• pukis

710 103 5
                                    

sekali dalam seumur hidupnya ini, ia berpergian sangat jauh. bisa dikatakan begitu karena saat sampai tujuan, ia langsung pergi lagi.

Jian bukan tipe orang yang suka dengan perjalanan jauh, namun mungkin ia harus membiasakan itu karena Abi menyukainya.

setelah menyetujui ajakan kerja sama itu, besok paginya Jian bergegas ke desa untuk meminta izin. barang-barang nya sudah siap tinggal menunggu Genta yang katanya dengan senang hati mengatar, namun tanpa di duga, Abi datang dengan jersey biru nya dan bisa Jian tebak bahwa pemuda kota itu hanya sempat cuci muka.

"mau ikut! mau ikut!"

"kemarin kan kakak nanya, tapi katanya kamu capek banget"

"ih sekarang udah ga capek, pokoknya mau ikut!" katanya yang sudah duduk di kursi belakang mobil.

selama perjalanan tak ada hentinya Abi menyanyikan lagu yang ada di playlist Genta, pemuda itu terlihat sangat enerjik sampai Jian meringis takut pita suara Abi putus.

"lo liat aja, ji kelakuannya tuh. ga bisa diem banget emang"

perjalanan kali ini terasa lebih jauh akibat jalan utama sedang ada perbaikan, membuat mereka jadi mengambil jalan memutar.

kejadian itu di soraki senang oleh Abi, ia senang karena bisa lebih lama menikmati perjalanan dengan melihat pemandangan dari kaca jendela mobil.

"dia anak nya emang gitu, suka jalan-jalan. dia juga ga akan denger kita ngomong apa saking fokusnya ngeliat pemandangan" kata Genta ngelirik Abi lewat kaca atas.

Jian hanya mengangguk, sedikit demi sedikit ia tahu kebiasaan kecil Abi.

sesampainya mereka di desa, keadaan langsung ramai, banyak warga menyoraki ketika tahu yang datang itu Jian.

mereka berbincang sebentar sebelum pak kades datang mengajaknya ke dalam, disana banyak mereka bicarakan. di mulai dari permintaan maaf akibat insiden yang pernah terjadi, hingga pada inti dirinya kemari.

"serius tah ji?"

"iya pak, jian sudah memikirkan ini, jian janji kalau desa ini akan aman selalu. nanti juga abi bersedia untuk pastiin keadaan desa ini"

Abi mengangguk serius, "sebagai permintaan maaf saya juga dan rasa terimakasih karena sudah memberi izin untuk tinggal di desa ini"

"bapak ga bisa bantu banyak, tapi terimakasih juga yo sudah membantu desa kami. tanpa nak abi juga kami ndak bisa berbuat apa-apa"

suasana haru itu terpotong oleh anak-anak yang tiba-tiba menghampiri mereka entah darimana. sorak senang terdengar sangat bersemangat.

namun Jian kini tak bisa menemani mereka bermain, ia harus buru-buru berpamitan dengan sang ibu lalu berkemas kembali.

jadi dengan bantuan Genta yang kini mengajak main anak-anak, Jian dan Abi pergi ke rumah ibu.

"siap?"

si pemuda desa menghirup udara dalam-dalam sebelum melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumah. disana terlihat wanita paruh baya yang sedang menganyam pernak-pernik, kepalanya
menoleh saat pintu terbuka. senyum hangat menjadi sambutan ringan untuk Jian.

setelah menyapa ibu, Abi memilih untuk keluar memberikan ruang untuk mereka berbicara.

melihat tanaman ibu yang kini semakin subur, buah dan sayur yang mulai masak, dan bunga yang semakin cantik di pandang. ia jadi ingat pertama kali kesini, Abi masih begitu canggung dengan ibu. namun seterusnya, ia sudah terbiasa memetik sayuran dengan wanita cantik kebanggan Jian itu.

setelah dirasa cukup lama, Abi kembali memasuki rumah itu. namun pemandangan yang ia dapatkan ialah Jian yang menangis kencang di pelukan sang ibu.

ia tahu rasanya, meninggalkan orang tersayang, satu-satunya yang ia punya di hidupnya. pasti sangat berat bagi Jian untuk melakukan ini semua.

Kelana ; Adhinatha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang