( ╹▽╹ ) selamat membaca
Gemuruh hujan beserta kilatan petir telah menyelimuti malam. Angin kencang disertai tarian kilat di langit yang tak henti hentinya berdesir dan menyambar diantara derasnya hujan, sukses membuat semua orang memilih untuk berdiam di rumah, berlindung dibalik kehangatan. Tapi, hal itu tak untuk seorang pemuda bertema merah dan hitam yang tengah berjalan gontai di atas trotoar jalan yang dingin nan basah.
Pemuda itu ialah Halilintar atau singkatnya Hali. Terlihat, bahwa seluruh tubuhnya telah basah akibat guyuran air hujan. Mulai dari ujung sepatu hingga ujung rambutnya, semuanya basah. Akan tetapi bila dilihat dengan lebih teliti, pelupuk mata milik Halilintar diam diam juga mengeluarkan butiran bening air mata yang mengalir bersama dengan tetesan air hujan.
Manik ruby indah milik Halilintar yang biasanya tak terbaca, kini untuk saat telah menjadi kaca transparan, yang memperlihatkan kesedihan, kegelisahan, kekhawatiran, dan tersirat sedikit kemarahan yang sang empu miliki. Pandangan tajam nan menyeramkan yang selalu ia layangkan pada orang-orang kini telah diambil alih oleh kekosongan tak menentu.
Pandangannya tertuju pada gerbang besar milik sebuah rumah di ujung jalan yang ia lewati. Beberapa saat ia terdiam, menatap gerbang besar itu dengan pandangan rumit sebelum langkahnya kembali berlanjut ke arah gerbang besar itu.
Sesekali langit berubah warna menjadi merah terang dan disusul gemuruh hebat setelahnya. Walau begitu Halilintar tak mengidahkan fenomena alam yang memiliki nama yang sama dengannya itu.
Kini raga dan jiwa milik Halilintar telah sampai di depan gerbang besar.
Halilintar diam beberapa saat, sesekali menatap sayu pada papan nama dari kayu jati di tengah tengah gerbang. Papan nama itu berwarna hitam pekat dengan tulisan HR berwarna emas, bentuknya belah ketupat.
Daun pintu gerbang besar itu menyebar ke empat arah secara otomatis setelah selesai mengindentifikasikan sosok Halilintar.
Langsung saja Hali menyebrang ke sisi lain dari gerbang besar itu. Mengabaikan daun pintu gerbang besar itu yang bergerak kembali seperti keadaan semula dengan bunyi klik yang teredam badai.
Kakinya melangkah di jalan setapak, yang kanan-kirinya ditanami mawar hitam. Halilintar menatap mawar-mawar itu yang sedang menari bersama angin, padahal ini malam hari dan tengah hujan badai tapi bisa-bisanya Halilintar memperhatikan kumpulan mawar hitam itu. Rasanya aneh, memperhatikan kumpulan mawar hitam yang dihujani jutaan liter air dan menari bersama alur angin sedangkan kilat merah di langit sebagai pencahayaan. Atau itu karena makna sesungguhnya dari mawar hitam itu sendiri? Yang melambangkan kesedihan serta kematian? Yang Sama seperti suasana hati nya saat ini?
Tak terasa ia telah sampai di depan pintu rumah yang pintunya telah terbuka, seakan tahu bahwa pemiliknya akan tiba.
Di dalam, Halilintar disambut dengan pemandangan ruang tamu yang hanya diterangi oleh cahaya redup beberapa lampu. ringisan pelan Halilintar keluarkan.
Ruang tamu itu memiliki tiga sofa bed yang dua diantaranya menghadap ke televisi dan yang satunya lagi ke arah dinding transparan yang terbuat dari kaca, yang menampakan dengan jelas pemandangan di baliknya. Diantara televisi dan sofa bed terdapat meja berbentuk persegi panjang yang terbuat dari besi dan kaca. Di atas meja terdapat beberapa buku, buah-buahan dan pisau buah di dalam keranjang, sebuah laptop dan tablet berwarna hitam. Sebuah Smart TV tertanam di dalam dinding di depan sofa bed. Di bawahnya terdapat rak, yang berisikan buku-buku tebal ataupun tipis dan beberapa box berwarna hitam.
Singkatnya, ruang itu bernuansa Hitam.
Tubuh Halilintar yang basah terus meneteskan air di setiap langkahnya. Kakinya kini menuju ke kamar mandi yang di dalam nya juga terhubung dengan ruang ganti. Tampa berlama lama ia langsung saja membasuh seluruh tubuhnya di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halilintar's Daily Life
Teen FictionRasanya aneh bahwa hingga saat ini hidup Halilintar dapat bertahan. Padahal selama ini ia hidup dalam kekacauan. jadi, kenapa ia masih dapat bertahan? Dan untuk apa? Menurutnya, ia tak mempunyai orang-orang yang membutuhkan kehadirannya "Maaf..... I...