Jislyn mengingatnya, saat itu ia berumur 7 tahun dan baru saja masuk sekolah dasar, sekolah yang sama dengan Sean. Memiliki rupa yang cantik dan menggemaskan sejak kecil membuat beberapa siswi iri terhadapnya, apalagi ia dekat dengan Sean yang saat itu kelas 4 dan merupakan siswa yang populer di sekolahnya.
Itu benar, sejak kecil Sean sudah menjadi idaman para gadis kecil. Lagi pula, siapa yang tidak akan menyukai sosok Sean? Dia tampan dan pintar sejak dini dan sikapnya yang hangat dan ramah membuat semua orang ingin berteman dengannya.
Jislyn kecil belum mengerti mengapa banyak yang datang padanya untuk sekadar menanyakan perihal Sean. Ia juga belum mengerti mengapa beberapa kakak kelasnya memandangnya tak suka. Ia juga belum mengerti kenapa saat itu kakak kelasnya mendorongnya hingga tersungkur ke tanah.
"Dasar sok cantik!"
Jislyn meringis ketika telapak tangannya lecet karena mencoba menahan tubuhnya jatuh terlentang.
"Aku memang cantik, kok!" Jislyn mendongak, menatap garang gadis kecil di depannya.
Jislyn bukanlah gadis manja, ia adalah anak tunggal keluarga Marlowe yang mengharuskannya menjadi gadis yang tangguh sejak kecil.
"Dasar terlalu percaya diri! Kamu jangan dekat-dekat sama Sean, deh!"
Jislyn cemberut, tentu saja gadis kecil itu tidak terima jika disuruh menjauhi sahabatnya sendiri oleh orang yang bahkan tidak dikenalnya. Lantas gadis kecil itu berdiri dan dengan tubuhnya yang lebih kecil, ia balas mendorong kakak kelasnya dengan sekuat tenaga hingga membuatnya jatuh terjungkal.
"Masih mending aku terlalu percaya diri, daripada kamu yang iri! Jangan pernah suruh aku menjauhi kak Sean, dia itu sahabatku!" teriaknya.
"Jislyn!"
Jislyn mengalihkan pandangannya pada Sean yang berlari ke arahnya, raut wajahnya yang tadi memberengut kini tersenyum dengan lebar.
"Kamu mendorongnya?" tanya Sean ketika ia sudah berhadapan dengan Jislyn, ia melirik sekilas ke arah teman sekelasnya yang terjatuh.
"Iya, tapi dia duluan yang mendorong Jislyn kok," jelas Jislyn karena ia merasakan tatapan Sean terlihat marah.
"Apapun alasannya, kamu tidak boleh kasar. Ayo, kakak antar ke kelasmu."
Sean menggandeng tangan Jislyn dan membawanya pergi dari kerumunan yang entah sejak kapan menonton adegan dorong-mendorong tadi. Di sepanjang perjalanan, Jislyn hanya cemberut karena Sean membombardirnya dengan ceramah atas sikap kasarnya tadi.
"Kak Sean membela gadis tadi?" tanya Jislyn kesal karena ocehan dari Sean
"Bukan, kakak hanya peduli padamu. Apa kakak terlihat membelanya? Tidak kan, kakak hanya mau Jislyn jangan kasar seperti tadi saja apalagi kamu masih bayi," Sean mengelus rambut Jislyn dengan lembut.
Jislyn semakin cemberut, "aku bukan bayi."
Ya, seperti inilah Sean yang ia kenal. Bersikap lembut namun tegas ketika ia berbuat sesuatu yang menurut Sean salah. Sean selalu mengayomi, ia ingin yang terbaik untuknya dan juga ingin ia berbuat baik. Satu hal yang Jislyn syukuri dari kejadian itu adalah beberapa siswa terlihat takut padanya sehingga ia tidak perlu repot-repot lagi menghadapi fans fanatik kecil Sean.
Hector Anderson, adik dari Sean Anderson yang terpaut umurnya lebih muda 2 tahun dari Jislyn. Laki-laki kecil berumur 5 tahun itu memiliki sifat yang berbeda dengan kakaknya. Saat itu, Sean dan Jislyn baru saja pulang dan laki-laki mungil dengan seragam taman kanak-kanaknya telah berdiri menyambut keduanya.
Jislyn tak terkejut lagi ketika Hector langsung menghantamnya dengan pelukan erat dan enggan melepaskannya bahkan ketika Sean mencoba memisahkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unraveled Bonds: When Friendship Turns to Passion
RomanceJika Sean akan melindungi, mengayomi, dan menasihatinya ke arah kebaikan maka Hector adalah orang yang paling peka akan dirinya dan akan maju paling depan ketika seseorang menyakitinya. Menurut Hector rasa sakit harus dibalas rasa sakit, maka Hector...