Sandal Jepit

5 1 0
                                    

Mendung tampak menyelimuti langit di pagi yang tampak suram itu. Awan hitam tampak bergerak perlahan seakan-akan hendak pergi menjauh dari langit. Ia seakan gusar, melihat air hujan yang nampaknya ditahan oleh sang langit.

Seakan ia berkata "jangan sekarang, biarkan mereka sampai di sekolah atau di tempat kerja mereka" Ia kesal, dan seolah akan pergi menjauh dari langit, yang terus mengaturnya untuk tak menjatuhkan airnya di waktu pagi, ketika semua orang akan berangkat pergi.

Ia menengok, melihat dunia yang ada dibawahnya, hatinya tiba-tiba menjadi iba. Ia tak jadi menurunkan air yang sudah ia simpan untuk menurunkan hujan sewaktu-waktu. Ia melihat seorang gadis menyatukan kedua telapak tangannya, berdoa pada yang kuasa, bahwa hujan setidaknya bisa menjeda, sampai akhirnya ia sampai di sekolah.

Awan hitam kemudian tersenyum, melihat gadis itu yang fokus memanjatkan doanya. Ia tersentuh, dan perlahan awan hitam itu memudar, ia masih menunggu waktu yang tepat untuk menurunkan air matanya.

Gadis dengan wajah kecil nan tirus itu tersenyum dengan matanya. Matanya yang terlihat bulat, semakin membulat dan membuatnya terlihat semakin menggemaskan.

"Terimakasih tuhan, aku akhirnya bisa berangkat sekolah dengan tenang. Hujan tolong bertahanlah, hingga aku sampai di sekolah"

Gadis itu tersenyum senang ,setidaknya kali ini hujan bisa tertunda, hingga ia sampai di sekolah. Ia kemudian membenarkan posisi jilbabnya yang sedari tadi tertiup angin, melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda tadi. Kakinya yang mungil itu akhirnya melangkah demi langkah, hingga gerbang sekolah sudah tampak, meski masih diujung sana.

Sejujurnya gadis tidak bisa menyalahkan hujan, karena nyatanya banyak orang yang menantikan kehadirannya. Tapi meski begitu, ia masih terus berharap, hujan setidaknya tertunda ketika ia berangkat ke sekolah. Ia tidak begitu peduli, jika hujan itu turun ketika ia pulang sekolah, karena esok hari baju seragamnya yang ia pakai di sekolah hari itu, keesoknya tidak terpakai ia lagi.

Ia kemudian berjalan menyusuri lorong-lorong kelas yang masih tampak sepi. Jam masih menunjukkan pukul 06.30. Artinya masih ada 1 jam lagi, hingga bel masuk kelas bertanda pembelajaran akan dimulai dibunyikan. Ia memang sengaja datang pagi, karena menurutnya udara pagi yang belum diisi dengan keramaian, membuatnya tenang. Ia suka menyendiri dan ia butuh ketenangan.

Gadis itu kemudian duduk menepi, ia mengambil pena yang selalu diselipkan pada kantong bajunya. Tak lupa ia mengambil kertas kosong, yang entah akan berubah jadi apa. Ia menuliskan sesuatu disana.

"Hujan kamu bisa turun sekarang...
Aku sudah berada di sekolah. Terimakasih sudah menundanya untukku"

Kertas yang sudah berisi tulisan itu ia lipat, hingga lipatan itu berbentuk seperti pesawat. Ia lalu menerbangkannya dari tempatnya ia berdiri sekarang, di lantai 2 tempat kelasnya berada. Ia tak peduli jika pesawat itu jatuh di bawah sana, yang merupakan taman dan lapangan sekolah.

"Goblok...
Siapa yang pagi-pagi sudah nyampah di sekolah" teriakan pak salim selaku penjaga kebersihan itu terdengar sampai lantai atas, yang kebetulan pagi itu masih sepi sekali. Hanya terlihat beberapa murid yg duduk duduk santai di depan atau di dalam kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang