menjadi siswa berprestasi di bidang akademik karena selalu meraih juara umum dan memenangkan Olimpiade.
Masuk ke jenjang SMA, Lisa mendapatkan hari - hari sulit dalam hidupnya karena kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan beruntun di tol saat hujan deras. Ia tidak membayangkan harus kehilangan kedua orangtuanya sekaligus diwaktu yang sama. Kedua orangtuanya adalah roll modelnya sekaligus motivasinya, sehingga ia sulit menjalani hidup tiap harinya. Ia bahkan bingung harus melakukan apa, hidup seperti apa, dan untuk siapa. Dunianya benar - benar hancur.
Sampai di Kelas 2 SMA, munculah seorang gadis pindahan dari Korea bernama Cho Miyeon menempati kelasnya.
Sejak hari itu, tiap hari Miyeon selalu mendengar rumor yang beredar oleh siswa - siswa di Sekolah jika Lisa sudah dicap sebagai Matahari yang tak bersinar lagi karena nilai - nilai pelajaran di Sekolahnya terus menurun.
Miyeon mempunyai empati yang tinggi, selalu ceria dan positif menjalani hidup. Melihat Lisa selalu sendiri, ia akhirnya bertekad untuk berteman.
Di minggu kedua ia masuk sekolah pada akhirnya, ia mendekati Lisa dan selalu mencoba membuka obrolan meskipun Lisa tak tertarik bahkan tak segan - segan mengusirnya.
Walau begitu ia tak perduli dan tetap mendekati Lisa. Ia juga terus mempush Lisa untuk belajar lagi dan tiap harinya ia memberikan buku catatan dan cara penyelesaian suatu soal / materi yang dipelajari agar Lisa tidak tertinggal.
Melihat usaha Miyeon, dan bulan - bulan berlalu, Lisa akhirnya menjadi terbiasa akan kehadiran gadis itu yang menghilangkan rasa sepi nya.
Sampai seminggu sebelum Ujian Semester Ganjil dilaksanakan, Miyeon yang melihat Lisa masih hilang arah akhirnya menamparnya lalu berkata,
"Lisa, mereka yang bilang matahari ga bersinar itu salah. Matahari akan terus bersinar, jika cahayanya lagi ngga bisa kita lihat itu artinya dia lagi ketutup awan hitam atau hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED
أدب المراهقين"Kamu jangan main - main sama saya." Lalisa memindahkan Jennie yang dengan kurang ajar duduk ke pangkuannya. Berkat gadis gila itu, mereka sekarang jadi pusat perhatian di Kantin. "Dih? siapa yang main - main sih?! orang gue serius suka sama lo ~"...