4] Musuh?[4

79 16 7
                                    


S O L I V A G A N T

***


Siang hari di sebuah taman rerumputan yang luas.

Cahaya kuning bersinar terang selaku sinar yang berasal dari bintang terdekat.

"Hei Esra..! Tidakkah kau terlalu lambat?" Suara teriakan muncul dari seorang remaja laki - laki.

Gadis yang dipanggil Esra itu nampak kewalahan setelah memetik Mirilia.

Berawal dari niat untuk memetik beberapa dan diberikan kepada Ayahnya nanti.

Berubah menjadi perlombaan konyol yang dibuat oleh sepupunya itu.

"Kau yang terlalu cepat, Neos..! Kau bilang ini hanya perlombaan biasa, kenapa kau malah mengganggap ini serius hingga membuat taman ini botak?"

Neos, lelaki itu terkekeh mendengar celotehan yang keluar dari mulut si bungsu itu.

Karena kesal dengan perilaku lelaki itu. Esra melempar beberapa tangkai bungan kearah lelaki itu.

Awalnya Ia mengira akan mendengar suara tawa yang semakin besar.

Tapi anehnya, tiba - tiba suara tawa itu menghilang. Bahkan sosok lelaki itu pun sirna dari pandangannya.

"Neos..?"

Gadis itu menoleh kesana kemari, sebelum akhirnya menemukan wajah Neos yang nampak panik dan khawatir.

"Esra apa yang kau lakukan..?! Cepat! Kita tak punya banyak waktu lagi"

Esra mengangkat keningnya. Apa yang terjadi?

Tadi Ia sedang di taman, nampak kesal melihat lelaki itu tertawa sambil melempar beberapa tangkai bunga kepadanya.

Kenapa sekarang dia malah berada di istana dengan sebuah guncangan hebat disetiap langkahnya.

Apa sedang terjadi gempa?

Dan lagi. Kenapa pulak Neos menariknya dan terus berlari.

Apa yang sebenarnya terjadi?

"Neo-"

Ketika suaranya ingin melontarkan pertanyaan. Dia akhirnya sadar bahwa dirinya sudah berada di dalam kapal angkasa.

Sungguh. Apa yang sedang terjadi disini?!

"Pergilah. Jangan khawatir, dan jangan pernah berhenti"

Neos tersenyum begitu manis. Sesaat wajah panik dan khawatir itu hilang dengan sempurna.

Lelaki itu menariknya kedalam sebuah pelukan hangat.

Kenapa rasanya seperti pelukan terakhir?

"Tak perduli dimanapun kau berada. Jangan pernah lupa siapa dirimu. Kau seorang Lumina. Seorang pemimpin. Angkat kepalamu dan jangan menangis"

Neos melepaskan pelukan itu. Kemudian Esra tersadar akan satu hal yang telah lama terjadi.

Dia menangis? Bahkan dia tak sadar sejak kapan tetesan air itu keluar dari matanya.

Suaranya benar - benar menghianatinya. Dia tak bisa berkata apa - apa setelah Neos melepaskan pelukannya.

Lelaki itu mundur dan menjauh.

"Sampai jumpa disisi lain, sepupu"

Perkataan aneh itu. Seolah seperti ucapan selamat tinggal.

SolivagantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang