BAB 3 : Pria Asing

211 59 205
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Di sana, di tengah jembatan yang membentang ke laut, Honey berdiri dengan tenang. Tapi bukan itu yang membuat dadaku berdebar-di sampingnya, seorang pria asing berjongkok, mengusap kepala Honey dengan santai.

Siapa dia? Apa yang dia lakukan dengan Honey?

"Honey!" seruku, suaraku melengking karena panik.

Honey menoleh ke arahku, tapi tetap diam di tempatnya, seolah tak terganggu sama sekali. Aku melangkah cepat, nyaris berlari mendekat. Pria itu ikut menoleh, matanya menyipit seperti bingung kenapa aku tiba-tiba berteriak.

"Heh! Kamu siapa?!" aku menuntut dengan napas sedikit terengah. "Kenapa bawa anjingku?"

Pria itu berdiri, posturnya tinggi dan tegap. Rambutnya agak berantakan karena angin laut, dan ada bekas tepung di celana panjangnya. Dia mengangkat kedua tangannya seolah tak ingin ada masalah. "Aku nggak bawa dia ke mana-mana. Dia yang datang sendiri."

Aku menyipitkan mata, mencoba mencari kebohongan di wajahnya. "Bohong! Aku lihat sendiri tadi Honey sama kamu!"

Dia menghela napas panjang, lalu menatap Honey yang masih berdiri di sampingnya. "Denger, aku nggak nyulik dia," katanya dengan nada sedikit frustrasi. "Justru aku yang nolong dia waktu hampir tenggelam di laut."

Aku mendengus, masih belum percaya. "Hah? Honey tenggelam? Jangan ngarang deh. Honey itu anjing pintar, mana mungkin dia nyemplung ke laut?"

Pria itu melipat tangan di dadanya. "Oh ya? Coba aja tanya sendiri kalau bisa."

Aku mendesah, menatapnya kesal. "Ya kalau bisa ngomong, udah aku tanya dari tadi! Mendingan ngaku deh, kamu ini penculik atau bukan?" balasku dengan ketus.

Pria itu menghela napas, lalu menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Serius, deh? Aku udah bilang bukan."

"Mana ada maling yang mau ngaku!" seruku, nada suaraku penuh kecurigaan.

Pria di depanku mendengus, terlihat semakin frustasi. "Aku bilang bukan, ya bukan! Kenapa juga aku harus repot-repot nyulik anjing kamu?"

Aku melipat tangan di dada, masih menatapnya tajam. "Siapa yang tahu? Mungkin kamu mau jual dia, atau—"

"Ya Tuhan … Kenapa sih susah banget percaya?!" potongnya cepat, suaranya mulai terdengar kesal.

Sementara kami terus berdebat, Honey tiba-tiba menggonggong keras, ekornya melambai-lambai, seolah menikmati pertengkaran ini. Gonggongannya makin kencang, seakan ingin ikut campur atau mungkin malah menyuruh kami berhenti.

Aku mengembuskan napas, sudah cukup jengkel dengan situasi ini.

"Diam!"

Tanpa sadar, pria itu juga berseru bersamaan denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua Kelomang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang