5. Perasaan Hambar

39 0 0
                                    

Satu Minggu kemudian ....

Satria berdiri bersedekap sembari memandangi hujan yang turun deras sore ini melalui jendela ruang kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh wajah cantik milik gadis yang dia temui di malam resepsi pernikahan Bima satu minggu yang lalu. Dia tidak tau apa-apa tentang gadis itu, semua samar. Untuk bertanya pada Bima pun dia enggan, karena yakin adiknya itu pun tidak akan tau apa-apa. Sepertinya semua buntu.

“Satria, jadi?”

Pria itu menoleh ke arah belakangnya di mana Bayu, teman yang akan menjadi partner restoran barunya melongokan kepala melalui pintu ruang kerjanya di cafe.

“Hujan, Bro.” Satria memutar tubuhnya dan berjalan ke arah kursi kerjanya.

“Ketemuan di hotel, kalau gak mau kita bisa batalin. Lalu buat janji baru lagi, bagaimana?”

Satria menengadahkan kepalanya ke langit-langit, seolah sedang berpikir.

“Pindah ke cafe aja. Bagaimana?” tanyanya yang kali ini memandang pada temannya.

”Boleh. Bentar gue call orangnya.”

“Oke.”

Satria sudah menemukan lokasi untuk cafe dan restoran barunya sejak beberapa bulan lalu saat dia masih berada di Milan. Dia meminta salah seorang temannya untuk mencarikan tempat strategis dan berhasil mendapatkannya. Kali ini dia akan merenovasi tempat itu sehingga menjadi lebih mewah dan berkelas.

“Sat, udah. Katanya dia mau datang malam ini,” ucap Bayu yang kembali menemuinya.

”Oke. Atur aja, Bro.”

Satu jam kemudian Satria dan Bayu sudah berdiskusi dengan seorang arsitek design yang akan mengurus bangunan cafe dan restorannya. Di luar hujan sudah mulai reda dan hanya menyisakan gerimis kecil.

“Butuh berapa lama kira-kira pengerjaannya?” tanya Satria setelah mendengar apa-apa saja yang harus dilakukan.

“Tergantung berapa banyak kita pakai tenaga. Kalau lebih dari tujuh kita bisa selesai lebih cepat.”

Satria dan Bayu saling berpandangan. Kemudian keduanya mengangguk.

“Kita mau ini selesai kurang lebih satu bulan. Bisa?” tanya Bayu ikut bersuara.

“Bisa, bisa. Yang penting semua dana  terkendali.”

Akhirnya mereka bertiga sepakat. Selanjutnya mereka mulai mengobrol santai membahas tentang food and beverage yang sedang booming ini.

“Semua tergantung tempat dan lokasinya sih, masalah harga bisa mengikuti dari penyajian dan tempatnya," terang si arsitek tersebut. ”Kayak cafe lo aja gini, enak buat nongkrong dan harganya juga ramah di kantong karena menyasar anak-anak milenial. Mereka suka tempat-tempat yang catchy and cozy, yakin mereka betah kalau ada stage mini gini.”

Kalau soal itu Satria sudah paham, kini dia ingin membangun cafe dan resto yang sama persis tetapi lebih besar dari cafe miliknya ini dan tentunya lebih elegan.

***

“Baru mandi kamu?” tanya Rayhan di seberang sana.

Saat ini Sabrina sedang melakukan video call dengan tunangannya itu. Mereka sudah berbaikan setelah Sabrina mendiamkan pria itu selama beberapa hari akibat foto perselingkuhan Rayhan yang diketahui dirinya. Akhirnya Rayhan meminta bantuan Indah untuk membujuk dirinya agar mau berbaikan. Sabrina mengatainya pria itu dengan sebutan ‘Anak mami’.

“Hu'um, tadi pulang kerja kehujanan.”

“Makanya aku bilang belajar nyetir, Sab. Biar kamu bisa bawa mobil sendiri dan gak ngojek online terus.”

FWB Between Love and Lust Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang