2. RUMIT BANGET SIH

104 10 0
                                    

      

      (⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠) SELAMAT MEMBACA


Lima belas menit setelah Halilintar jatuh pingsan, terlihat tiga sosok manusia berlari masuk ke dalam rumah sang empuh. Menghampiri raga Halilintar yang tergeletak di atas sofa bed, dengan kondisi terkapar dan sedikit diwarnai dengan darah yang mengalir dari hidung dan bekas muntahan darah milik Halilintar sendiri.

Sosok pertama dengan sigap memeriksa kondisi Halilintar, layaknya seorang dokter. Sedangkan sosok lainnya mengamati dengan tenang.

“Kondisinya gak bagus. Ni bocah Keracunan, ditambah lagi demam tinggi” sosok pertama berucap, netra hazelnya menatap serius kedua sosok lainnya yang sedari tadi menunggu dengan sabar saat sosok pertama itu mengecek kondisi Halilintar.

“siapkan apa aja yang dibutuhkan, gua mau ambil mobil dulu” sosok kedua dengan netra merah darah yang indah berucap tegas sembari berlari ke luar rumah Halilintar.

Sosok terakhir mengangguk, kemudian mengangkat tubuh Halilintar ala bridal style. Sedangkan sosok pertama berdehem pelan sebagai tanggapan, sebelum ia memulai sebuah panggilan telpon di ponsel genggam miliknya.


                                ××××

Bau disinfektan yang akrab menyambut indra penciumanku, sesaat setelah kesadaranku kembali. Dan entah kenapa aku merasa mood ku turun drastis. Aku membuka mata, dan langit putih yang akrab menyambut penglihatan ku.

Menyebalkan runtuk ku dalam hati.

“bagaiman perasaan mu?” sebuah pertanyaan ditangkap oleh indra pendengaran ku.

Manik ku bergilir, mencari sumber datangnya pertanyaan tersebut. Dari sisi kiri tempat ku berada, kulihat seorang remaja tengah duduk dengan anggunly di atas sebuah sofa.

Dalam sekejap ku gerakan tubuhku untuk bangkit dari posisi tidurku, kemudian menatap malas ke arahnya.
“B aja” jawab ku singkat.

Remaja itu terkekeh sejenak, tangannya kemudian menarik sebuah box berwarna hitam yang memiliki sebuah tombol kecil berbentuk petir berwarna merah di sisi atasnya. Remaja itu kemudian berjalan mendekat ke arahku. Diletakkannya box hitam itu di atas pangkuanku. Sontak aku speechless.

“Apa ini?” tanyaku heran.

“Perintah baru dan juga sebuah hadiah” jawab remaja itu dengan senyuman mengembang di wajahnya.

Aku menatapnya penuh keheranan, apa maksudnya? Hadiah? Untuk apa? Dari siapa? Dan kenapa?

Sadar akan arti tatapanku, remaja itu menjelaskan “Itu dari boss dan juga mentor tua mu itu. Kau akan tau isi dan alasannya jika membukanya”

Aku menggaguk, paham pasal hadiah yang ia bicarakan. Tentu saja itu dari mentor bau tanah itu. Tapi, kenapa boss juga ikut memberikan ku hadiah?  Sungguh, bangun dan langsung diberi hal-hal tak biasa seperti ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan.


Aku menghela nafas, dan anehnya paru paru ku terasa seperti dicubit saat melakukannya. Keningku berkerut sesat, rasanya paru paru ku agak sakit tapi, ini masih bisa ditolerir.

Senyum kecut mengembang di wajahku. Ta'ek lah runtuk ku jengkel dalam hati.

Sosok remaja di depanku terkejut sesaat, untuk beberapa milidetik, manik hitam arang miliknya bergetar.   Akan Ku pastikan besok anak ini akan melakukan chek up.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halilintar's Daily Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang