✿Senja Terakhir✿

352 12 6
                                    

"Lepaskan anak itu!"

Ucapan Mork sukses membuat kedua orang bertubuh kekar itu tertawa. Tidak ada yang lucu dari kalimat yang dilontarkan oleh Mork, tetapi bagi mereka sangat menggelikan.

"Jangan sok jadi pahlawan, Mork. Utangmu juga belum lunas hingga detik ini," kata salah satu di antara kedua lelaki itu.

Mork berdecih sebal. "Persetan dengan utang! Sekarang lepaskan anak itu! Dia gak bersalah!"

"Dia adalah jaminan dan ayahnya sendiri yang tidak bisa melunasi utang. Harga anak ini mahal jika dijual," kata laki-laki itu lagi.

Gigi Mork bergemeretak. Ia lalu berlari menghampiri laki-laki yang badannya lebih besar darinya lalu melayangkan tinju. Namun, laki-laki tersebut dengan mudah menghindari serangannya.

"Cari gara-gara dengan kami, sama artinya kau cari mati, Mork."

Laki-laki itu memberikan tinju yang berhasil di tahan Mork dengan kedua lengannya, tetapi rasa sakit dari pukulan tersebut cukup terasa.

"Sakit juga," gumam Mork sebelum melayangkan pukulan lagi.

Kedua orang itu terlibat aksi saling pukul yang cukup sengit. Mork terus melayangkan pukulan penuh tenaga. Beberapa kali ia berhasil memukul titik vital laki-laki yang tidak lain adalah komplotan rentenir itu. Pukulan di ulu hati, dagu, leher dan jakun. Semua berhasil dilayangkan Mork dengan sempurna. Akan tetapi, tidak hanya Mork saja yang berhasil memberikan pukulan-pukulan terbaiknya, tetapi lelaki itu juga.

"Cepat habisi dia. Kita harus membawa anak ini pergi!" kata rekan dari rentenir yang bertarung dengan Mork itu.

"Phi Mork ...." Gadis kecil itu menatap Mork dengan air mata yang berlinang. Ia takut, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun.

"Phi akan selamatkan kamu, Nong," kata Mork dengan senyuman. "Phi minta, tutup matamu."

Gadis kecil itu menuruti ucapan Mork lalu menutup matanya.

"Kita selesaikan saja di sini." Lelaki itu memperkecil jarak dengan Mork lalu memberikan tinju paling keras pada Mork yang sontak membuat sang lawan jatuh tersungkur. Ia lalu memukul Mork secara membabi-buta.

Mork mencoba bertahan sebisa mungkin sembari mencari celah. Ia lalu menendang perut laki-laki itu lalu mengambil sebuah batu dan memukulkannya ke kepala sang rentenir.

Laki-laki bertubuh tegap itu menjerit kesakitan sembari merutuki Mork. Namun, Mork tidak peduli. Ia melangkah mendekati salah satu rentenir yang menggendong gadis kecil. Suara tembakan seketika membuat langkahnya terhenti.

"Kau sudah ikut campur terlalu jauh, Mork. Pergilah atau peluru ini akan menembus kepalamu!" teriak seseorang yang menjadi lawan Mork itu dengan sebuah pistol di tangannya.

"Gak akan!" Mork berlari cepat lalu mendekati rekan rentenir itu dan mengambil gadis kecil di gendongannya. Keduanya memperebutkan sang gadis kecil sampai tanpa sadar suara tembakan kembali terdengar.

"Bodoh! Kenapa kau tembak aku, hah?!" umpat rekan rentenir itu kesal.

Melihat ada celah, Mork segera pergi meninggalkan kedua rentenir itu, tetapi sayangnya, sebuah peluru berhasil melukainya. Mork lalu terjatuh di jalan dengan darah segar yang mengalir dari perutnya.

"Darah ... Phi Mork berdarah," kata gadis itu dengan tangis yang tidak kunjung reda.

***

Hati Day terasa begitu sakit mendengar cerita Night tentang kematian Mork. Memang, ia lah yang meminta Night untuk menceritakan kronologi kematian Mork, tetapi tidak disangka akan terdengar begitu menyakitkan. Tetapi di lain sisi, ada rasa bangga di dalam hati Day, sebab, Mork yang terkenal dingin dan tidak peduli dengan sekitar malah membantu seorang gadis kecil yang dibawa oleh rentenir tanpa peduli dengan keselamatannya sendiri.

Tidak hanya sampai di sana saja, tetapi sebelum kematiannya, Mork mendonorkan kornea matanya untuk seseorang yang amat dicintainya, yaitu Day. Ia bahkan menulis surat yang lagi-lagi membuat Day menjatuhkan air matanya. Merasakan sakit yang terasa semakin sakit setiap kali ia membuka kelopak matanya.

"Sudahlah, Day. Phi yakin, Mork sudah tenang di sana," ucap Night seraya mengusap pelan punggung saudaranya.

Day terdiam lalu beranjak dari tempat duduknya dan mengambil jaket yang tergantung di balik pintu.

"Mau ke mana, Day?"

"Cuma mau ke bukit tempat biasa aku menenangkan diri, Phi," jawab Day dengan suara parau.

"Phi antar, ya."

"Gak usah. Aku bisa sendiri."

"Baiklah. Kau hati-hati, ya."

Day mengangguk pelan sebelum pergi meninggalkan Night. Meskipun ia membiarkan Day pergi seorang diri, tetapi tetap saja ia merasa khawatir dengan sang adik dan memutuskan mengikuti Day dalam diam.

***

Day menikmati suasana di bukit itu. Bukit yang selalu menjadi tempat ternyamannya di kala lelah datang melanda. Bukit yang kini tidak lagi menjadi tempat favoritnya, melainkan menjadi tempat favorit Day dan Mork. Di sana, mereka sering menghabiskan waktu bersama dan menikmati langit dengan warna jingganya.

Day mendadak merasakan sesak di dadanya. Segala kenangannya bersama Mork berputar begitu saja di tempat itu. Begitu juga dengan pemandangan dirinya dan Mork yang menikmati indahnya langit oranye beberapa waktu lalu. Ia tidak pernah menyangka jika hari itu adalah senja terakhir yang dinikmatinya bersama Mork.

"Sampai kapan pun, aku akan tetap menggenggam tanganmu."

"Kamu adalah pemandangan yang ingin kuabadikan selamanya."

Bohong. Baik ucapan Day sendiri ataupun ucapan Mork, keduanya sama-sama berbohong. Mork tidak lagi menggenggam tangannya dan Day tidak bisa mengabadikan rupa Mork selamanya dalam ingatannya. Ia bahkan tidak pernah melihat rupa Mork secara langsung menggunakan kedua netranya.

Takdir tidak berjalan seperti yang diharapkan. Di mana Mork tidak lagi bisa menggenggam tangan Day, tetapi ia selalu bersama Day. Menjadi mata yang akan selalu menemani setiap perjalanan Day. Begitupula dengan Day sendiri. Ia memang tidak bisa melihat rupa Mork secara langsung, tetapi Mork pantas abadi baik dalam pikiran ataupun hatinya. Selamanya akan seperti itu.

"Senjanya indah, tapi aku bahkan gak bisa melihat keindahan senja tanpa kamu di sini, Phi."

Day menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ia lalu mengambil sebuah buku kecil dan pena dari sakunya. Menuliskan sesuatu di sana dan melipatnya menjadi pesawat kertas lalu diterbangkan. Entah ke mana pesawat itu akan terbang dan jatuh, tetapi yang pasti, rasanya yang mengiringi kepergian pesawat itu tidak akan pernah jatuh dan hancur.

Terima kasih karena telah hadir dan masuk ke kehidupanku. Terima kasih untuk semua cinta yang kamu berikan dan terima kasih telah membantuku menuliskan kisah abadi yang paling indah. Terima kasih untuk segalanya.

Sampai bertemu lagi.

Di kehidupan selanjutnya, ayo kita lihat senja bersama dan kembali menuliskan kisah kita dengan akhir yang berbeda •‿•

Day☀️

"Aku cinta kamu, Phi Mork." Day berucap sembari menatap senja dengan seulas senyum yang menghiasi bibirnya.

Tamat

Yeayy ... Dari Mork, Untuk Day tamat, bertepatan dengan tayangnya Last Twillight 🎉🎊

Happy watching, guys. Selamat menikmati kisah Mork dan Day 🤗😍☀️🌫️

Dari Mork, Untuk Day [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang