Hari pun berganti menjadi seminggu. Hari senin kembali menyapa dunia. Sebagian orang dihari ini dimaknai dgn perjuangan, sebagian pula memaknai dengan keterpaksaan. Bagi Joel, setiap hari itu bagai rutinitas kosong, sekosong kehidupannya. Dimeja makan Joel menghela nafas dalam-dalam sambil melantunkan kalimat-kalimat entah itu harapan atau hanya sekedar untaian kata tak bermakna. "Here we go again" kata Joel sambil meringis membayangkan kemacetan kota kelahirannya. Diperjalanan dalam busway ke tempatnya bersekolah sambil mendengarkan Merepih Alam oleh sang maestro Chrisye, kadang dia pun memikirkan asmara sedalam nyanyi-nyanyian sang maestro, bagaimana bisa mereka saling mencintai sedalam itu, sejauh manakah manusia untuk saling menyatu, pikiran-pikiran berkelebat dibenak Joel. Sesampainya disekolah Joel mendudukkan dirinya dibangku paling belakang dikelasnya. Sambil melirik kejendela dia pun memicingkan matanya untuk melihat secara jelas siapa yang turun dari mobil sedan hitam keluaran terbaru pabrikan eropa. "Ahh pak guru baru ternyata. Orang kaya raya seperti dia kenapa mesti susah-susah untuk berjibaku dengan remaja-remaja tengil tidak tau arah seperti dirinya dan kawan-kawannya yang lain." Orang kaya dengan keantikan mereka yang kadang membuat Joel geram. Larut dalam pemikirannya, ternyata Hanenda pun melihat Joel dari arah parkiran sekolah. "Siswa itu lagi, Joel Sagala, apa yang dipikirkan oleh remaja tanggung itu, masih pagi sudah bermuram durja tampangnya", dalam benak Hanenda bertanya-tanya. Selang beberapa detik saling beradu tatap, Hanenda pun memutuskan pandangan dan berjalan dgn pikiran ke Joel. "Ingatkan diriku untuk mengetahui secara detail tentang Joel". Dan Hanenda berhenti melangkahkan kakinya oleh pikirannya tentang muridnya. "Kenapa saya harus tau secara detail anak itu", Hanenda pun melihat kembali kearah jendela ruangan kelas Joel, yang dimana Joel masih menatap Hanenda dengan mata serigalanya. Ada perasaan aneh berkecamuk diantara 2 anak adam tersebut, hangat tapi mencekik, seperti merasakan detik-detik tenggelam dikedalaman samudera. Perasaan yang memabukkan yang Joel bahkan Hanenda ingin terus rasakan. Dering bell sekolah menggema semakin kencang membuat Hanenda mau tak mau memutuskan pandangannya ke Joel. Sambil memegang dada kirinya Hanenda akhirnya melangkah.3 hari setelah hari terakhir mereka bertemu, akhirnya semesta pun mempertemukan mereka kembali. Diruang guru saat pulang sekolah Joel menaruh buku-buku tugas kawan-kawan kelasnya. Ternyata disudut ruangan Pak Hanenda baru akan keluar dr ruangan itu. "Joel Sagala" demikian Pak Hanenda membuka pembicaraan didalam ruangan yang sudah sepi itu. Joel pun berbalik dan hanya mendelik ke arah Pak Hanenda. Joel merasa tidak baik untuk berlama-lama dengan orang satu ini, dia pun buru-buru melangkahkan kakinya keluar. Tapi Pak Hanenda tidak tinggal diam, Hanenda pun buru-buru mengikuti Joel. "Joel tunggu dulu, Bapak mau bicara" seru Hanenda dengan tegas. Joel masih diam bergeming meskipun sekarang Joel sudah berhadapan dengan Pak Hanenda. "Joel, kalau dipanggil sama yang lebih tua itu harus menjawab Joel, apalagi saya ini Guru kamu" kata Hanenda. "Hah? Bapak bicara dengan Joel?" balik Joel bicara seraya melepas headset blututh yang dia pakai. Hanenda pun membalas "Ahh ternyata kamu lagu dengerin lagu toh, Bapak kira kamu tidak dengar Joel". "Jadi apa yang Bapak mau bicarakan?" sahut Joel lagi agak ketus. "Kamu itu..... Ahh lupakan, kamu hati-hati dijalan sudah sore ini, Bapak duluan". Hanenda pun memutuskan pembicaraan dan berlalu dari eksistensi Joel. Orang aneh kata Joel dalam hati.
Hari pun berganti hari menjadi minggu terakhir dibulan April. Joel sekali lagi dengan betahnya diperpustakaan. "Lu tuh batu banget" dengan menghempaskan dirinya dikursi, Awan datang duduk dengan tidak eloknya membuat Joel terbangun dari tidurnya, sambil memicingkan mata dan alis yang menukik dia mendelik kearah Awan dan lanjut tidak menggubris kawannya itu. "Lu, betulan ansos banget yah, gua bela-belain kesini malah ditinggal tidur" lanjut Awan berkata "Eh Joe, lu tau ga Pak Hanenda, hari ini blio ultah, tadi ada cewe bohay datang bawakan cake dan tumpeng, beehhh diceng-cengin ama Pak Ahdar, lucu kali blio itu macam abg dirayain segala disekolah mentang-mentang guru spesial". Joel yang mendengar kicauan Awan pun hanya bisa mendelik "Bukan urusan aku, terserah mereka mau ngapain" sanggah Joel sambil membereskan buku-bukunya diatas meja. Dan langsung berlalu meninggalkan Awan yang misuh-misuh mengejar Joel. Bel berdering dengan kencangnya menandakan waktu untuk pulang, Joel pun segera bergegas keluar dr kelasnya. Didepan gerbang Joel yang berjalan kaki melihat mobil sedan hitam kepunyaan Hanenda. "Selamat bertambah umur Pak Hanenda, semoga semesta senantiasa memberimu cahaya terang seperti Artjuni" lirih Joel membatin.
Tidak seberapa jauh dari sekolahnya Joel menepi di mini market untuk membeli beberapa keperluan hidupnya. Dirak mie instan Joel menajamkan telinganya tatkala dia mendengarkan suara yang familiar. "Iya nanti saya telepon kamu lagi. Hmm lusa kita bicarakan. Saya tutup teleponnya". Mata bertemu mata, membuat hati berjengit kaget, apa semesta lagi kacau kata Joel, kenapa akhir-akhir ini dia selalu bertemu dengan Hanenda padahal dirinya sudah sebisa mungkin menjaga jarak. Tidak ingin berlama-lama, Joel memutuskan pandangan dan segera mengambil keranjang belanjaannya menuju kasir. Didepan kasir Joel pun memberikan keranjangnya dan kasir pun menjumlahkan item-item kepunyaan Joel. "55200 rupiah kak". Joel pun merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang yang tidak begitu beraturan bentuknya. "Tiga puluh lima ribu, mm empat puluh lima ribu, aduh kak maaf, uang aku g cukup, tolong keluarkan shampo nya aja, mungkin dah cukup itu mba duitku". Belum sempat kasir menjawab, tetiba Joel melihat dari samping ada tangan yang menjulur dan memberikan kartu kredit ke depan kasir sambil berkata "Tolong tagihan murid saya dimasukkan ke bill saya saja mba", Hanenda pun memberikan kartunya ke kasir, tapi Joel secepat mungkin menyanggah sambil menggeplak tangan Hanenda. Tak "Maaf dan terima kasih tapi aku g mau berhutang sama Bapak, tolong mba jangan pedulikan orang tua ini, cukuo keluarkan shamponya saja. "Tapi Joel" kata Hanenda. "Pak Hanenda terhormat, meskipun aku ini miskin, tapi aku g suka berhutang, dengan Bapak bayarin itu artinya aku berhutang. Jadi tolong Pak, jangan buat aku risih. Aku juga punya harga diri Pak". Joel pun melangkah menjauh menuju pintu minimarket, belum sempat Joel membuka pintu Hanenda bersuara "Joel menerima pertolongan orang tidak akan membuatmu jatuh dan rugi, menolong dan ditolong itu lebih ke rasa manusiawi, jadi jangan menganggap kamu itu rendah hanya karena ada orang lain yang ingin menolongmu, begitupun kamu akan menolong orang lain".
"Tapi dimana semua manusia disaat aku minta pertolongan dari manusia-manusia bejat yang menghancurkanku. Tidak ada Pak. Tidak satupun dari mereka menolong" lirih Joel dalam hatinya sambil melangkah pergi tanpa menoleh ke Hanenda.
Didalam rumah Joel yang gelap dan pengap, Joel sudah terbiasa untuk tidak mengeluh dengan keadaan rumahnya. Sendiri, menyendiri bagaikan makanan sehari-hari Joel. Mama dan Bapak mungkin sudah cukup baik untuk disebut masih hidup, tapi keberadaan mereka bagai bayang-bayang ditengah malam. Antara ada dan tiada. Hufff menarik nafas panjang, Joel mengingat kembali pembicaraan Pak Hanenda tadi. Bukan, bukan maksud Joel untuk mengingatnya namun entah mengapa dari hari pertama pertemuan dirinya dan Pak Guru itu, ada semacam gemuruh dirongga batinnya. Joel yang tidak pernah merasakan kehangatan merasakan risih, meskipun pertemuan mereka boleh dikata hanya sesekali tapi begitu memberi efek candu disanubari Joel. Joel tidak paham, dan Joel ingin mengutuk dirinya yang entah mengapa kadang memikirkan laki-laki dewasa tegap dan gagah tersebut. Joel merasa dirinya aneh, gila dan hina. Joel adalah laki-laki. Normal fisik dan percaya akan mencintai Lawan Jenis. Joel seharusnya merasakan gelenjar listrik aneh dgn seorang lawan jenisnya, seorang wanita, bukan ke sesama jenisnya. Joel terhina dengan pikirannya sendiri. Joel ketakutan hanya dengan memikirkannya. Karena Joel tau konsekuensi kedepan apabila dia meneruskan perasaan hina ini. Joel jatuh cinta akan setiap bentuk yang ada didalam jiwa raga Hanenda. Joel menangisi intensitas Hanenda. Joel meratapi cintanya yang belum bertunas namun harus dia pangkas. Joel kalah. Joel mengaku kalah akan semesta. Joel mencintai Hanenda melebihi kepingan-kepingan darah yang mengalir ditubuhnya. Joel mencintai Hanenda yang hanya dia temui sesekali saja. Cinta datang tidak disangka meski kehadirannya hanya dalam berbentuk sporadis. Joel memukul dadanya yang sesak akan perasaannya yang dia anggap hina, Joel berteriak lantang menyebut nama terkasihnya, gila, Joel mengaku gila akan cinta gilanya. Joel terisak. Joel menangis sesegukan meratapi kisah cintanya. Hanenda Hanenda Hanenda lantang Joel meneriakkan nama terkasih seraya mengucap doa agar semesta sekali ini saja berbaik hati kepadanya, agar semesta menyampaikan cintanya ini ke Hanenda, bukan untuk dibalas tapi Joel hanya ingin melihat dan merasakan Hanenda untuknya. Hanenda Hanenda Hanenda, katakan Joel sudah gila, memaki semesta yang selalu memberinya kisah kelam, Hanenda Hanenda Hanenda, bisakah seorang Hanenda menolong Joel untuk keluar dari kubangan hitam, Hanenda Hanenda Hanenda, teriak Joel lagi lagi dan lagi, sambil memukul-mukul dadanya, sesak sangat sesak, Joel sangat ingin melantangkan suaranya memanggil nama terkasih, Hanenda aku sayang kamu meski norma semesta melarangku. Hanenda adakah tempat untuk kita dibumi ini. Hanenda adakah tempat untuk kita dihari akhir nanti. Hanenda ku, Hanenda, aku sayang kamu. Maafkan diri yang hina ini sudah lancang menaruh hati pada mu Hanenda. Maafkan cinta ku yang hina ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syama Artjuni [HIATUS]
FanfictionHanenda - Joel, didalam sebuah utasan kelam semesta. Mereka hanya inginkan kisah mereka laksana Asmaraloka tapi sayang norma diatas asmara. Mereka tak punya kuasa untuk melawan takdir Pemilik Kehidupan.