27

448 108 8
                                    

Abi memperhatikan Alma yang tengah memilih beberapa buah segar. Buah mangga matang sepertinya jadi pusat perhatian Alma ditambah buah itu berbentuk besar. Selanjutnya Abi melihat tangan Alma sudah menuju ke sisi rak paling atas, dia mengambil, apel, jeruk dan buah naga berwarna kuning. Ketika Alma melirik ke arah buah nanas Abi langsung menyela.

"Kamu tidak boleh memakan buah itu."

Alma refleks mengerjap menatap suaminya. Sepertinya Abi salah paham.

"Aku tidak berniat membeli itu."

Abi melongo. "Oh aku kira kamu akan mengambil buah itu."

"Tidak, aku tahu buah itu tidak dianjurkan untuk ibu hamil."

"Bagus. Istriku ternyata sangat pintar."

Alma hanya mendengus sambil tersenyum ke arah suaminya. Apa selama ini Abi berpikir ia adalah wanita bodoh. Kemudian suara dering ponsel Abi terdengar memberitahu ada panggilan yang harus lelaki itu terima. Abi meraih ponselnya dan melihat nama asisten pribadinya tengah menelpon. Abi langsung menatap Alma.

"Kamu tunggu di sini jangan kemana-mana. Aku akan mengangkat telepon dulu sebentar."

Alma mengangguk patuh. "Baik."

Setelah mengecup bibir istrinya sekilas. Abi langsung berjalan menjauhi Alma. Wanita itu yang mendapat kecupan manis dari Abi hanya bisa menunduk malu karena ada beberapa orang yang melihat kemesraan mereka. Tingkah Abi menciumnya di depan umum bukankah itu sangat tidak sopan. Alma mencoba mengabaikan tatapan dari orang-orang sekitar, memilih kembali fokus menjajal buah yang enak untuk ia makan nanti di kantor suaminya. Tidak menyadari di sudut yang sedikit jauh ada sepasang mata yang memperhatikanya dalam diam.

Seorang wanita yang menyamar jadi lelaki itu menyentuh topi dan membenarkan maskernya. Mengeluarkan sebuah pisau kecil lalu mulai mendekati target. Alma yang menjadi target sasarannya kali ini masih terlihat fokus dengan belanjaan. Ketika kakinya sampai beberapa langkah dari belakang tubuh Alma. Ingin langsung menggoyangkan pisau itu untuk menembus tubuh Alma, refleks sosok misterius itu tersungkur di lantai saat seseorang lebih dulu memberikan bogeman mentah padanya.

Alma menjerit. Melihat seseorang tengah terjatuh di belakangnya. Berbalik menatap sosok yang memakai topi dan masker sudah terkapar lemah di lantai. Namun saat Alma melihat seorang pria yang memukul tersebut bergerak mendekati sosok yang ingin mencelakai dirinya, sosok memakai masker itu melempar pisau tajam ke arah pria yang menyerangnya hingga mengenai lengan menimbulkan luka dalam yang menancap di lengan bagian kanan, dan belum sempat pria itu membalas, si sosok misterius sudah berlari kocar-kacir. Membuat tubuh Alma bergetar hebat menatap sebuah pisau kecil yang menancap di lengan orang asing tersebut.

Kegaduhan itu berhasil membuat para pengunjung supermarket heboh hingga sampai ke telinga Abi yang tengah menerima telepon di luar.

Cemas dengan keadaan istrinya yang masih di dalam. Abi buru-buru masuk dan mencari keberadaan Alma dan matanya terbelalak lebar saat melihat istrinya tengah pingsan di atas pangkuan seorang lelaki tua.

Lelaki itu seperti pernah Abi lihat. Tetapi Abi tidak memedulikan, tidak penting ia mengingat dimana ia bertemu dengan lelaki itu, yang Abi cemaskan sekarang adalah Alma, buru-buru berlari meraih istrinya yang tidak sadarkan diri.

"Ya Tuhan Alma. Kenapa seperti ini."

Pria tua itu berdiri saat Abi sudah berhasil mengambil alih tubuh istrinya dalam gendongan.

"Sepertinya istrimu shock karena tadi ada yang ingin mencelakainya."

Mendengar ucapan tersebut sontak membuat Abi kaget dibuatnya.

"Ada yang ingin mencelakai istri saya?"

"Ya, lebih baik sekarang Anda lebih fokus menjaga keselamatannya. Jangan sampai terjadi lagi karena sosok tadi berhasil melarikan diri. Bukan tidak mungkin dia akan kembali lagi dan mencelakai istri Anda."

Abi mengangguk mengerti. "Saya akan menjaga istri saya dengan baik. Terima kasih sudah membantu." tatapan Abi mengarah ke arah tangan pria itu yang terlihat semakin banyak mengeluarkan darah saat pisau tersebut pria itu tarik lepas. "Anda terluka. Sebaiknya kita ke rumah sakit. Ayo ikut mobil saya."

Pria itu Dadvar tersenyum. Dan tidak menolak saat Abi menawarkan tumpangan padanya.

***

"Bagaimana bisa jadi seperti ini Abi?"

Pertanyaan cemas dari Mamanya terdengar. Abi mencoba membuat ibunya tidak terlalu khawatir. Ia kesal kenapa ayahnya malah membawa ibunya ke rumah sakit. Sudah ia bilang tadi agar tidak mengatakan apapun pada ibunya. Ia hanya memberitahu Arseno karena ayahnya tadi menelepon bertanya keberadaanya karena tidak ada di kantor. Mau tidak mau Abi menjelaskan dengan jujur bahwa ia dan Alma tengah berada di rumah sakit. Dan lelaki sialan itu datang tidak sendiri melainkan bersama ibunya yang terlihat sangat mengkhawatirkan Alma dan cucunya.

"Tenang Ma. Alma dan bayi kami baik-saja. Dia hanya terkejut dengan kejadian tadi akhirnya pingsan. Untungnya tadi ada yang menolong." mata Abi mengarah pada Tuan Dadvar yang masih berada di ruangan yang sama tengah di obati serius luka yang ada di tangannya. "Beliau orang yang sudah menolong Alma. Dia terluka akibat benda tajam."

"Ya Tuhan."

Nyonya Listya menutup mulutnya tanda terkejut mendengar kabar ini. Benar-benar ia tak menyangka jika ada orang yang ingin mencelakai menantunya. Siapa orang jahat itu? Jika Nyonya Listya menemukan orangnya. Lihat saja ia akan memberi perhitungan jauh lebih kejam karena sudah berani bermain-main dengan keluarga Arseno, menyakiti menantu kesayangan yang tengah mengandung cucu mereka tidak bisa ia biarkan hidup dengan mudah.

Nyonya Listya kemudian mengarahkan kursi rodanya menghampiri pria yang sudah menolong Alma. Lalu matanya tertegun saat melihat sosok tersebut.

"Dadvar?"

Lelaki itu tersenyum ke arah Listya.

"Anda mengenal saya?"

Listya terdiam. Sepertinya lelaki ini tidak mengenalinya. Nyonya Listya buru-buru mengeluarkan suara.

"Tentu saja. Semua orang tahu kau. Pemilik perusahaan besar bersaing dengan keluarga kami."

Tuan Arseno yang baru sadar ucapan istrinya benar segera menghampiri lelaki itu.

"Terima kasih sudah menolong menantu kami. Dan senang bertemu denganmu. Kita belum pernah bertemu sebelumnya."

Jabatan tangan para lelaki itu kemudian buyar saat suara lenguhan Alma terdengar. Wanita itu mulai beringsut bangun menatap semua keluarga suaminya dan tatapannya berhenti di wajah lelaki yang tadi menyelamatkannya.

Deg

Sesaat Alma terdiam meneliti wajah pria itu? Bukankah wajah itu?

"Maaf Anda, pria yang berpapasan dengan saya di toko roti itu bukan?"

Pertanyaan Alma membuat Dadvar mengangguk sambil memberikan senyuman hangatnya.

"Ya, kau benar kita pernah bertemu sebelumnya di toko roti seminggu yang lalu."

Mengerti dengan remasan kuat jemari istrinya Abi mulai sadar jika Alma sedang memberitahu jika pria di samping brankarnya ini adalah pria yang dalam beberapa hari selalu ada dalam pikiran Alma. Pria yang Alma yakini ada ikatan darah diantara merka.

Abi mulai memperkenalkan pria ini pada Alma.

"Kenalkan beliau Tuan Dadvar yang sudah menolongmu tadi di supermarket."

Lalu tatapan mereka tertaut, menatap diri masing-masing yang amat sangat tidak bisa dibedakan. Seperti pinang dibelah dua.

Bersambung...

Ebook fullnya sudah tersedia di playbook.

Hatimu Untuk Siapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang