🌻Dandelion. Tawaran ke Rumah Kak Pram🌻

9 2 4
                                    

"Hal seperti itu tidak akan pernah merepotkan aku. Jika itu bisa mengobati rasa rindu kalian terhadap Debby, aku senang bisa membantu."
~Natami Hyena Antari~

🌼🌼🌼

Selang beberapa waktu berlalu, makanan yang telah kami pesan telah datang. Kami memesan nasi goreng dan thai tea. Lebih tepatnya kak Pram lah yang telah memesankannya untukku. Aku belum sempat mengatakan apa yang aku inginkan dia lebih dulu memesankannya untukku seakan-akan dia telah mengenalku sejak lama dan mengetahui apa seleraku. Namun anehnya, makanan dan minuman yang kak Pram pesankan untuk ku adalah makanan kesukaanku. 

"Makan dulu Tami!  Belajar di depan makanan tidak sopan." ucapnya. Dalam hatiku berkata, "Emang iya?"

Aku pun menutup bukuku dan mulai memakan makananku. 

"Kakak gak makan?" tanyaku. Dia hanya menggeleng seraya memainkan handphone miliknya. Responnya tidak salah tapi itu membuatku kesal, aku pun melanjutkan makananku. 

Situasi yang sangat canggung ku rasa, pasalnya kak Pram tidak makan, hanya aku seorang. Kalian bisa kan merasakan jika menjadi aku? Aku pun membuka bukuku kembali seraya makan. Aku bukan orang yang seperti ini sebelumnya, aku bukan seorang kutu buku. Aku hanya ingin keluar dari zona nyaman dan membalas semua perjuangan kedua orang tua ku. Biaya kuliah tidak murah, ibu dan bapak tidak pernah menuntutku untuk bisa lulus cumlaud, beliau mengatakan cukup aku mengikuti perkuliahan dengan baik, mendapatkan ilmu-ilmu yang sudah didapatkan, tidak mengulang mata kuliah dan lulus dengan tepat waktu itu semua sudah cukup. Namun, jika bisa lebih itu akan menjadi kebanggaan pada diri sendiri.

"Makan saja dulu!" ucap kak Pram setelahnya. Aku cukup tersentak olehnya yang hampir membuatku tersedak.

"KAK!" pekikku.

"Sudah dibilangin juga!"

"Terus kakak dari tadi diem mulu aku kan jadi canggung makan sendiri," ucapku membela diri.

"Makan gak boleh ngomong!"

"Sebanyak apa kakak punya aturan sih?" ucapku memutar bola mataku malas.

Kak Pram tidak merespon setelahnya. Di dalam hatiku benar-benar sudah mengucapkan kata-kata terlarang.

Setelahnya aku mengikuti titah kak Pram, makan dengan lahap, hingga semua makanan telah ku lahap tanpa tersisa, tinggal tersisa sedikit minumanku. Ibu pernah bilang padaku, tidak baik menyisakan makanan karena banyak orang di luar sana yang tidak bisa makan. Oleh karena itu, aku menyeruput thai tea hingga habis.

"Terima kasih Tuhan, Tami kenyang sekali!" Ucap ku seraya menepuk-nepuk perutku yang kini sedikit membuncit.

"Thank you kak udah temenin aku makan." Aku melihat kak Pram hanya menganggukkan kepalanya dua kali.

"Udah selesai kan? Mau ikut kakak ke rumah kakak gak?" Sontak aku terkejut dengan tawaran yang baru saja kak Pram ajukan. For Your Information, kak Pram memiliki rumah di Singaraja, lebih tepatnya rumah mama-papanya. Namun, kak Pram bukan asli orang Singaraja, dia asli orang Tampak Siring. Kak Pram pernah bilang, papanya membeli rumah di Singaraja waktu  pindah dinas dari Ambon lalu pindah tugas ke Bali dan mendapatkan penempatan di Singaraja. Papanya merupakan seorang TNI dan dulunya sebelum pindah adalah seorang Kostrad. Namun, sekarang beliau pindah ke Bali dan mendapatkan penempatan di Singaraja. Mamanya pun bekerja di rumah sakit di sana, beliau seorang dokter spesialis bedah. Keluarga kak Pram tampak sempurna, namun ternyata terdapat luka di dalamnya.

"Ngapain kak? Gak mau aku." Aku jelas akan menolak ajakannya. Terdengar hembusan nafas kecil darinya, lalu menerima penolakan ku.

"Ya udah kakak anterin kamu pulang aja ke kos kamu."

Aku dan kak Pram keluar dari tempat makan yang tidak jauh dari kampus ku.

"Padahal hari ini mama sama papa kakak pengen banget lihat kamu. Kakak cerita  semua tentang kamu sama mereka, dan mereka pengen banget ketemu kamu." Saat itu juga aku merasa bersalah. Tapi ini bukanlah seratus persen salahku, kak Pram tidak mengatakannya sedari awal. Jika itu alasannya, aku dengan senang hati ikut ke rumahnya. Bagaimana pun, ibu ku melarang aku untuk menerima ajakan cowok ke rumahnya atau pun mengajak cowok ke kost ku.

"Kakak kenapa gak bilang dari awal? Kalo memang itu alasannya, aku mau ikut ke rumah kakak." ucapku, sedikit merasa bersalah.

"Emang tadi kamu mikirnya apa?" Aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya. Dia selalu berhasil membuatku merasa terpojokkan, seakan-akan aku selalu berpikir negatif tentangnya.

Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku menanyakan semirip apa aku dengan adiknya.

"Matanya mirip kamu, senyumannya, gaya berpakaiannya, style rambutnya juga bentuk wajah dan proporsi tubuh kamu juga mirip banget. Sebenarnya kakak heran juga sih, kenapa kamu bisa semirip itu sama Debby." Aku hanya menganggukkan kepalaku.

"Bagaimana jika itu hanya menurut kakak saja, terus nanti mama sama papa kakak tidak melihat kemiripan itu?" Aku sedikit ragu, aku takut mengecewakan ekspektasi kedua orang tua kak Pram. Tapi bukankah itu akan membuat luka yang sudah kering akan basah kembali?

Kak Pram membuka handphonenya dan memperlihatkan sebuah foto gadis remaja yang mengenakan seragam SMA-nya. Betapa mengejutkannya, anak itu benar-benar mirip dengan ku. Apakah benar 7 kembaran di dunia itu ada? Dan dia merupakan salah satu dari 5 kembaranku yang lainnya?

"Itu Debby, adik kakak?" Tanyaku meyakinkan lagi. Kak Pram menganggukkan kepalanya.

"Masih meragukan penglihatan ku?" Aku pun menggelengkan kepala ku masih dengan rasa tidak kepercayaanku.

"Kalo boleh tahu, Debby meninggal karena apa kak?"

"Mama kakak dulu adalah orang yang sangat sibuk. Mama bahkan tidak memiliki waktu untuk acara keluarga, dia sibuk di rumah sakit dan sibuk mengisi seminar di beberapa kampus dan event-event tertentu. Sedangkan papa dulu masih di Ambon. Kakak dulu sibuk dengan organisasi sekolah. Dia sering sendirian di rumah. Tidak ada siapapun yang menemaninya, hingga suatu ketika, kakak ada kegiatan ekstrakulikuler sispala camping, mama di rumah sakit sudah gak pulang dua hari, Debby sendirian di rumah, dia sakit, demam tinggi, saat dia nelpon mama kalo dia sakit, mama sedang berada di ruang operasi, setelah mama selesai dia membaca pesan Debby dan segera pulang, namun sampai di rumah, mama ngelihat Debby dalam posisi tergeletak di lantai dengan wajahnya yang sudah pucat pasi dan tubuhnya yang sangat dingin."

Kak Pram berhenti menjelaskannya kepadaku. Aku melihat bagaimana dia berusaha menahan air matanya. Aku dengan ragu-ragu memberikan tepukan pelan pada bahu kak Pram beberapa kali berharap bisa menenangkannya.

"Mama terlambat datang, Debby sudah tiada saat itu. Mulai saat itu mama selalu ngerasa bersalah dan papa segera mengurus perpindahan tugasnya,"

"Andai aja, kakak di rumah waktu itu, mungkin dia masih ada di sini."

"Kak, jangan menyalahkan diri sendiri, kematian sudah ada di tangan Tuhan, tidak ada yang bisa menyangkal hal itu kak, sekarang doakan saja agar Debby tenang di sana dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan." ucapku agar kak Pram tidak menyalahkan dirinya lebih lanjut lagi. Menyalahkan diri atas sesuatu yang diluar kendali kita, itu akan menjadi percuma saja dan berakhir menyakiti diri sendiri. Kematian adalah kuasa Tuhan yang tidak bisa kita pinta kapan waktunya untuk bisa kembali ke sisinnya.

"Maaf ya, Tami, kakak ngerepotin kamu." Aku menggelengkan kepalaku memberitahunya bahwa aku tidak merasa direpotkan hanya untuk hal seperti ini. Aku senang jika bisa menjadi obat untuk kerinduan mereka terhadap putri mereka.

"Jangan pernah merasa kalau kakak merepotkan aku, ini bukan hal yang besar hingga aku merasa direpotkan, aku senang jika bisa menghilangkan sedikit kerinduan mama-papa kakak terhadap Debby, meskipun sebenarnya aku dan Debby adalah dua orang yang sangat berbeda."

"Makasih banyak!"

🌼🌼🌼

To be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang