Shea membuka pintu kaca di hadapannya dengan raut wajah semringah yang terpatri jelas. Bibir manisnya tertarik pada kedua sudutnya, menciptakan lengkung indah menghiasi wajahnya.
Wanita itu merogoh tasnya, mencari ponsel untuk menghubungi Nana Bee soal berita gembira yang baru saja didapatnya.
Sambungan pada telepon sedang berdering. Sambil menunggu panggilan diangkat, Shea berjalan di trotoar dengan sekspresi senangnya yang kentara. Cara jalannya saja sudah dapat membuat orang-orang menilai bahwa dia sedang bahagia.
“Halo, Sayang. Bagaimana kabarmu?”
Begitu Shea mendengar suara lembut nan hangat itu merasuk ke dalam telinganya, Shea berhenti. Dia berjingkrak pelan sambil menahan histeria yang dia rasakan saat ini.
“Nana Bee!” Shea memekik girang.
Wanita tua di seberang sana kebingungan, panik harus apa karena di telinganya pekikan suara Shea terdengar seperti kepanikan.
“Ada apa, sayang? Apa kau baik-baik saja?”Shea berhenti sambil menahan tawanya karena malu dilihat beberapa orang apalagi dia begini di depan khalayak ramai. Dia lalu tertawa lepas sampai membuat wajahnya hampir memerah.
Hal ini semakin membuat Nana Bee yang tak ada di tempat semakin bingung. Sesaat gadis itu memekik lalu tertawa. Apa yang terjadi?
“Shea? Sayang, kau tidak kenapa-kenapa, kan?” Begitu kentara intonasi khawatir dari Nana Bee pada suaranya.
Merasa cukup dengan tawanya tadi hingga membuat sang nenek bertanya-tanya, Shea berdeham pelan. “Jadi …” Dia hendak berbicara saja harus tersedak lagi oleh tawa bahagia.
Dari hal ini Nana Bee berhasil menyimpulkan bahwa Shea sedang dalam keadaan bahagia dan bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Tahu ini adalah kebiasaan Shea, Nana Bee hanya menunggu dengan sabar di sana sampai Shea benar-benar menyelesaikan tawanya dan tak menjeda obrolan mereka dengan hal itu.
Beberapa detik kemudian, Shea menarik napas lalu mulai menceritakannya. Sedikit diselingi tawa pelan pada katanya.
“Aku akhirnya mendapatkan pekerjaan!” Shea tertawa bahagia.
Nana Bee rupanya tak mau membiarkan Shea berbahagia seorang diri, wanita itu bahagia lalu memanggil-manggil Matthew yang sepertinya ada di dekat sana.
“Kau mendapatkan pekerjaannya?! Wow, Shea!” Matthew mengambil alih telepon dsn hal ini semakin membuat Shea kegirangan.
“Ya! Aku dikontrak oleh sebuah kafe!”
Kini, suara Nana dan Matthew memenuhi pendengaran Shea. Mendengar teriakan semangat mereka membuat Shea semakin senang.
“Yes, Shea! Yes!” Matthew memekik bangga.
Lalu, Shea menghabiskan tiga puluh menit setelahnya mengoceh bersama dua anggota keluarganya tersebut. Nana Bee benar-benar memberinya banyak sekali suntikan semangat agar Shea tetap menjalani harinya disaat dia masih harus beradaptasi.
“Jadi, bagaimana pria itu? Dia yang kau ceritakan sepekan lalu.” Matthew mengambil alih telepon sepenuhnya, Nana Bee harus pergi karena suatu urusan.
Shea melirik sekitaran trotoar dengan cepat, kurang tahu apa maksudnya. “Yah, begitulah …” Kalimatnya menggantung tanpa sebab dengan matanya yang beralih pandang pada beton yang dipijaknya.
“Apa ada masalah?" Dari nada suaranya, Matthew terdengar sedikit khawatir.
“Tidak,” Shea mendegus tipis. “Dia terlihat lebih dingin belakangan ini. Atau mungkin dia memang begitu dan insiden saat itu memperburuk keadaan di antara kami.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes Open for The Liquor
FanficDiusianya yang ke-duapuluh satu tahun Shea memutuskan untuk pindah dari rumah kakek-neneknya karena ingin mandiri. Dia tahu itu terlambat untuk mendidik dirinya menjadi pribadi yang mandiri dan tak bergantung pada kakek-neneknya, tapi setidaknya dia...