Malam, temans. Ontime, 'kan, aku? Selamat mbaca👌👌
Rindu meregangkan tubuh di kursi, setelah itu, melipat kedua tangan di meja dan berakhir dengan merebahkan kepala di atasnya. Kepalanya terasa mau pecah. Ini baru bab satu dan rasanya sudah nggak ada jalan keluar.
Ini kalau bukan orangtuanya yang ingin punya anak sarjana, malas sekali mengerjakan tugas mengarang bebas, tetapi tak sebebas angan. Lagi pula, siapa yang menetapkan kalau mau sarjana itu harus membuat tugas akhir dulu? Mestinya, ada generasi muda yang membuat terobosan supaya lulus perguruan tinggi tanpa tugas akhir yang melelahkan pikiran ini.
"Lelah aku, Ndu, lihat kamu dari tadi nggak jelas begitu." Setelah duduk sejak pagi, Galang akhirnya berkomentar. "Ngerjain apa, sih, mukamu sampai kusut begitu?
"Masih nanya. Bab satulah. Memangnya apa lagi?"
"Hah?" Mata Galang membola. "Ini sudah dua bulan berlalu dan masih bab satu? Kupikir sudah hampir selesai kamu bikin tugas akhir."
"Nggak usah ngeledek. Malas aku bikin yang beginian. Ada nggak, sih, jasa bikin tugas akhir? Biar aku bisa santai sedikit dan naik gunung."
"Ada. Banyak malah."
"Kasih tahu, Mas! Biar aku beli aja. Nggak mahal, 'kan?" Rindu merasa mendapat angin segar. Setidaknya dia tidak akan pusing memikirkan bab demi bab dan tentu saja ... omelan Segara.
"Masalahnya nggak segampang yang kamu pikir, Ndu." Galang menyingkirkan laptop, mengalihkan fokus pada Rindu. "Aku yakin, uang bukan masalah bagimu. Keuntungan jualan alat-alat berpetualang lebih dari cukup untuk membayar tugas akhir mahasiswa sekelas."
"Jadi, apa masalahnya?"
"Orang lain yang mengerjakan, tetap kamu yang akan konsultasi dengan Pak Gara. Bukan kamu yang bikin, artinya siap bunuh diri di hadapan beliau. Kamu, 'kan, tahu reputasi Pak Gara?"
"Nggak masalah. Tinggal aku catat revisinya, serahkan sama yang bikin. Beres."
"Kamu ini kenapa?" Galang tetap kalem menghadapi keras kepala Rindu. "Coba pikir!" Ruangan hening sejenak. Yang terdengar hanya helaan napas panjang dari dua orang lain yang ada di ruangan yang sama, tetapi enggan berkomentar atau memberi saran. "Pak Gara akan tetap bertanya apa yang menurut beliau kamu tulis. Yakin bisa menjawab pertanyaan demi pertanyaan?"
"Aku harus gimana, Mas?" Rindu kembali menegakkan duduk dan menatap miris pada tumpukan kertasnya. "Nggak ngerti aku mesti nulis apa."
"Ya itu fungsinya Pak Gara. Kamu buatlah sesuai pemahamanmu, lalu bawa konsultasi! Apa dan di mana salahnya, nanti direvisi. Biasanya, Pak Gara kasih solusi kok."
"Kasih solusi apa? Tempat studi kasus ditolak karena karyawannya cuma sedikit. Dengan waktu tersisa ini, di mana aku bisa cari ganti yang cepat?"
"Kalau masalahnya hanya itu, aku bantu. Ke kantor tempatku bekerja sebelum ini. Karyawan ada lima puluh orang. Cukup kalau buat studi kasus. Kita berangkat sekarang! Bosnya omku. Setidaknya, kamu dapat data awal. Soal surat izin dan segala macam legalisasi, bisa diurus belakangan."
"Tapi—"
"Kebanyakan mikir. Yang ada nggak kelar-kelar."
"Mas Galang nggak tahu, sih, rasanya bimbingan sama Pak Gara."
"Tahu," jawab Galang kalem. "Jangan lupakan fakta bahwa aku wisuda dua tahun yang lalu dan tugas akhirku bimbingan Pak Gara."
Rindu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Urusan tugas akhir memang membuat suasana hatinya sering memburuk. Rasanya seperti terisolasi. Mau kemping, takut dicari. Tidak pergi kemping, menyebalkannya setengah mati. Benar-benar galau, begitulah harinya akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Merah Jambu
RomansaRindu Rembulan terancam drop out jika tidak menyelesaikan tugas akhirnya semester ini. Di tengah tekanan proses tugas akhir, kekasihnya tewas dalam kecelakaan dan meninggalkan fakta bahwa pria itu ternyata memiliki istri yang sedang hamil anak perta...