BAB 4

31 3 2
                                    

Tanggal berapa ini?

Melihat tanggal sejenak pada layar ponselku, aku menghela napas. Aku kangen dia, kangen banget. Mungkin sejak hari pertama kami putus, aku memang sudah merindukannya. Sejak hari pertama kami berpisah, aku sadar ternyata hatiku memang selalu ingin kembali padanya. Tapi aku memilih untuk, mengabaikan keinginan hatiku itu.

Iya, egois adalah nama tengahku.

"Dia bilang kangen belum tentu dia beneran kangen sama lo, Dhanu." Kata Hengga, membuatku tersadar dari lamunanku.

Dia kemudian melempar senyum sinis, sementara aku mengunci layar ponselku dan bersiap-siap untuk pulang setelah seharian menghabiskan waktu di rumah Hengga. "Nu, lo tau kan gue sama cewek gue pacaran udah bertahun-tahun?" Dia bertanya padaku dengan tenang, aku sudah duduk diatas motor sementara dia bersandar pada pilar depan rumahnya.

Mendengar pertanyaan Hengga itu, aku terdiam.

"Orangtua cewek gue berkali-kali bilang kalau hubungan kami ini nggak ada masa depannya, tapi gue sama dia nggak pernah milih buat putus. Nyokapnya dia berkali-kali nyodorin laki-laki lain ke dia, baik yang punya kerjaan bagus sampai yang biasa aja. Nggak peduli cewek gue lagi sama gue atau enggak, nyokapnya dia asik-asik aja bahas laki-laki lain sama cewek gue di depan gue. Tapi, gue sama dia tetap pilih bertahan sampai sekarang alih-alih pisah atau nyoba opsi yang nyokapnya mau."

"Itu karena lo punya kerjaan tetap, sementara gue kan pengangguran wajar kalau cewek lo mertahain lo."

"Alasan begitu aja nggak cukup, Dhanu."

Aku memandangnya dengan sebelah alis terangkat. "Terus?"

Hengga tersenyum jumawa. "Karena gue dan dia sama-sama mau bertahan."

Maksudnya? Tanyaku pada diriku sendiri.

"Gue yakin, Nu. Karena lo nggak kerja bukan alasan Ginta ngelepasin lo. Tapi lo, kenapa ngelepasin dia saat itu?"

Aku menghembuskan napas dengan keras. "Mana ada cowok yang oke-oke aja denger ceweknya naksir orang lain. Dan gue begitu, yakali gue oke-oke aja denger cewek gue bilang kalau dia suka sama atasannya terus udah frliting lagi."

Hengga mendengus. "Harusnya lo pertahanin kalau emang cinta." Aku hanya memandanginya tanpa menjawab. "Terus pas dia ngajak balikan, kenapa lo nggak mau?"

"Karena dia udah jalan sama Abi, bohong pula sama gue itu posisinya kami masih pacaran malamnya dia minta izin ke taichan tapi nggak gue kasih yah lo tau sendirilah gimana lanjutan ceritanya." aku tersenyum. "Kira-kira, kalau gue melakukan hal yang sama seperti apa yang Ginta lakukan ke gue, lo sakit hati nggak? Bakal mau balikan sama dia detik itu juga?"

Hengga diam, membuat aku tersenyum mengejek kepadanya.

Dia saja tidak bisa menjawab, terus pakai nanya kenapa hari itu aku nggak langsung mengiyakan ajakan Ginta untuk balikan?

Kadangkala manusia memang suka ada-ada aja.

Jadi aku lebih memilih untuk mengeluarkan ponsel dan memainkannya, masih duduk diatas motor, aku dan Hengga sama-sama terdiam. Tidak ada lagi percakapan diantara kami untuk beberapa saat, Hengga masih berdiri dengan rokoknya sementara aku sibuk dengan ponselku. Ada satu pesan yang sedang aku balas, dan ada satu status milik orang lain yang terlihat oleh diriku.

Sebenarnya bukan terlihat, tapi akulah yang melihat status itu pada aplikasi wattsap.

Status wattsap milik Ginta.

Saat aku melihatnya, semuanya terasa deja vu. Di dalamnya menampilkan sebuah screenshot pesan antara dia dan juga Abi, dan entah kenapa bibirku justru menarik sedikit senyuman.

Before You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang