13. 02200059

50 10 1
                                    

Aku berteriak, dan menarik tanganku kembali karena merasa jijik dan ketakutan.  Sungguh mengerikan menyentuh sesuatu yang tidak terduga di tempat yang tidak kuketahui ini, terutama karena saat aku menyentuh tangan yang dingin dan bengkak itu, aku tahu kalau tangan itu milik orang mati.

Mengingat aku masih membawa beberapa korek api, aku menyalakannya dengan cepat dan melihat sesosok tubuh laki-laki tergeletak di lantai, dengan luka menganga besar di perutnya.

Serangga pemakan mayat berkerumun di sekitar luka, masing-masing sebesar telapak tanganku, dan semuanya berwarna hijau muda. Saat aku melihatnya, aku dapat melihat pemakan mayat yang lebih kecil merangkak keluar dari mulut dan mata tubuh tersebut.

Aku merasa mual saat melihat orang mati itu.  Tampaknya dia telah meninggal selama sekitar satu minggu, dan tidak diragukan lagi dia adalah korban lain dari kelompok yang meninggalkan peta tersebut. Mungkinkah dia mati di sini setelah terjatuh melalui jebakan yang sama dengan yang kualami?

Korek apiku berkedip-kedip, namun di detik-detik sisa penerangannya, aku melihat lampuku beserta baterainya tergeletak di sampingnya. Segera kumasukkan kembali baterainya dan aku sangat lega karena lampunya kembali menyala.  Sial, pikirku, orang yang menjual ini kepadaku bersumpah bahwa benda ini mampu menahan jatuh hingga sepuluh kaki dan dia tidak berbohong. Aku merasa sedikit bahagia sekarang karena aku punya sumber penerangan lagi.

Aku bangun dan melihat sekeliling;  tidak ada apa pun di tempat ini. Itu adalah ruang bawah tanah persegi yang dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari tumpukan batu tidak beraturan. Ada banyak lubang seperti ventilasi di antara bebatuan, dan semburan udara sejuk berhembus melalui lubang tersebut.

Selanjutnya, kuperiksa mayatnya, seorang pria paruh baya yang tampak seperti mati karena lubang besar di perutnya. Dia mengenakan pakaian kamuflase dan sakunya sangat penuh hingga menggembung menjadi gundukan kecil.

Dari salah satunya aku mengeluarkan dompet berisi sejumlah uang dan potongan tiket kereta api.
Pada ikat pinggangnya kutemukan stempel timbul yang diukir dengan angka 02200059. Selain itu, tidak ada yang dapat membuktikan identitasnya.

Aku memasukkan dompetnya ke dalam tasku, berencana untuk menyelidikinya lebih jauh setelah aku menemukan jalan keluar dari tempat ini.

Gaya arsitektur di sini mirip dengan makam dinasti Zhou Barat dan tempatku berada tampak seperti terowongan pelarian dadakan. Kupikir tidak mungkin ada orang yang meletakkan kuburan tepat di atas makam orang lain. Ini mungkin merupakan jalan keluar yang dibuat sendiri oleh para pengrajin makam.

Di zaman kuno, terutama pada Periode Warring States, jika seseorang ikut serta dalam pembangunan makam bangsawan, otomatis berarti hukuman mati. Para pengrajin akan diracuni atau dikubur hidup-hidup bersama mayatnya. Namun kebijaksanaan kelas pekerja tidak boleh diremehkan, dan banyak pengrajin yang membangun jalan rahasia agar mereka dapat melarikan diri. Aku menyapu lampuku ke seberang ruangan dan melihat sebuah pintu kecil dan sempit di dinding cukup dekat dengan langit-langit, sedikit di luar jangkauanku. Di bawahnya ada tangga kayu, tapi sudah lapuk dan hampir hancur total. Kuperkirakan ketinggian pintu kecil itu dari tanah, dan memutuskan bahwa aku mungkin tidak bisa melompat setinggi itu.
Dan kemudian sebuah wajah muncul dari terowongan.

Begitu aku melihat siapa orang itu, semangatku terangkat dan aku berseru, "Panzi!  Ini aku!"

Panzi terlonjak kaget saat melihatku, tanpa sedikit pun tanda kebahagiaan.  Sebaliknya, dia tampak seperti baru saja melihat sesuatu yang menakutkan, mengeluarkan senjatanya dan mengarahkan moncongnya langsung ke arahku.

Apa yang salah disini?  Kenapa Panzi memperlakukanku seperti zombie?  Aku berteriak, "Panzi, ini aku!  Apa yang sedang kamu lakukan?"
Seolah tidak mendengar apa pun, Panzi melepaskan tembakan. Suara tembakannya sangat keras di gua ini dan pelurunya begitu dekat dengan wajahku sehingga aku merasakannya bersiul melewati telingaku. Benda itu mengenai sesuatu di belakang punggungku dan gel bergelembung yang berbau seperti ikan busuk berceceran di seluruh bagian belakang kepalaku.
Berbalik dengan cepat, aku melihat ada yang menempel di dinding beberapa benda hijau besar yang tampak seperti kura-kura tanpa cangkang.  Beberapa dari mereka telah naik ke langit-langit tepat di atasku dan hanya berjarak empat kaki dari kepalaku, bersiap untuk menyerang otakku.

Catatan sang Penjarah Makam (Daomu Biji), Buku 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang