Irish menatap wajah anak laki-laki dihadapannya dengan penuh kemarahan. Beraninya ia mengatakan hal yang sangat tidak mungkin. Bagaimana mungkin ibunya membuang Irish? Memangnya kesalahan apa yang Irish lakukan?
"Kau tau kalau bercandaan mu sungguh tidak lucu?!" Irish mendorong bahu anak laki-laki yang dipanggil Ares itu hingga terhuyung kebelakang.
Irish berdiri lalu menatap semua anak-anak panti dengan air mata yang masih mengalir, "Ibuku tidak mungkin membuang ku, dia—" Irish menunjuk Ares yang kini tengah mencoba berdiri usai terjatuh tadi, "Dia...tidak lebih dari seorang pembohong."
Irish menatap Ares tak percaya. Laki-laki itu menatap tepat dibola mata Irish seakan-akan meyakinkan bahwa ucapannya benar. Irish menarik lengan seragam putih panti milik Ares, air matanya kembali keluar dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya.
"Kau..apa yang kau katakan itu adalah lelucon bukan? Semua itu hanya bahan bercandaanmu kan?"
"Aku tidak bercanda. Jangan naif dan sadarlah."
"TIDAK! Itu tidak benar. Ibu pasti akan menjemputku kembali, kau berbohong." Tangis Irish pecah.
Irish berlari keluar Panti berusaha mencari ibunya, berharap Rosell memeluknya dan mengajaknya pergi dari tempat aneh ini. Irish berlari menyusuri Lorong demi Lorong yang mana disetiap sisi Lorong tersebut banyak lukisan-lukisan nenek moyang terdahulu. Ares bangkit dan melihat ke ujung Lorong dengan datar. Bibi Artha lari dengan wajah cemas, semua itu pasti karena gadis naif dihadapannya yang tengah menangis kencang. Ares berlalu dan enggan ikut serta dalam kebohongan yang akan nenek tua itu ucapkan kepada Irish—gadis paling naif dan bodoh yang pernah ia temui.
"IBUUUUU!!!!" Irish meneriaki nama itu berulang kali namun tetap tidak ada jawaban. Hingga kaki kecilnya sudah membawa Irish sampai di Pintu gerbang Panti yang berkarat. Irish menatap jalanan dihadapannya, tidak ada apapun. Baik itu mobil ataupun truk pengangkut bahan, sama sekali hanya jalanan pedesaan yang sepi.
"Demi penguasa dunia! Keributan apa yang telah kau lakukan Irish?!"
Irish menoleh saat mendengar suara nyaring dibelakangnya. Bibi Artha terlihat murka ditambah topi hitam dengan tambahan bulu angsa menghiasi sisi sebelah kanannya membuat Irish yang melihatnya bergidik seram. "Dimana Ibuku Bi?" Irish bertanya.
Bibi Artha menghampiri Irish lalu mengenggam tangannya, dihapusnya air mata yang masih tersisa di kedua pipi gembil milik Irish. Bibi Artha melihat Irish saat ini sangatlah kacau, gaun tidur putihnya kotor dan berdebu, rambut Panjang hitam lurus milik Irish tampak berantakan dan wajah sembab penuh sisa air mata. Mata hazel itu terus memancarkan harapan juga ketakutan, Bibi Artha mengerti perasaan apa yang Irish rasakan sekarang. Namun kenyataan harus tetap diterima bukan? Walaupun akhirnya tidak pernah akan ada yang menduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunderland: The Arx
FantasyIrish bocah perempuan yang harus mengahadapi kematian ayahnya dan di kirim oleh sang ibu ke Panti Asuhan terpencil di dekat hutan arah barat daya. Bertemu Ares si anak laki-laki pendiam yang misterius dan Danzel anak laki-laki yang cukup mengesalkan...