Nama gue Andre, umur 23 tahun. Interior designer fresh graduate. Gue mengakui kalau gue gay dan seorang botti sejati. Gue bersyukur dikasih bentuk tubuh yang kata topita-topita sih, "gemoy", bercover kulit putih mulus karena rajin mandi pakai Shinzui. Bercandhyaaa!
Yang jelas kulit putih dan mulus ini turunan dari nyokap gue yang kebetulan berdarah Jepang karena konon dulu neneknya kawin sama serdadu Nippon.
Desember lalu gue baru banget wisuda dan gue akui cari kerja di zaman now itu memang tidak semudah membalikkan telapak kaki Pevita Pearce. Jadilah gue nganggur selama 3 bulan sejak wisuda.
Dengan IPK yang mendekati cum laude, dan portofolio desain yang juara, sebenarnya gue udah keterima di beberapa tempat, mulai dari startup sampai company besar. Tapi, gue sendiri yang merasa kureng dengan lingkungan dan orang-orang di dalamnya. Baru interview aja udah kelihatan kalo gak cucok buat mental health gue. Gen Z banget ya wak?
Sampai akhirnya, didorong oleh Nyokap yang makin bawel melihat anak perawannya yang sudah tidak perawan diam di rumah saja, gue pun memutuskan untuk kembali menghadiri panggilan interview. Kali ini sebuah konsultan dan kontraktor arsitektur dan interior di kawasan BSD, which is 2,5 jam naek KRL dari rumah gue di Planet B3KA51.
Pukul 12.30 gue udah standby di Indoapril yang terletak di depan sebuah ruko bertuliskan, "GAYA Living". Awalnya gue sempat kaget karena yang tampak di mata gue, "GAY living".
Gue pun memastikan kembali surel panggilan interview yang gue terima tiga hari yang lalu. Benarkah "GAYA Living", atau memang "GAY Living"? Mentang-mentang gue gay jadi mereka ingin mempekerjakan gue gitu?
Gak kebayang kalo boneng kantor tempat gue kerja nanti adalah "GAY Living". Di bayangan gue konsep interior kantornya dipenuhi nuansa pelangi dan alat-alat BDSM. Terus semua karyawan adalah pria-pria bertubuh kekar, ada yang lakik abis, ada yang ngondek. Seragam kerjanya hanya singlet dan boxer, beberapa bahkan shirtless. Oke gue rasa gue halu akibat mabok 3 botol Nu Greentea.
"Nyang mau interpiu, yak?" Suara itu membuyarkan lamunan gue tentang GAY Living.
Tau-tau nih mamang-mamang udah jebe-jebe aja duduk di sebelah gue. FYI, gue duduk di bangku bakso, yang menggeletak manja di depan Indoapril.
Mata gue auto scanning mamang-mamang bertubuh kurus berotot dan berwajah cute ini. Jujur, dibalik logat bicaranya yang mamang-mamanga abis, muka nih orang terlihat begitu cute dan ganteng. Mukanya mirip Ricky Harun versi lebih matang dan lebih sulit hidupnya.
"Aa, kok bengong?" Tanyanya lagi keheranan. Gue yang sedaritadi mengamati wajah rupawannya auto gelagapan.
"Eeeh, iya. Saya mau interview di sana tuh, jam satu nanti." Kata gue sambil nunjuk GAY-A Living.
"Oooh bener berarti. Sok, masuk aja atuh 'A. Nunggu di dalem, adem. Ngapain nunggu di sini, panas." Katanya mempersilakan gue untuk masuk.
I don't even know siape nih mamang ganteng ini.
"I, iyah ... Mamang kerja di sana juga?" Tanya gue kikuk.
"Jangan panggil mamang atuh! Saya Pendi. Dripernya Koko." Jawabnya sambil ngejabat tangan gue, seolah gue udah fix banget bakal keterima dan kerja di GAY-A Living.
Hening. Gue kikuk. Pendi asik ngerokok.
"Rokok, a?" Tawar Pendi, namun gue tolak dengan gelengan halus dan senyuman manis. Kalo 'rokoknya' Pendi sih gue gak akan nolak. Lihat itu, di selangkangannya tampak sebuah tonjolan. Ngaceng kah? Atau memang sebesar itu? Gak pake celdal banget nih orang? Shit! Ngapa gue jadi bayangin kontol Pendi? Dasar botti!
"Oke, Bang Pendi. Saya coba masuk ke kantor dulu. 15 menit lagi interview." Pamit gue buru-buru, sebelum kontol Pendi semakin terbayang di otak mesum gue.
FYI, Pendi nih tipikal cowok-cowok yang video prank colinya beredar di twitter, eh X sekarang namanya. Haduh, jadi pengen ngocokin kontol Pendi. Anjir, belom aja interview pikiran gue udah nakal duluan.
Singkat cerita, gue udah duduk di sebuah sofa dalam showroom GAYA Living. Sebagai desainer freshgrad, gue begitu terpukau dengan mockup desain interior studio apartemen ini. Japandi abis! *Sotoy.
Ternyata yang gue bayangkan tentang GAY Living salah total. Gue gak disambut sama pria-pria sexy yang singletan dan bertelanjang dada. Yang nyambut gue tadi adalah seorang ughtea-ughtea admin bernama Anisa.
Tapi, tapi, tapi ... Bayangan tentang GAY Living kembali muncul saat user a.k.a. owner dari kantor ini muncul dari balik pintu ruangannya. OMG.
Tampaklah seorang Koko, berusia sekitar akhir 30an atau awal 40an. Berparas tampan, dengan matanya yang kecil namun bulat, hidung mancung, dan bibir merah merona. Pokoknya biwir beureum-beureum jawer hayam, panon coklat kopi susu. Rambutnya cepak undercut, perperawakannya tinggi dan kekar, khas koko-koko member gym elit.
Tubuh maskulinnya berbalut polo shirt putih ketat, yang menampakkan singlet sebagai dalamannya. Puting susunya tampak masih menyembul di atas dadanya yang bidang. I wish i could keterima kerja di sini!
"Halo, I'm David." Sapanya ramah sambil menjabat tangan dan tersenyum super ramah. Senyumannya seger bener berasa lo lagi puasa di gurun sahara tetiba ada segelas gede es teh manis Solo di hapadan lo.
"Selamat siang, Pak David. Saya Andre Aprilio Ertanto, biasa dipanggil Andre." Balas gue dengan berbunga-bunga.
"Panggil aku, 'Ko' aja ah, jangan 'Bapak'! Atau panggil 'Mas' juga boleh biar manis! Hahahahaha ..." Canda Pak David, dan sejak saat itu gue manggil dia Ko David.
Dengan sensasi segar gue pun berusaha menjalani interview secara maksimal. Ngomong di depan Ko David rasanya kayak ngomong di depan AC Stand. Adem benerrr.
Gue berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan Ko David secerdas mungkin, tapi enggak sotoy ya. Semua jawaban based on buku yang pernah gue baca, dan pengalaman-pengalaman gue sendiri. Ko David pun tampak puas dengan jawaban-jawaban gue, juga dengan portfolio design yang gue bawa.
Gue otimis 200% gue akan diterima di GAY-A Living! Ampe gak keterima sih kebangetan. Gue bahkan sudah menolak banyak kompeni-kompeni, dan konsultan+kontraktor legend. Gue yakin sebagai seorang interior desainer, taste gue bakal masuk banget ke desain-desain khas GAYA Living.
"Oke, Andre! Excellent! Thanks banget udah luangin waktu buat dateng jauh-jauh ke sini, portofolionya juga keren banget, aku keep ya. Next, kamu tunggu info aja yah, dari Nisa, maksimal tiga hari ke depan." Tutup Ko David, gue pun pamit untuk pulang. Gue harap, gue bisa jadi bagian dari hidup Ko David. Eh, GAYA Living maksudnya.
"Gimana, aa? Sukses interpiunya?" Sapa Pendi yang masih asik nongkrong di depan Indoapril.
"Hehe, doain aja keterima ya bang!" Jawab gue.
"Ampe tiga jam lho ngobrol sama Koko! Hahahahaha!" Entah kenapa tawa dan raut wajah Pendi seolah memiliki arti.
"Ah, iya ya? Lama juga." Respon gue. Jujur waktu gak terasa sama sekali. Interview tadi berjalan serius tapi santai. Ko David tipe orang yang demen ngobrol. Jujur, gaydar gue menangkap sinyal kuat dari Ko David.
"Pasti situ keterima sih kalo udah ngobrol lama sama Ko David mah. Tenang! Situ kan ganteng, pasti diterima! Hahahaha!" Pendi terbahak sendiri. Apa sih? Gue gak terlalu peduli dengan omongannya. Lumayan ilfil juga gue sama nih orang.
"Mari, Bang Pendi." Pamit gue singkat sambil naik ke Ojol yang udah gue pesen. Gue pun bergegas menuju Stasiun Rawabuntu, untuk pulang ke rumah ortu di Planet B3KA51.
Sepanjang perjalanan, visual tentang Ko David, dan juga suaranya terus berputar di kepala gue. Gue berusaha mengingat-ngingat keseksian body Ko David. Tubuh muscular berkulit mulus terawat. Gue penasaran pengen lihat body Ko David bertelanjang dada atau singletan. Tojolan di chino ketat Ko David juga terlihat begitu menggiurkan, tak kalah dari ceplakan kontol Pendi.
Tapi gue yakin, aroma kontol Pendi dan Ko David pasti berbeda. Aaarrrgh ngapa jadi kepala gue jadi dipenuhi oleh bayangan kontol-kontol mereka sih?!
KONTOL! Eh, Konyol!
KAMU SEDANG MEMBACA
CATATAN SI BOTTI
RomanceCerita dari Andre, seorang 'botti gemoy', yang baru memasuki dunia kerja selepas kuliah. Andre merasa tak cocok dengan pekerjaanya sebagai sueprvisor lapangan untuk proyek interior dan furnitur. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan kuli atau pekerja...