Andis dan Ajay duduk terengah-engah di tanah bebatuan, khususnya Andis yang berlari sambil membawa beban manusia. Area di tempat ini di donimasi oleh tanah dan bebatuan dengan sedikit pepohonan.
"Lu ada aer kagak, Jay?" tanya Andis.
Ajay mengeluarkan botol kecil dari dalam kantong jaket, lalu melemparnya pada Andis. "Jangan dihajar semua, kita enggak tau medan di sini, Dis, jadi harus pinter manajemen air."
"Oke." Andis meminum sedikit, lalu menutupnya dan melemparnya kembali pada Ajay. "Makasih, Jay."
"Dis, jagain badan gua ya. Gua mau cari informasi dulu," ucap Ajay.
"Oke, Jay, aman."
Andis membawa Kei ke sebelah Ajay dan duduk di sebelah Kei. Sementara itu Ajay duduk bersila dengan fokus tinggi. Ia bermeditasi untuk melakukan astral projection atau yang akrab juga disebut rogo sukmo.
Napasnya mendadak memiliki ritme yang teratur, selaras dengan beat jantungnya. Begitu Ajay merasakan sebuah sensasi seolah sedang berputar-putar di roller coaster, ia membuka matanya perlahan dan bangkit.
Rohnya kini berpisah dari raganya yang masih duduk bermeditasi. Ada sebuah tali yang menghubungkan antara roh dan raganya, tali tersebut dinamakan tali perak.
Karena Andis bisa melihat arwah, ia pun mampu melihat wujud roh Ajay. "Hati-hati lu, Jay."
"Oke, jagain body gua ya." Ajay melayang tinggi untuk memantau area di sekitarnya.
Ajay melayang dengan ringan, tubuh rohnya tidak lagi terikat oleh batas fisik. Ia melayang semakin tinggi. Cahaya bulan purnama yang bersinar terang membantu Ajay untuk melihat dengan jelas di tengah kegelapan.
'Sekitar tiga puluh menit ke depan ada beberapa rumah warga, kayaknya itu daerah Hargo Dalem.' Batinnya. Ajay menatap lagi sekelilingnya. Ia mendapati Dirga dan Tirta yang sedang berjalan ke arah Pasar Dieng. Dengan cepat Ajay segera melesat kembali ke raganya.
Matanya terbuka perlahan. "Dirga sama Tirta lagi jalan ke sini. Jaraknya sekitar belasan menit sampe ke posisi kita," ucap Ajay.
"Ya udah, kita tunggu mereka," balas Andis. Ia tiba-tiba memicing dengan ekspresi berpikir, lalu kembali menatap Ajay. "Eh, Uchul Tama enggak ada?"
"Entah, tapi ada dua kemungkinan," jawab Ajay. "Pertama, mereka jaga tenda."
"Kedua?" tanya Andis.
"Mereka yang bikin dua kembar itu bergerak," lanjut Ajay.
"Maksudnya?"
"Sesuatu yang buruk terjadi sama mereka berdua, persis kita. Entah, cuma firasat gua aja."
Andis dan Ajay menunggu ditelan keheningan, tetapi Dirga dan Tirta tak kunjung tiba. Andis menatap jam tangan yang ia kenakan.
Samar-samar gending gamelan kembali hadir menggetarkan gendang telinga mereka. Sontak Andis dan Ajay saling bertatapan.
"Dis, lanjut deh, perasaan gua enggak enak. Kita tunggu mereka di Hargo Dalem aja," ucap Ajay.
Andis mengangguk dan segera bangkit mengangkat Kei kembali ke punggungnya dibantu Ajay. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan untuk menembus Pasar Dieng menuju Hargo Dalem.
Di sela-sela perjalanan, mereka melihat ada tumpukan batu yang tersusun rapi dan tinggi. Melihat itu Andis tersenyum. "Siapa yang iseng nyusun batu begitu dah? Kemungkinan di atas ada pendaki, Jay."
"Ya, semoga."
Mereka terus berjalan melewati tumpukan batu itu tanpa banyak obrolan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra : Ekspedisi Lawu
HorrorGunung merupakan tempat yang kaya akan keindahan alam, tetapi rupanya gunung memiliki sisi gelap yang mungkin memberikan kesan ngeri bagi para sebagian penikmatnya. Tujuh pemuda melakukan pendakian ke Gunung Lawu. Tanpa seorang pun di antara mereka...