Pagi yang sangat cerah sangat cocok digunakan untuk melakukan aktivitas diluar ruangan. Menikmati sinar matahari yang menyentuh kulit dengan lembut atau sekedar duduk santai sambil menghirup udara yang segar. Tapi tidak untuk ketiga bocah nakal yang malam kemarin melanggar aturan Panti Andalusia.
"Baiklah, semalam aku langsung mengizinkan kalian bertiga untuk istirahat. Maka dari itu, siapa diantara kalian bertiga yang ingin bicara lebih dulu?" Suara Bibi Artha yang tegas membelah keheningan di ruang kerjanya. Mata tajam dan tak lupa bulu angsa yang ikut bertengger di samping topi hitam milik Bibi Artha membuat Irish bergidik ngeri.
Tidak ada yang menjawab. Hal itu membuat Bibi Artha geram. Dilihatnya wajah ketiga pelaku yang melanggar aturan tersebut dengan seksama. Anak laki-laki yang terkenal pendiam dan cerdas itu hanya menatap tanpa minat kearah depan. Bibi Artha menghela napas pelan, apa yang diharapkan dari Ares. Selanjutnya, anak laki-laki dua tahun lebih tua diantara mereka bertiga. Tubuh tinggi dan rambut ikal pirang itu sama sekali tidak merasa terintimidasi. Bersiul kecil tanpa mempedulikan kemarahan Bibi Artha. Kelakukan Arlo memang sudah diluar batas, tidak bisa menjadi contoh bagi anak-anak panti yang lain. Bibi Artha menoleh kearah anak perempuan yang berdiri disamping Ares. Tangannya gemetar serta kepalanya yang terus menunduk seakan menunjukan bahwa kejadian malam itu murni kesalahannya.
"Bagaimana Irish?"
Irish mendongak kaget, "Eh—"
"Apa yang kau lakukan dengan Ares berdua dari arah hutan belakang? Lebih tepatnya pada jam malam."
"Maafkan aku Bi. Tapi ini semua salah Arlo." Irish menatap nyalang Arlo sambil menunjuk kearah anak laki-laki tersebut.
"Heiii! Kenapa kau jadi menyalahkan ku?" Arlo balik tidak terima.
"Jika bukan karena ucapanmu aku tidak mungkin pergi kearah sumur tua."
Bibi Artha melotot mendengar pernyataan Irish, "Mengapa kau ingin pergi kesana Irish?"
"Arlo mengatakan bahwa ibuku menunggu disana dan itu adalah pesan darimu Bi. Tapi ternyata si keriting ini berbohong padaku." Irish mengembungkan kedua pipinya kesal.
"Siapa yang kau panggil keriting hah?" Arlo tak terima dengan panggilan yang disematkan Irish untuknya.
"Terus harus ku panggil apa? Si bodoh?" Irish memutar kedua bola matanya sebal.
"KAUUU!!!" Arlo teriak tak terima. Tangannya berusaha menggapai rambut Irish namun belum menyentuh ujungnya pun sudah ditepis oleh Ares. Arlo terkesiap kaget, mata tajam Ares menusuk hingga rasanya seperti waktu berhenti sejenak.
"Jangan buat dirimu menjadi lebih rendah lagi Arlo."
Irish terkejut namun di detik berikutnya ia tersenyum puas. Berhasil membuat si keriting menyebalkan Arlo diam tak berkutik sungguh hal yang luar biasa. Walaupun dengan bantuan Ares tapi tetap saja babak kali ini Irish yang menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunderland: The Arx
FantasyIrish bocah perempuan yang harus mengahadapi kematian ayahnya dan di kirim oleh sang ibu ke Panti Asuhan terpencil di dekat hutan arah barat daya. Bertemu Ares si anak laki-laki pendiam yang misterius dan Danzel anak laki-laki yang cukup mengesalkan...