Bab 2

3 1 0
                                    

Bohong, kalau aku ga cape sama semuanya
......

Pelangi melangkah pelan dengan kepala menunduk. Ketakutan menguasai dirinya saat mendapatkan tatapan tajam dari sosok lelaki paruh baya yang sedang berdiri di depan pintu masuk rumah.

"Kamu darimana?" tanya Azril dengan tatapan tajam yang masih fokus ke sang putri.

"Sekarang jam berapa?"

Dengan perasaan takut Pelangi mulai membuka suara."Sebelas," jawabnya menunduk tidak berani melihat wajah Sang Papa.

" Apa pantas anak gadis keluyuran sampai selarut ini." Azril kembali menanyai putrinya dengan nada yang terdengar tegas

Pelangi hanya menunduk diam tanpa memberikan alasan apapun.

"Lihat Papa."

Pelangi langsung menatap wajah sang Papa dengan perasaan takut. Keduanya saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.

Azril langsung menghindari tatapan dari sang putri " Ini yang terakhir kalinya, kamu pulang terlambat."

"Masuk!"

Pelangi langsung melangkahkan kakinya untuk masuk tanpa melihat wajah Azril yang menurutnya sangat menyeramkan.

"Jangan lupa dengan hukuman kamu kalau pulang terlambat." ucap Azril mampu menghentikan langkah Pelangi.

"Iya Pa."

Pelangi hanya bisa menghela nafas panjang. Dengan tidak semangat gadis tersebut melangkah menuju ke kamar.
....
Malam yang terasa sunyi, tapi bintang yang bertabur di atas sana seakan mengisi kekosongan malam ini. Sedikit memberi harapan ke pada hati yang ingin berdamai, karena masih ada banyak titik sinar di malam yang gelap hari ini.

Dari balkon kamar , sosok gadis berpiyama pink dengan rambut tergerai bebas, menatap kosong langit malam. Membiarkan cacing di perut yang terus berisik menginginkan asupan makanan.

Pelangi menghembuskan nafas panjang yang terdengar sedikit berat, Membuat hatinya sedikit merasa lega.

"Ma, Pelangi rindu!" lirihnya sambil menatap satu bintang yang paling bersinar di langit.

"Kenapa Mama pergi begitu cepat? Kenapa Mama ga kasih waktu pelangi buat merasakan kasih sayang Mama? Kenapa Ma?" Rasanya beribu pertanyaaan ingin Pelangi utarakan. Kenapa dia harus kehilangan sosok paling berharga di hidupnya, bahkan disaat dia belum bisa mengingat dengan jelas wajah Mamanya.

"Mama ga sayang sama Pelangi." Tanpa sadar butiran bening berhasil lolos dari mata indah Pelangi.

Setiap malam pelangi tidak bosan mengulang pertanyaan yang sama. Berharap ada jawaban dari sang Mama setelah mendengar semuanya. Sadar, bahwa hal tersebut hanya akan menjadi sebuah asa yang tidak akan menjadi nyata.

Kenyataannya! sosok mama yang selalu di nantinya itu telah pergi untuk selamanya. Mamanya tidak akan pernah bisa kembali kepadanya.

"Pelangi selalu berusaha untuk menerima semua ini!. Maaf, tapi Pelangi ga bisa Ma." suara isakan terdengar pilu darinya mengingat takdir yang dianggap tidak adil untuk gadis selemah dirinya.

"Pelangi selalu iri melihat seorang anak yang masih mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu." Pelangi mulai bercerita dengan senyuman pahit yang terbit di sudut bibirnya. "Pelangi juga ingin seperti Mereka, Ma. Pelangi ingin didongengin sebelum tidur, makan disuapin Mama. Pelangi juga ingin tidur di pangkuan Mama." Bibir mungil itu terus saja mengoceh tanpa henti mengutarakan keinginannya tanpa ada yang mendengarkan.

"Pelangi ingin Mama selalu menjadi saksi disetiap perjalanan hidup yang aku jalanin. Ternyata Keinginan aku tidak sesuai dengan keadaan." Ucapnya terdengar berat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang