"Oi bro tumben lo gak bolos?"
Tanya seseorang, panggil saja Yohan.
"Gue kalo ketahuan bolos sekali lagi bisa masalah"
"Gila seorang Juna takut buat bikin masalah? Wow langka."
"Lo gak paham, bisa-bisa gue diadu ke Jian, terus dia ngadu ke bokap kan males."
"Dih ternyata gini-gini lo masih takut sama bokap."
"Lo... Gak tau... Kalo yang kena hukuman itu bukan gue, tapi Bunda.." balas Juna kecil dan tidak terdengar.
"Dion lo gue teman in aja ya? Gue takut lo diapa-apain Kak Juna"
Oh rupanya Justin masih khawatir.
"Astaga Justin udah berapa kali aku bilang gapapa aku bisa sendiri!"
Dion sedikit meninggikan nada bicaranya, bagaimana tidak kesal? Justin terus saja mengulang pertanyaan yang sama.
"Ya tap-
"Udah! Mending lanjut fokus pelajaran aja!"
Sebelum Justin selesai berbicara Dion dengan cepat memotong. Kedua kembali fokus pada pelajaran.
Atmosfer di ruangan itu terasa menegangkan, bahkan udara nafas pun dapat terasa.
Dalam ruangan itu terkumpul sepasang pasangan paruh baya, satu pria dewasa dan satu orang remaja.
Semua hening sampai beberapa detik, hingga akhirnya si pria tua itu membuka suara.
"Jadi... Seperti yang telah aku sampaikan dan sesuai dengan perjanjian, aku akan membawa anak itu."
"Ya memang seharusnya seperti itu, asal kau tahu ini sudah sangat terlambat."
Jawab pria dewasa di ruangan itu.Kesal mendengar hal itu si pria tua menyambar.
"Apanya yang terlambat? Masih mending aku mau merawat nya, jika bukan karena perjanjian itu aku mana sudi."
"Brengsek! Gara-gara kau hidup Kakak ku hancur! Dasar sialan. Jika kau tidak mau merawatnya maka aku dengan senang hati akan merawatnya. Jangan berlindung pada perjanjian, aku tau kau sebenarnya ingin karena hendak membayar rasa bersalah mu!."
Hendak membalas lagi tepi keburu disambar oleh Jian.
"Bisa kalian tenang hah?! Asal kalian tau Bunda ku disini juga korban! Jangan merasa paling tersakiti!"
"Dan untuk kau! Terserah apa yang ingin kau lakukan aku tidak peduli dengan segala urusan mu entah perjanjian lah apalah, aku tidak peduli."
Setelah mengatakan itu Jian pergi sambil mendorong kursi roda Bunda nya.
Dion menahan ke gugupan nya, berusaha untuk menjaga agar kakinya untuk tetep berdiri.
Saat ini dia di depan kelas Juna, untuk apa? Ya untuk mendapat hukumannya.
"Dek nyari siapa?" Tanya salah satu Kakak kelas yang kebetulan melihat Dion seperti orang bodoh di depan pintu.
"E-e itu, Kak Juna nya ada?"
"Oh Juna? Ada kok di dalam. WOI JUN ADA YANG NYARI NIH"
"Apaan teriak-teriak? Mana siapa yang nyari gue?" Juna datang dengan kesal, padahal dia lagi asik di alam mimpi.
"Noh, ada adek kelas nyari Lo." Orang itu menunjuk Dion, yang ditunjuk menunjukkan senyum kikuknya.
Bayangkan saja Dion ditatap tajam oleh Juna, rasanya dia ingin menjadi jelly saja. Kakinya lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudara Tidak Serahim
Teenfikce"Aku cuman mau dianggap sama Kak Ji sama Kak Juna." - Dion Adiwangsa.