BAB 2

23 1 0
                                        

Adaya duduk di kantin, sembari menikmati makanan yang ada di depannya. Di sampingnya ada Abel——Mahasiswa baru—ia merupakan teman sekelas Adaya yang pertama kali mengajak Aya berkenalan.

"Btw, asal lo dari mana?" Tanya Aya sembari sesekali menoleh ke arah Abel.

Abel dengan sedikit kecanggungan menjawab. "Dari... sini," ucapnya.

"Maksudnya?" Aya mengerutkan dahi, "oh maksudnya lo asli Surabaya?" Lanjut Aya.

Abel mengangguk, "iya, Aya. Kalau kamu sendiri?"

"Sama."

Abel terlihat mengangguk dan kemudian kembali fokus pada makanan yang ada di hadapannya, begitupun dengan Adaya. Mereka sesekali mengobrol, menunggu waktu kelas selanjutnya dimulai.

Kelas akan segera dimulai, Abel dan Aya kemudian segera bergegas dan menuju ke lantai 2. Namun, sebelum mereka mencapai tujuan, suara bass di belakang sana tiba-tiba membuat langkah mereka terhenti.

"Aya!!"

Adaya paham betul suara itu. Dia tahu betul suara itu pernah mengisi hari-harinya yang kelabu. Tapi, Adanya benci suara itu....

"Kamu kenal dia?" Tanya Abel.

Adaya menggelengkan kepalanya, sebelum lelaki itu mendekat, ia dengan cekatan menarik tangan Abel lalu kemudian pergi meninggalkan tempat itu, menyisakan seorang lelaki dengan wajah gusar itu seorang diri.

Hari hari berlalu, Aya menghabiskan sebagian waktunya di kampus sebagaimana layaknya seorang mahasiswa pada umumnya. Belajar—bertemu dengan orang-orang baru—mengerjakan tugas, lalu pulang dan beristirahat.

Tidak jarang para buaya kampus yang menggoda dan mengajak Aya berkenalan karena parasnya yang cantik, walaupun pada akhirnya para lelaki tersebut hanya akan diacuhkan dan dicampakkan oleh Aya.

"Adaya."

Adaya yang tadinya fokus berjalan dan tidak menghiraukan catcalling dari para lelaki yang tidak bertanggung jawab tersebut justru harus berhenti karena satu suara yang ia kenal betul siapa pemiliknya.

Javiz, iya, itu adalah Javiz, mantan kekasihnya yang memang kuliah di Fakultas dan Jurusan yang sama, bedanya, Javiz satu tingkat di atas Adaya.

Melihat langkah Adaya terhenti, Javiz kemudian berjalan mendekati Adaya, walaupun sebenarnya Javiz tahu betul bahwa Adaya tidak senang dengan kehadirannya.

"Bisa berhenti gangguin gue gak?"

Hening—Javiz menatap Adaya dalam-dalam, berharap Adaya luluh dan membiarkannya berbicara sekali saja.

"Aku cuman mau ngobrol doang, aku kangen, Aya."

Senyum tipis timbul di bibir Adaya, kalimat menjijikkan apa tadi itu yang baru saja ia dengar? Apa harus Adaya menampar mulut lelaki itu agar bisa diam dan tidak berkutik lagi?

"Kangen? Emangnya lo siapa? Gue ga ingat, sorry." Setelah mengatakan itu, Adaya kemudian berniat pergi dan kembali melangkahkan kakinya untuk beranjak dari tempat tersebut. Namun, sebelum Adaya beranjak lebih jauh, Javiz sudah lebih dahulu menarik tangan Adaya sehingga membuat perempuan tersebut meringis sembari berusaha melepaskan cengkraman Javiz dari lengannya.

"Lo mau, gue buat lo ingat semuanya?"

Kalimat yang keluar dari mulut Javiz sukses membuat seorang Adaya merasa terancam. Ia kemudian menatap mata Javiz, berharap menemukan kebohongan di sana, namun nihil, sepertinya Javiz benar-benar serius pada perkataannya barusan.

Tiba-tiba seorang lelaki yang tak dikenali datang dan menarik tangan Adaya dari cengkraman Javiz. Sebelum Javiz membuka suara, lelaki itu justru lebih dulu membuat Adanya tambah cengo dengan ucapannya.

"Ayo sayang, kita pulang sekarang." Lelaki itu kemudian mendapat tatapan tajam dari Javiz, ia sempat merasa ketakutan sebenarnya, tapi dengan jiwa lelaki jantan, ia tidak akan rela jika melihat seorang wanita merasa tertekan karena pria bajingan.

"Maaf, Bro. Kita buru-buru."

Lelaki itu menarik Adaya, meninggalkan tempat tersebut yang menyisakan seorang Javiz dengan raut emosi.

"Sorry." Lelaki dengan baju kemeja kotak-kotak tersebut melepaskan genggamannya pada tangan Adaya. "Gue tadi agak lancang, lain kali hati-hati kalau berhadapan sama cowok-cowok di sini. Ini jauh beda sama lingkungan SMA."

Adaya mengangguk saja, berusaha mencerna kalimat yang baru saja ia dengar. Tapi, yang membuat Adaya bingung, kenapa lelaki di hadapannya ini mau membantu dirinya, sedangkan kenal saja tidak?

"Oh, kenalin, gue Andre angkatan 2020, gue ngambil jurusan Teknik Mesin."

"Aya, angkatan 2022."

Lelaki itu mengangguk paham.

"Yaudah, gue duluan Aya, setelah ini langsung pulang aja kalau gak ada kesibukan lain. Oke?"

Aya yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis dan mengiyakan apa kata lelaki tersebut. Sejujurnya Aya merasa sedikit kagum dengan perilaku lelaki tadi. Andre... namanya, Andre.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cantik itu KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang