1

58.2K 470 22
                                    

Jessi tidak dunggu dengan niatan orang tuanya untuk menjodohkannya dengan Halim, sahabat sekaligus orang kepercayaan Kakaknya. Apalagi setelah Kakanya menikahi Vanya, sahabatnya, membuat kedua orang tuanya semakin getol untuk segera menikahkannya juga dengan Halim.

Sayangnya, Jessi bukanlah anak yang penurut. Dia selalu menghindar ketika niatan itu kembali dibicarakan. Bahkan, sudah hampir 2 tahun belakangan ini Jessi jarang pulang ke rumah orang tuanya. Dia sedikit malas ketika Mamanya selalu menyinggung Halim di setiap ada kesempatan.

Padahal, di lihat dari segi manapun, Halim bukanlah lelaki baik, juga bukan kriteria lelaki idaman bagi Jessi. Sudahlah duda, pengatur pula.

Sebenarnya Jessi tidak masalah jika pun status lelaki itu adalah duda, apalagi duda mati. Tapi, yang Jessi permasalahkan adalah sikap lelaki itu yang begitu dominan, kerap mengatur, semua harus semaunya, egois, dan keras. Satu lagi, Jessi tidak ingin menjadi batu pijakan Halim untuk melupakan istrinya. Karna sudah pasti lelaki itu belum melupakan mendiang istrinya, bukan?

Namun, entah kenapa akhir akhir ini sikap Halim yang Jessi tidak sukai itu mendadak hilang, bersamaan dengan orang tuanya yang tidak lagi menyinggung dengan perjodohan mereka.

Jessi pikir semua sudah selesai, dan dia bisa memilih hidupnya sendiri. Nyatanya, semua masih berlanjut, dan semakin membuatnya muak.

Contohnya hari ini, yang mana Jessi pikir Halim sudah tidak mengatur hidupnya, tapi ternyata masih sama saja. Sepertinya kemarin-kemarin lelaki itu sedang libur mengaturnya karna ada pekerjaan di luar kota.

"2 hari kemarin saya udah lembur, Pak." ucap Jessi ketika Halim menahannya saat tiba waktunya pulang kantor.

"Nggak ada yang nyuruh kamu lembur, saya hanya bilang jangan pulang dulu."

Jessi mendengus. Itumah sama saja. Mau dia tidak melakukan apa-apa, jika masih di area kantor tentu terhitung lembur. Padahal hari ini Jessi berniat menjenguk keponakanya yang katanya sudah bisa merangkak, tapi Halim seolah tidak memperbolehkannya keluar kantor. Padahal jam kerja sudah usai.

"Tidak lama, hanya 15 menit," ujar Halim ketika melihat wajah masam Jessi. Perempuan itu pasti kesal karna Halim meyabotase waktunya. Tapi mau bagaimana, beberapa hari ini dia sama sekali belum menemui Jessi, membuat Halim tidak tahan dengan rasa rindunya."Mau tunggu di sini atau ruangan saya?"

"Di sini aja." pasrah Jessi dengan nada ketus. Dia duduk di sofa lobby sembari memainkan ponselnya.

Halim mengangguk, setelah itu dia mencium kening Jessi sebelum pergi. Masih ada beberapa berkas yang harus dia periksa sebelum di letakan di meja Ibra.

Setelah kepergian Halim, Jessi mendengus. Dengan kasar juga dia mengusap bekas kecupan lelaki berkacama itu di keningnya.

Cih! Sok jadi lelaki romantis, padahal hanya seonggok manusia egois.

Jessi menatap sekeliling, banyak pasang mata yang memperhatikanya. Resepsionis yang berjaga pun terlihat senyum-senyum sembari meliriknya. Padahal di balik semua itu, Jessi yakin senyum mereka akan langsung pudar ketika melihat sikap asli seorang Halim Perdana Kusuma.

Orang-orang kantor memang tau tentang kedekatannya dengan Halim, bahkan rencana orang tua mereka untuk menikahkan keduanya. Semua tentu mendukung, apalagi keduanya dianggap cocok. Halim juga terlihat begitu mencintai  Jessi, terlihat tatapan dan perlakuan lelaki itu yang begitu romantis. 

Dengar-dengar juga, Halim bukanlah orang sembarangan. Dia adalah anak kedua dari keluarga Wiguna, yang mana orang kaya yang memiliki banyak properti.

Pasangan serasi, semakin membuat iri kaum mendang mending.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang